Description
Risalah penting ini mencakup pengenalan singkat tentang Islam; yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang pokok-pokok dasar agama yang terpenting, ajaran-ajarannya, serta berbagai keistimewaannya, yang bersandar pada rujukan aslinya, yaitu: Al-Qur`ān Al-Karīm dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Risalah ini ditujukan kepada seluruh mukalaf, baik dari kalangan muslim atau non muslim sesuai bahasa mereka, di setiap waktu dan tempat dengan berbagai perbedaan latar belakang dan kondisi mereka.
Terjemahan lainnya 54
Topics
Risalah penting ini berisi pengenalan singkat tentang Islam. Di dalamnya dijelaskan tentang hal-hal penting terkait pokok-pokok dasar agama Islam, ajaran-ajarannya, serta berbagai keistimewaannya, yang bersandar pada rujukan aslinya, yaitu: Al-Qur`ān Al-Karīm dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Risalah ini ditujukan kepada seluruh mukalaf, baik dari kalangan muslim atau non muslim sesuai bahasa mereka, di setiap waktu dan tempat dengan berbagai perbedaan latar belakang dan kondisi mereka.
(Naskah ini dilengkapi dengan dalil dari Al-Qur`ān Al-Karīm dan As-Sunnah An-Nabawiyyah)
Islam adalah risalah dari Allah yang ditujukan kepada seluruh manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui."(QS. Saba`: 28)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Hai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.'"(QS. Al-A'rāf: 158)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai manusia! Sungguh, telah datang Rasul (Muhammad) kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah (kepadanya), itu lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (itu tidak merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya milik Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana."(QS. An-Nisā`: 170)Islam adalah risalah Allah yang abadi, serta sebagai penutup seluruh risalah ilahi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."(QS. Al-Aḥzāb: 40)
Islam bukanlah agama yang hanya dikhususkan untuk ras atau suku tertentu saja, namun ia adalah agama Allah untuk seluruh manusia. Perintah pertama yang ada dalam Al-Qur`ān yang agung adalah firman Allah -Ta'ālā-,
"Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."
(QS. Al-Baqarah: 21)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak."
(QS. An-Nisā`: 1)
Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berceramah di hadapan para sahabat pada hari pembebasan kota Mekah seraya bersabda,
"Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Allah telah menghilangkan kebanggaan jahiliah dan pengagungan terhadap nenek moyang dari diri kalian. Manusia terbagi dua; (1) manusia baik, bertakwa, dan mulia bagi Allah; (2) manusia keji, sengsara, dan hina bagi Allah. Manusia adalah anak cucu Adam, dan Allah menciptakan Adam dari tanah. Allah berfirman, 'Hai manusia! Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al- Ḥujurāt: 13)
(HR. Tirmizi: 3270)
Dan tidak terdapat di dalam Al-Qur`ān yang agung ataupun perintah Rasulullah yang mulia -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sebuah syariat yang hanya dikhususkan untuk kaum dan kelompok tertentu saja. Hal itu terjadi demi menghargai persamaan, baik dalam hal ras, bangsa maupun suku.
Islam adalah risalah Allah yang hadir untuk menyempurnakan seluruh risalah (misi) para nabi dan rasul terdahulu -'alaihim aṣ-ṣalāh was-sallām- yang disampaikan kepada kaum mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qūb, dan anak cucunya; Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Daud."
(QS. An-Nisā`: 63)
Ajaran agama yang Allah wahyukan kepada Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini adalah ajaran agama yang juga Allah syariatkan dan wasiatkan untuk para nabi terdahulu. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dia (Allah) telah mensyariatkan padamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya)."
(QS. Asy-Syūrā: 13)
Kitab yang Allah wahyukan kepada Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ini adalah pembenaran bagi kitab-kitab suci terdahulu, semisal: Taurat dan Injil sebelum keduanya mengalami distorsi. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) yaitu Kitab (Al-Qur`ān) itulah yang benar, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya."
(QS. Fāṭir: 31)
Agama para nabi -'alaihim as-salām- itu sama, hanya syariat mereka yang berbeda-beda. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur`ān) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang di turunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah di berikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan."(QS. Al-Mā`idah: 48)Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Aku orang yang paling dekat dengan Isa bin Maryam -'alaihis-salām- di dunia dan akhirat, dan para nabi adalah bersaudara (dari keturunan) satu ayah dengan ibu yang berbeda, sedangkan agama mereka satu."(HR. Bukhari: 3443)
Islam selalu mengajak -sebagaimana ajakan dakwah para nabi: Nuh, Ibrahim, Musa, Sulaiman, Daud, dan Isa -'alaihimus-salām- untuk mengimani bahwa Rabb (yang berhak disembah) adalah Allah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, Maha Menghidupkan, Maha Mematikan dan Maha Pemilik Kekuasaan, dan bahwa Dialah yang mengatur seluruh alam semesta, serta Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai manusia! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapa kamu berpaling (dari ketauhidan)?"(QS. Fāṭir: 3)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab, 'Allah.' Maka katakanlah, 'Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?'"(QS. Yūnus: 31)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan (makhluk) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (lagi) dan yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Katakanlah, 'Kemukakanlah bukti kebenaranmu, jika kamu orang yang benar.'"(QS. An-Naml: 64)Seluruh nabi dan rasul -'alaihimus-salām- diutus untuk mendakwahkan peribadatan kepada Allah semata. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut,' kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)."(QS. An-Naḥl: 36)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku!'"(QS. Al-Anbiyā`: 25)Allah -Ta'ālā- juga mengisahkan tentang nabi Nuh -'alaihis-salām- ketika beliau berkata (kepada kaumnya),"Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (Kiamat)."(QS. Al-A'rāf: 59)Al-Khalīl Nabi Ibrahim -'alaihis-salām- pernah berkata sebagaimana yang dikisahkan oleh Allah dalam firman-Nya:"Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika dia berkata kepada kaumnya, 'Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.'"(QS. Al-'Ankabūt: 16)Nabi Ṣāliḥ -'alaihis-salām- juga pernah berkata (kepada kaumnya) sebagaimana yang Allah kisahkan dalam salah satu firman-Nya:"Dia berkata, 'Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Ini (seekor) unta betina dari Allah sebagai tanda (kebenaranku) untukmu. Biarkanlah ia makan di bumi Allah, janganlah disakiti, nanti akibatnya kamu akan mendapatkan siksaan yang pedih.'"(QS. Al-A'rāf: 73)Nabi Syu'aib -'alaihis-salām- juga pernah berkata (kepada kaumnya) sebagaimana yang Allah kisahkan dalam firman-Nya:"Dia berkata, 'Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.'"(QS. Al-A'rāf: 85).Dan firman Allah yang pertama kali disampaikan kepada Nabi Musa -'alaihis-salām- ialah:"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku."(QS. Ṭāhā: 13-14)Allah -Ta'ālā- juga telah mengabarkan tentang Nabi Musa -'alaihis-salām- tatkala memohon perlindungan kepada Allah, ia berkata,"Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari perhitungan."(QS.Gāfir: 27)Allah -Ta'ālā- mengisahkan ucapan Almasih Isa -'alaihis-salām- dalam firman-Nya:"Sesungguhnya Allah itu Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus."(QS. Āli 'Imrān: 51)Juga mengisahkan ucapannya dalam firman-Nya:"Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu."(QS. Al-Mā`idah: 72)Bahkan dalam Kitab Taurat dan Injil terdapat penegasan untuk beribadah kepada Allah semata. Hal itu tercantum di Kitab Ulangan berkaitan dengan ucapan Nabi Musa -'alaihis-salām- (kepada kaumnya),"Dengarkanlah wahai Bani Israil! Tuhan kita itu Tuhan Yang Esa."Penegasan tentang ajaran tauhid ini juga terdapat dalam Injil Markus, bahwa Almasih Isa -'alaihis-salām- berkata,"Sesungguhnya wasiat pertama adalah: dengarkanlah Wahai Bani Israil! Tuhan kita adalah Tuhan Yang Esa."Allah -'Azza wa Jalla- telah menjelaskan bahwa seluruh nabi memang diutus dengan membawa misi yang mulia ini, yaitu dakwah kepada tauhid. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut.' Kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan."(QS. An-Naḥl : 36)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Terangkanlah (kepadaku) tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepadaku apa yang telah mereka ciptakan dari bumi, atau adakah peran serta mereka dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepadaku kitab sebelum (Al-Qur`ān) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu orang yang benar.'"(QS. Al-Aḥqāf: 4)Syekh As-Sa'diy -raḥimahullāh- berkata,"Perdebatan orang-orang musyrik untuk menguatkan kemusyrikan mereka sama sekali tidak bersandar kepada dalil maupun bukti, bahkan hanya bersandar kepada sangkaan-sangkaan yang dusta, logika-logika yang tidak laku dan tidak dipandang, serta akal yang rusak. Rusaknya opini mereka dapat diketahui jika menelusuri keadaan mereka, pengetahuan, dan amal mereka, serta melihat keadaan orang yang menghabiskan umurnya untuk menyembah patung dan berhala itu; apakah memberi manfaat bagi mereka meskipun sedikit di dunia dan akhirat?"(Taisīr Al-Karīm Al-Mannān: 779)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah satu-satunya yang berhak diibadahi dan Dia tidak patut disekutukan dengan siapa pun dalam ibadah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Hai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui."(QS. Al-Baqarah: 21-22)Dia yang mampu menciptakan kita dan generasi sebelum kita, serta yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan untuk kita dan telah menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia hasilkan dengan hujan itu buah-buahan sebagai rezeki untuk kita; maka Dialah satu-satunya yang patut diibadahi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai manusia! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapa kamu berpaling (dari ketauhidan)?"(QS. Fāṭir: 3)Jadi, Zat yang mampu menciptakan dan memberi rezeki; maka Dialah satu-satunya yang patut diibadahi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Itulah Allah, Tuhan kamu; tidak ada tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; Dialah Pemelihara segala sesuatu."(QS. Al-An'ām: 102)Setiap makhluk yang disembah selain Allah; maka ia tidak berhak diibadahi. Sebab ia tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarah pun, baik di langit maupun di bumi. Allah tidak memiliki sekutu, pembantu dan penolong sedikitpun. Maka bagaimana mungkin (makhluk tersebut) disamakan dengan Allah dalam hal permohonan doa atau dijadikan sebagai sekutu bagi-Nya?! Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah! Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarah pun di langit dan di bumi, dan mereka sama sekali tidak mempunyai peran serta dalam (penciptaan) langit dan bumi dan tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.'"(QS. Saba`: 22)Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah pencipta seluruh makhluk dan mewujudkan keberadaan mereka dari tiada. Keberadaan makhluk tersebut menunjukkan keberadaan-Nya, rubūbiyyah (ketuhanan) serta ulūhiyyah (keilahian) Zat-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengetahui.Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mendengarkan.Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi kaum yang mempergunakan akalnya.Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu keluar (dari kubur).Dan milik-Nya apa yang di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.Dan Dialah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya."(QS. Ar-Rūm: 20-27)Ketika Namrūd mengingkari keberadaan Allah, Nabi Ibrahim -'alaihis-salām- lantas berkata kepadanya, sebagaimana Allah kisahkan dalam firman-Nya:"Ibrahim berkata, 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.' Lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."(QS. Al-Baqarah: 258)Dan begitu juga ketika Nabi Ibrahim -'alaihis-salām- menyampaikan hujah (dalil keberadaan Allah) kepada kaumnya; bahwa Allahlah yang memberikan petunjuk kepadanya, mengaruniakan makanan dan minuman, bila ia sakit Allahlah yang menyembuhkannya, dan Dia pula yang akan mematikan dan menghidupkannya. Ia berkata sebagaimana yang Allah kabarkan dalam firman-Nya:"(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,dan Dia yang memberi makan dan minum kepadaku,dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku,dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali).(QS. Asy-Syu'arā`: 78-81)Allah -Ta'ālā- juga mengisahkan tentang Nabi Musa -'alaihis-salām- tatkala berdebat dengan Firaun, beliau berkata,"(Tuhan kami) ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."(QS. Ṭāhā: 50)Allah -Ta'ālā- telah menundukkan seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi untuk kemaslahatan manusia, dan menyiapkan berbagai kenikmatan untuk mereka. Hal itu dilakukan agar manusia senantiasa menyembah Allah dan tidak mengingkari-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin. Tetapi di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan."(QS. Luqmān: 20)Sebagaimana Allah tundukkan seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi untuk kemaslahatan manusia; Allah juga menciptakan manusia dan membekalinya dengan berbagai hal yang dibutuhkankannya seperti pendengaran, penglihatan maupun hati; agar dapat difungsikan untuk menimba ilmu yang bermanfaat serta dapat membimbingnya menuju Rabb dan Penciptanya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur."(QS. An-Naḥl: 78)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- menciptakan seluruh alam semesta dan menciptakan pula manusia serta membekalinya dengan berbagai hal yang dibutuhkannya, baik berupa anggota badan maupun kekuatan. Kemudian Allah menganugerahkan semua hal yang bisa membantunya dalam beribadah kepada Allah dan memakmurkan bumi. Allah juga telah menundukkan untuknya seluruh makhluk yang ada di langit maupun di bumi.
Dengan penciptaan berbagai makhluk yang agung ini, Allah -Ta'ālā- menjadikannya sebagai hujah yang menunjukkan rubūbiyyah-Nya (ketuhanan-Nya), yang sekaligus menunjukkan ulūhiyyah-Nya (keberhakkan-Nya untuk disembah). Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab, 'Allah.' Maka katakanlah, 'Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?'"(QS. Yūnus: 31)Dan Allah Yang Mahabenar berfirman,"Katakanlah, 'Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepadaku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepadaku Kitab yang sebelum (Al-Qur`ān) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar.'"(QS. Al-Aḥqāf: 4)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan (oleh sembahan-sembahanmu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata."(QS. Luqmān: 10-11)Allah Yang Mahabenar juga berfirman,"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?(QS. Aṭ-Ṭūr: 35-37)Syekh As-Sa'diy berkata,"Ini adalah hujah (bantahan) untuk mereka dengan sesuatu yang tidak bisa mereka elakkan lagi kecuali harus mengakui kebenarannya, atau mereka terpaksa harus meninggalkan logika akal dan agama."(Tafsir Ibnu Sa'diy: 816)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah Maha Pencipta atas segala sesuatu yang ada di alam semesta; baik yang dapat kita saksikan maupun yang tidak dapat kita lihat. Segala sesuatu selain Allah itu adalah makhluk-Nya. Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Siapakah Tuhan langit dan bumi?' Katakanlah, 'Allah.' Katakanlah, 'Pantaskah kamu mengambil pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi dirinya sendiri?' Katakanlah, 'Samakah orang yang buta dengan yang dapat melihat? Atau samakah yang gelap dengan yang terang? Apakah mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?' Katakanlah, 'Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia Tuhan Yang Maha Esa, Mahaperkasa.'"(QS. Ar-Ra'd: 16). Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Allah menciptakan apa yang tidak kamu mengetahuinya."(QS. An-Naḥl: 8)Allah telah menciptakan langit dan bumi dalam tempo enam hari. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari; kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."(QS. Al-Ḥadīd: 4)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun."(QS. Qāf: 38)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah pemilik kekuasaan yang tidak ada sekutu bagi-Nya; baik dalam hal penciptaan, kekuasaan hingga pengaturan alam semesta. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Terangkanlah (kepadaku) tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepadaku apa yang telah mereka ciptakan dari bumi, atau adakah peran serta mereka dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepadaku kitab sebelum (Al-Qur`ān) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu orang yang benar.'"(QS. Al-Aḥqāf: 4)Syekh As-Sa'diy -raḥimahullāh- berkata,"Artinya: katakanlah -wahai Muhammad- kepada mereka yang menyekutukan Allah dengan patung dan berhala yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat menghindarkan bahaya, tidak dapat menghidupkan dan tidak dapat mematikan, yakni katakan kepada mereka -untuk menerangkan lemahnya sembahan mereka dan bahwa sembahan itu tidak berhak disembah-, 'Perlihatkan kepadaku apa yang telah mereka ciptakan dari bumi, atau adakah peran serta mereka dalam (penciptaan) langit?', yakni: apakah mereka menciptakan benda-benda langit atau bumi? Apakah mereka menciptakan gunung atau mengalirkan sungai? Apakah mereka yang menyebarkan hewan-hewan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan atau apakah mereka ikut serta dan membantu dalam hal semua itu? Jelas sekali, mereka tidak menciptakan dan tidak pula memiliki peran serta dalam hal itu lewat pengakuan mereka, juga pengakuan selain mereka. Ini merupakan dalil logika yang pasti menunjukkan bahwa seluruh penyembahan selain Allah adalah batil.Selanjutnya Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- menyebutkan dalil dalil naqliy (berupa riwayat) dalam firman-Nya: 'Bawalah kepadaku kitab sebelum (Al-Qur`ān) ini'; yakni adakah kitab yang menyuruh berbuat syirik, 'atau adakah peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu)' yang diwariskan dari para rasul yang menyuruh demikian?! Sebagaimana diketahui bersama bahwa mereka sejatinya tidak mampu untuk menunjukkan bukti bahwa kesyirikan yang mereka lakukan itu berasal dari ajaran salah satu rasul. Bahkan kami yakin dan percaya bahwa semua rasul mengajak untuk menauhidkan Rabb mereka dan melarang berbuat syirik. Inilah ilmu terbesar yang diwariskan dari para rasul itu."(Tafsir Ibni Sa'diy: 779)Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- adalah pemilik kekuasaaan yang tidak memiliki sekutu dalam kekuasaan-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Wahai Tuhan pemilik kekuasaan! Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.'"(QS. Āli 'Imrān: 26)Allah -Ta'ālā- berfirman seraya menjelaskan bahwa kekuasaan yang sempurna itu hanya milik-Nya semata di hari Kiamat kelak,(Yaitu) pada hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tidak sesuatu pun keadaan mereka yang tersembunyi di sisi Allah. (Lalu Allah berfirman), 'Milik siapakah kerajaan pada hari ini?' Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan."(QS. Gāfir:16)Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak memiliki sekutu sama sekali; baik dalam perkara kekuasaan, penciptaan, pengaturan alam semesta hingga dalam perkara peribadatan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan katakanlah, 'Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya.'"(QS. Al-Isrā`: 111)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan, dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat."(QS. Al-Furqān: 2)Allah adalah raja (penguasa), sedangkan yang lain adalah milik-Nya. Dia adalah pencipta, sedangkan yang lain hanyalah makhluk bagi-Nya. Dia juga yang telah mengatur alam semesta. Maka siapa saja yang memiliki keistimewaan seperti ini, ia wajib untuk diibadahi. Adapun beribadah kepada selain-Nya, maka merupakan ketidakwarasan dan kesyirikan yang merusak urusan dunia maupun akhirat. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan mereka berkata, 'Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.' Katakanlah, '(Tidak!) Tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan dia tidak termasuk golongan orang-orang musyrik.'"(QS. Al-Baqarah: 135)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan (bagi-Nya)."(QS. An-Nisā`: 125)Allah Yang Mahabenar telah menjelaskan bahwa siapa saja yang mengikuti ajaran selain agama Ibrahim Sang Kekasih Allah -'alaihis-salām-; sungguh ia telah memperbodoh dirinya sendiri. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang yang saleh."(QS. Al-Baqarah: 130)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidaklah melahirkan dan tidak pula dilahirkan, serta tidak ada yang setara dan sepadan dengan-Nya. Dia berfirman,"Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa.Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.(QS. Al-Ikhlāṣ: 1-4)Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguhhatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?"(QS. Maryam: 65)Allah -Jalla Sya`nuhu- berfirman,"(Allah) pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Kamu telah dijadikan berkembang biak oleh-Nya dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat."(QS. Asy-Syūrā: 11)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak menempati salah satu tempat makhluk-Nya, tidak bersatu dalam satu tubuh dengan makhluk-Nya, dan tidak juga bersatu dengan apa pun. Hal itu dikarenakan Allah adalah pencipta, sedang selain Allah hanyalah makhluk. Dan Allah Mahakekal, sedangkan yang lain pasti akan binasa. Segala sesuatu itu milik-Nya, sebab Allah adalah penguasanya. Maka, tidak patut bagi Allah menempati salah satu tempat makhluk-Nya, dan tidak layak juga bagi makhluk Allah menempati Zat-Nya. Sebab Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lebih besar dari segala sesuatu dan lebih agung dari seluruh makhluk-Nya. Lantas Allah -Ta'ālā- mengingkari siapa saja yang menyangka bahwa Allah telah menyatu dengan Almasih Isa dalam firman-Nya:"Sungguh, telah kafir orang yang berkata, 'Sesungguhnya Allah itu adalah Almasih putra Maryam.' Katakanlah (Muhammad), 'Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Almasih putra Maryam beserta ibunya dan seluruh (manusia) yang berada di bumi?' Dan milik Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."(QS. Al-Mā`idah: 17)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan milik Allahlah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.Dan mereka berkata, 'Allah mempunyai anak.' Mahasuci Allah, bahkan milik-Nyalah apa yang di langit dan di bumi. Semua tunduk kepada-Nya.Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya, 'Jadilah'. Lalu jadilah ia.(QS. Al-Baqarah: 115-117)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan mereka berkata, 'Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.'Sungguh, kamu telah membawa sesuatu yang sangat mungkar.Hampir saja langit pecah dan bumi terbelah dan gunung-gunung runtuh (karena ucapan itu),karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.Dia (Allah) benar-benar telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari Kiamat dengan sendiri-sendiri."(QS. Maryam: 88-95)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar."(QS. Al-Baqarah: 255)Inilah keagungan Allah dan kerendahan makhluk-Nya; lalu bagaimana mungkin seseorang menjadikan Allah menyatu dengan salah satu makhluk-Nya? Atau menjadikan makhluk-Nya sebagai anak bagi Allah? Atau menjadikan makhluk-Nya sebagai tuhan yang disembah selain Allah?
Allah -Subḥānahū wa Ta'ālā- Maha Penyantun, lagi Maha Penyayang kepada para hamba-Nya. Dan di antara rahmat Allah kepada hamba-Nya, Dia mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab suci; untuk mengeluarkan manusia dari kelamnya kekufuran dan kesyirikan menuju pelita tauhid dan petunjuk. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dialah yang menurunkan ayat-ayat yang terang (Al-Qur`ān) kepada hamba-Nya (Muhammad) untuk mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sungguh, terhadap kamu Allah Maha Penyantun, Maha Penyayang."(QS.Al-Ḥadīd: 9)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."(QS. Al-Anbiyā`: 107)Allah -Ta'ālā- telah memerintahkan Nabi-Nya untuk menyampaikan kepada para hamba-Nya (sebagai bentuk penegasan) bahwa Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(QS. Al-Ḥijr: 49)Di antara bentuk kemurahan Allah dan kasih sayang-Nya; Dia mampu melenyapkan mara bahaya serta mendatangkan kebaikan untuk para hamba-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Yūnus: 107)
Allah adalah Rabb Yang Maha Penyayang; Dia sendiri yang akan menghisab seluruh makhluk-Nya pada hari Kiamat kelak setelah Dia membangkitkan mereka kembali dari alam kuburnya, lalu setiap makhluk akan diberikan balasan berdasarkan amalannya, baik amal kebaikan maupun keburukan. Siapa yang beramal kebaikan dan ia beriman, maka baginya kesenangan yang abadi (surga). Sebaliknya, siapa yang ingkar dan berbuat keburukan, maka baginya azab yang pedih di hari Kiamat kelak. Dan di antara bentuk sempurnanya keadilan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, kebijaksanaan serta rahmat-Nya kepada makhluk-Nya ialah Dia menjadikan dunia ini sebagai ladang untuk beramal, sedangkan akhirat dijadikan sebagai tempat pembalasan, hisab dan ladang pahala. Demikian itu agar orang yang baik akan mendapat balasan kebaikannya, sedang orang yang jahat, zalim dan suka aniaya akan mendapat balasan atas aniaya dan kezalimannya. Hal seperti ini kadang didustai oleh sebagian orang, padahal Allah telah menegaskan berbagai macam dalil yang menunjukkan bahwa hari kebangkitan itu nyata, tanpa ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya pasti dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."(QS. Fuṣṣilat: 39)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah."(QS. Al-Ḥajj: 5)Allah -Ta'ālā- telah menyebutkan dalam ayat ini tiga dalil akli yang menunjukkan terjadinya hari kebangkitan, yaitu:
1- Sesungguhnya manusia ketika pertama kali diciptakan Allah itu berasal dari tanah. Maka, siapa pun yang mampu menciptakannya dari tanah, dia pasti mampu juga menghidupkannya kembali ketika ia telah menjadi tanah (mati).
2- Sejatinya siapa pun yang mampu menciptakan manusia dari air mani; pasti mampu juga menghidupkannya kembali setelah ia mati.
3- Sesungguhnya siapa pun yang mampu menghidupkan (menumbuhkan) bumi dengan air hujan setelah sebelumnya tandus; pasti mampu juga menghidupkan manusia kembali setelah kematiannya. Dalam ayat ini terdapat dalil yang agung terkait kemukjizatan Al-Qur`ān, di mana ayat ini -yang tidak terlalu panjang- mampu membawakan tiga bukti (dalil) akli yang brilian sekaligus yang seluruhnya membuktikan satu persoalan yang agung.
Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati; sungguh, Kami akan melaksanakannya."(QS. Al-Anbiyā`: 104)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, 'Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?'Katakanlah (Muhammad), "Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk."(QS. Yāsīn: 78-79)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya?Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang.Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh."(QS. An-Nāzi'āt: 27-32)Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa penciptaan manusia itu lebih mudah dibandingkan penciptaan langit dan bumi serta seisinya. Dengan demikian; siapa pun yang mampu menciptakan langit dan bumi maka tidaklah susah baginya untuk menghidupkan manusia kembali setelah kematiannya.
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- menciptakan Adam dari tanah, lantas menjadikan anak keturunannya semakin bertambah banyak setelahnya. Maka sejatinya seluruh manusia itu sama derajatnya; tidak ada yang membedakan antara jenis ras yang satu dengan yang lain, dan tidak pula suku yang satu dengan yang lain melainkan ketakwaan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti."(QS. Al-Ḥujurāt: 13)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang wanita pun yang mengandung dan melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauḥ Maḥfūẓ). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah."(QS. Fāṭir: 11)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami berbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti."(QS. Gāfir: 67)Allah -Ta'ālā- berfirman untuk menegaskan bahwa Dia menciptakan Almasih Isa sesuai dengan ketentuan kauni, sebagaimana Dia menciptakan Nabi Adam dari tanah yang juga sesuai dengan ketentuan kauni. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah sesuatu itu."(QS. Āli 'Imrān: 59)Sebagaimana telah disebutkan pada paragraf nomor 2; yaitu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjelaskan bahwa seluruh manusia itu sama kedudukannya, tidak ada yang membedakan antara yang satu dengan yang lain kecuali dengan ketakwaan.
Setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."(QS. Ar-Rūm: 30). Ḥanīfiyyah (agama yang lurus) adalah agama Ibrahim Al-Khalīl -'alaihis-salām-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), 'Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang yang musyrik.'"(QS. An-Naḥl: 123)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak ada satu bayi pun kecuali dilahirkan di atas fitrah (Islam). Lalu kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Sebagaimana binatang melahirkan anaknya selamat tanpa cacat, apakah kalian melihat ada cacat padanya?"Lantas Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- membaca ayat:"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."(QS. Ar-Rūm: 30)(Sahih Bukhari: 4775)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Ketahuilah, sesungguhnya Rabb-ku telah memerintahkan kepadaku untuk mengajarkan apa saja yang tidak kalian ketahui terkait apa-apa yang telah Dia ajarkan kepadaku pada hari ini: 'Setiap harta yang Aku berikan kepada hamba-Ku adalah halal. Dan sesungguhnya Aku telah ciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (beragama tauhid), kemudian setan datang kepada mereka lalu mengeluarkan mereka dari agama mereka, mengharamkan apa saja yang Aku halalkan bagi mereka, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku padahal Aku tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya.'"(HR. Muslim: 2865).
Tidak ada satu pun manusia yang dilahirkan dengan membawa dosa atau mewarisi dosa orang lain. Allah -Ta'ālā- mengabarkan bahwa ketika Nabi Adam -'alaihis-salām- melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang bersama istrinya, Hawa, beliau langsung menyesal dan bertobat seraya meminta ampunan kepada Allah. Akhirnya, Allah mengilhamkan kepadanya agar mengucapkan kalimat yang baik. Lantas beliau mengucapkan kalimat tersebut hingga akhirnya Allah menerima tobat keduanya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Kami berfirman, 'Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!'Lalu setan menggelincirkan keduanya dari surga sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya di sana (surga). Dan Kami berfirman, 'Turunlah kalian! Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kalian ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.'Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.Kami berfirman, 'Turunlah kalian semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut bagi mereka dan mereka tidak bersedih hati.'"(QS. Al-Baqarah: 35-38)Tatkala Allah menerima tobat Nabi Adam -'alaihis-salām-, maka beliau sudah dianggap tidak berdosa. Dengan demikian, setiap anak keturunannya kelak tidak mewarisi dosa (dari Nabi Adam), lantaran dosa beliau telah terhapuskan dengan tobat; karena pada dasarnya seseorang tidak memikul dosa orang lain. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan tidaklah seseorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."(QS. Al-An'ām: 164)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul."(QS. Al-Isrā`: 15)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu maka tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan salat. Barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah tempat kembali."(QS. Fāṭir: 18)
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah semata. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."(QS. Aż-Żāriyāt: 56)
Islam memuliakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Allah -Ta'ālā- menciptakan manusia agar kelak menjadi khalifah di atas muka bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'"(QS. Al-Baqarah: 30)Penghargaan dari Allah ini berlaku untuk seluruh anak keturunan Nabi Adam. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."(QS. Al-Isrā`: 70)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."(QS. At-Ṭīn: 4)Allah melarang manusia untuk menjadikan dirinya sebagai pengikut hina yang selalu tunduk kepada makhluk selain Allah, baik yang disembah, diikuti atau pun ditaati. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu semuanya hanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal. (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali."(QS. Al-Baqarah: 165-166)Allah -Ta'ālā- berfirman untuk menjelaskan tentang kondisi para pengikut dengan orang yang diikuti karena kesesatannya pada hari Kiamat kelak:"Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, 'Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa.Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, '(Tidak!) Sebenarnya tipu daya(mu) pada waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami agar kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.' Mereka menyatakan penyesalan ketika mereka melihat azab. Dan Kami pasangkan belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."(QS. Saba`: 32-33)Di antara bentuk sempurnanya keadilan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- pada hari Kiamat kelak adalah para dai dan pemimpin yang menyesatkan akan memikul dosa mereka sendiri dan dosa orang-orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun bahwa mereka disesatkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul itu."(QS. An-Naḥl: 25)Islam telah menjamin seluruh hak-hak manusia dengan sempurna di dunia dan di akhirat. Di antara hak terbesar yang dijamin oleh Islam dan telah disampaikannya kepada manusia adalah hak Allah atas manusia serta hak manusia atas Allah.Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Aku pernah dibonceng oleh Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu beliau bersabda, "Wahai Mu'āż!" Aku menjawab, "Ya, saya memenuhi panggilan Anda dengan senang hati." Beliau bersabda seperti itu hingga tiga kali, lalu beliau melanjutkan, "Apakah kamu tahu hak Allah atas hamba-Nya?" Aku menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun." Kemudian beliau melanjutkan perjalanannya sesaat lalu bersabda lagi, "Wahai Mu'āż!" Jawabku, "Ya, aku penuhi panggilan Anda dengan senang hati." Beliau bersabda, "Apakah kamu tahu hak hamba atas Allah jika hamba tersebut melaksanakan hal itu? Yaitu Allah tidak akan menyiksa mereka."(Sahih Bukhari: 6840)Islam menjamin untuk penganutnya agamanya yang lurus, anak keturunannya, harta hingga kehormatannya.Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian, harta benda kalian dan kehormatan kalian, seperti haramnya (sucinya) hari kalian sekarang ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian ini."(Sahih Bukhari: 6501)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menyampaikan perjanjian agung ini di Haji Wadā' (Arafah) yang dihadiri lebih dari seratus ribu sahabat. Beliau juga telah mengulang-ulang wasiat ini serta menegaskannya kembali di hari penyembelihan kurban (10 Zulhijah) di Haji Wadā'.Islam juga telah menjadikan manusia sebagai penanggung jawab atas seluruh pilihan hidupnya, perbuatan dan tingkah lakunya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari Kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu."(QS. Al-Isrā`: 13-14)Maksudnya, setiap perbuatan yang baik maupun yang buruk; pasti Allah akan tetapkan untuk pelakunya dan tidak akan Allah timpakan kepada orang lain. Dengan demikian, seseorang tidak akan dihisab atas perbuatan orang lain, dan orang lain pun tidak akan dihisab atas perbuatan orang tersebut. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya."(QS. Al-Insyiqāq: 6)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi para hamba."(QS. Fuṣṣilat: 46)Islam menimpakan tanggung jawab setiap perbuatan kepada pelakunya; baik perbuatannya itu membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudaratan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."(QS. An-Nisā`: 111)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya."(QS. Al-Mā`idah: 32)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah setiap jiwa yang dibunuh secara zalim, melainkan anak Adam yang pertama ikut menanggung dosa pembunuhan tersebut, karena dialah yang pertama kali melakukan pembunuhan."(Sahih Muslim: 5150)
Islam menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hal amal perbuatan, tanggung jawab, balasan atas perbuatan dan pahala. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun."(QS. An-Nisā`: 124)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."(QS. An-Naḥl: 97)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan diberikan balasan melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga; mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab."(QS. Gāfir: 40)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."(QS. Al-Aḥzāb: 35)
Islam menjadikan wanita itu saudara kandung laki-laki (memiliki derajat hukum yang sama).Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya wanita itu saudara kandung laki-laki."(HR. Tirmizi: 113)Di antara bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita ialah Islam mewajibkan bagi seorang anak laki-laki untuk menafkahi ibunya bila ia mampu.Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tangan yang memberi itu lebih utama, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu: ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, kemudian yang terdekat darimu dan yang terdekat."(HR. Imam Ahmad)Nanti akan disebutkan penjelasan khusus yang berkaitan dengan kedudukan kedua orang tua -dengan izin Allah- pada poin ke-29.Di antara bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita ialah Islam mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istrinya bila ia mampu. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan."(QS. Aṭ-Ṭalāq: 7)Seseorang pernah bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Apa hak seorang istri dari suaminya?" Beliau menjawab, "Kamu memberinya makan sebagaimana kamu makan, memberinya pakaian sebagaimana kamu berpakaian, tidak memukul wajahnya, dan tidak menjelek-jelekkannya."(HR. Imam Ahmad)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda untuk menjelaskan beberapa hak wanita yang harus ditunaikan oleh para suaminya,"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf."(Sahih Muslim)Nabi -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Cukuplah seseorang berdosa akibat menelantarkan orang yang wajib dia nafkahi."(HR. Imam Ahmad)Al-Khaṭṭābiy berkata,"Sabda Nabi: 'Orang yang wajib dia nafkahi', artinya orang yang wajib ditanggung kebutuhan pokoknya. Maksudnya, Nabi seolah-olah menyampaikan kepada orang yang mau bersedekah: janganlah engkau bersedekah dengan sesuatu sedangkan keluargamu belum tercukupi; demi mengharap pahala. Sebab hal tersebut dapat mendatangkan dosa bila engkau menelantarkan keluargamu."Di antara bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita ialah Islam mewajibkan seorang ayah untuk memberikan nafkah kepada putrinya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf."(QS. Al-Baqarah: 233)Allah menjelaskan bahwa kewajiban seorang ayah kandung kepada anaknya adalah memberikan makan dan pakaian dengan cara yang makruf. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya."(QS. Aṭ-Ṭalāq: 6)Allah mewajibkan seorang ayah untuk memberikan upah atas penyusuan anak. Hal ini menunjukkan akan kewajiban ayah untuk memberikan nafkah kepada anaknya. Adapun anak di sini mencakup laki-laki dan perempuan juga. Dalam hadis berikut terdapat dalil pula akan kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya dan anak-anaknya.Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- meriwayatkan, bahwa Hindun binti 'Utbah berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Abu Sufyān itu orangnya sangat pelit, maka aku perlu mengambil hartanya (tanpa sepengetahuannya)!" Lantas Nabi menjawab,"Ambillah apa yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang makruf (wajar)."(HR. Bukhari)Nabi yang mulia juga menjelaskan keutamaan memberikan nafkah kepada anak-anak perempuan dan saudara perempuan. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Barangsiapa yang menanggung (nafkah) dua atau tiga orang anak perempuan, atau dua atau tiga orang saudara perempuan, hingga mereka dewasa atau ia meninggal lebih dulu dari mereka, maka aku bersamanya di surga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari tengah dan telunjuknya.(As-Silsilah Aṣ-Ṣaḥiḥah: 296)
Kematian bukanlah kefanaan yang abadi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu kamu akan dikembalikan."(QS. As-Sajadah: 11)Kematian akan dirasakan jasad dan roh; roh dianggap mati manakala berpisah dari jasad. Akan tetapi, roh akan kembali lagi ke jasad setelah hari kebangkitan pada hari Kiamat kelak. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir."(QS. Az-Zumar: 42)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya jika roh telah diambil, maka ia akan diikuti oleh penglihatan mata."(HR. Muslim: 920)Setelah kematian, manusia akan berpindah dari ladang amal (dunia) menuju tempat pembalasan (akhirat). Allah -Ta'ālā- berfirman,"Hanya kepada-Nya kamu semua akan kembali. Itu merupakan janji Allah yang benar dan pasti. Sesungguhnya Dialah yang memulai penciptaan makhluk kemudian mengulanginya (menghidupkannya kembali setelah bangkit), agar Dia memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dengan adil. Sedangkan untuk orang-orang kafir (disediakan) minuman air yang mendidih dan siksaan yang pedih karena kekafiran mereka."(QS. Yūnus: 4)
Roh manusia setelah kematiannya tidak akan berpindah ke jasad orang lain, serta tidak pula mengalami reinkarnasi pada jasad yang lain. Klaim reinkarnasi itu bertentangan dengan akal dan pancaindra, serta tidak ada satu riwayat pun yang mendukung keyakinan seperti ini dari para nabi -'alaihimus-salām-.
Islam senantiasa mengajak kepada keimanan terhadap pokok-pokok dasar iman yang agung, sebagaimana yang didakwahkan oleh seluruh nabi dan rasul -'alaihimus-salām-, yaitu:
Pertama: Mengimani Allah sebagai Rabb (Tuhan), Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam semesta serta satu-satunya yang patut disembah. Setiap ibadah kepada selain Allah, merupakan ibadah yang batil (sesat), sebab setiap yang disembah selain Allah itu adalah batil, sehingga tidak layak melakukan ibadah kecuali hanya kepada-Nya. Ibadah tidak sah kecuali hanya kepada-Nya. Dalil yang berkaitan dengan persoalan ini telah disebutkan pada poin ke-8.
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- telah menjelaskan pokok-pokok dasar yang agung ini dalam banyak ayat dalam Al-Qur`ān yang mulia, di antaranya adalah firman-Nya:"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), 'Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.' Dan mereka berkata, 'Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.'"(QS. Al-Baqarah: 285)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."(QS. Al-Baqarah: 177)Allah -Ta'ālā- juga mengajak untuk mengimani pokok-pokok keimanan ini dan menjelaskan bahwa setiap orang yang mengingkarinya maka ia telah tersesat sangat jauh. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (Al-Qur`ān) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh."(QS. An-Nisā`: 136)Dalam hadis riwayat Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-, dia berkata,"Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, kemudian ia berkata, 'Wahai Muhammad! Kabarkanlah kepadaku tentang Islam?' Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, 'Islam ialah Anda bersaksi bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan berpuasa Ramadan, serta berhaji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.' Dia berkata, 'Kamu benar.' Umar berkata, 'Maka kami heran terhadapnya karena dia menanyakannya lalu membenarkannya.' Dia bertanya lagi, 'Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu?' Beliau menjawab, 'Anda beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.' Dia berkata, 'Kamu benar.' Dia bertanya, 'Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?' Beliau menjawab, 'Anda menyembah Allah seakan-akan Anda melihat-Nya, maka jika Anda tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.'"(Sahih Muslim: 8)Dalam hadis ini, Jibril -'alaihis-salām- mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantas bertanya kepada beliau tentang tingkatan agama Islam, yaitu Islam, iman, dan ihsan. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu menjawabnya, kemudian beliau memberitahukan kepada para sahabatnya -raḍiyallāhu 'anhum- bahwa lelaki yang datang tersebut adalah Jibril -'alaihis-salām- yang mendatangi para sahabat untuk mengajarkan kepada mereka tentang agama mereka. Inilah sejatinya inti ajaran Islam; risalah Allah yang dibawa Jibril -'alaihis-salām-, lalu disampaikan kepada manusia oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, serta dijaga dengan baik oleh para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dan disampaikan kepada generasi selanjutnya.Kedua: Mengimani para malaikat. Mereka adalah makhluk gaib yang Allah ciptakan dan jadikan dengan rupa yang khusus. Allah membebani mereka dengan tugas yang mulia. Di antara tugas mereka yang paling agung adalah menyampaikan risalah Allah kepada para rasul dan nabi -'alaihimus-salām-. Adapun malaikat yang paling mulia adalah Jibril -'alaihis-salām-. Di antara dalil yang menunjukkan turunnya Jibril dengan membawa wahyu kepada para rasul adalah firman Allah -Ta'ālā-:"Dia menurunkan para malaikat membawa wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, (dengan berfirman) yaitu, 'Peringatkanlah (hamba-hamba-Ku), bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.'"(QS. An-Naḥl: 2)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, (Al-Qur`ān) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam.Yang dibawa turun oleh Ar-Rūḥ Al-Amīn (Jibril),ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,dengan bahasa Arab yang jelas.Dan sungguh, (Al-Qur`ān) itu (disebut) dalam kitab-kitab orang yang terdahulu.(QS. Asy-Syu'arā`: 192-196)Ketiga: Mengimani kitab-kitab Allah, semisal: Taurat, Injil, Zabur -sebelum ketiganya mengalami distorsi- dan Al-Qur`ān. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur`ān) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh."(QS. An-Nisā`: 136)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dia menurunkan Kitab (Al-Qur`ān) kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan Dia menurunkan Taurat dan Injilsebelumnya, sebagai petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqān. Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh azab yang berat. Allah Mahaperkasa lagi mempunyai balasan (siksa)."(QS. Āli 'Imrān: 3-4)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), 'Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.' Dan mereka berkata, 'Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.'"(QS. Al-Baqarah: 285)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.'"(QS. Āli 'Imrān: 84)Keempat: Mengimani seluruh nabi dan rasul. Wajib hukumnya mengimani seluruh nabi dan rasul, serta meyakini bahwa mereka semua adalah utusan Allah yang ditugasi untuk menyampaikan berbagai risalah Allah, ajaran agama dan syariat-Nya kepada umat mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami berserah diri kepada-Nya.'"(QS. Al-Baqarah: 136)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), 'Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.' Dan mereka berkata, 'Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.'"(QS. Al-Baqarah: 285)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak-cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.'"(QS. Āli 'Imrān: 84).Juga mengimani penutup para nabi dan rasul, yaitu Muhammad Rasulullah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya. Allah berfirman, 'Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?' Mereka menjawab, 'Kami setuju.' Allah berfirman, 'Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu.'"(QS. Āli 'Imrān: 81)Islam mewajibkan untuk mengimani seluruh nabi dan rasul -'alaihimuṣ-ṣalāh was-sallām- secara umum. Dan mewajibkan pula mengimani penutup para nabi, yaitu Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Hai Ahli Kitab! Kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al-Qur`ān yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.'"(QS. Al-Mā`idah: 68)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.' Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim.'"(QS. Āli 'Imrān: 64)Barangsiapa yang mengingkari satu nabi saja, maka ia dianggap telah mengingkari seluruh nabi dan rasul -'alaihimus-salām-. Oleh karena itu, Allah berfirman mengabarkan hukum-Nya terhadap kaum Nabi Nuh -'alaihis-salām-,"Kaum Nuh telah mendustakan para rasul."(QS. Asy-Syu'arā`: 105)Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Nabi Nuh -'alaihis-salām- adalah rasul pertama. Namun, tatkala kaumnya mengingkari ajakan beliau, maka kedustaan mereka kepada beliau dianggap kedustaan pula kepada seluruh nabi dan rasul; karena dakwah para nabi dan tujuan mereka semua itu sama.Kelima: Mengimani hari akhir, yaitu hari Kiamat. Di akhir kehidupan dunia ini, Allah akan memerintahkan malaikat Israfil -'alaihis-salām- untuk meniup (sangkakala) dengan satu tiupan. Akhirnya, semua makhluk yang dikehendaki Allah akan pingsan dan mati. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian, ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)."(QS. Az-Zumar: 68)Bila seluruh yang hidup di langit dan di bumi telah binasa kecuali yang Allah kehendaki, Allah akan menggulung langit dan bumi; sebagaimana firman-Nya:"(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati; sungguh, Kami akan melaksanakannya."(QS. Al-Anbiyā`: 104)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan."(QS. Az-Zumar: 67)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah akan melipat semua langit kelak di hari Kiamat, kemudian Dia menggenggamnya dengan tangan kanan-Nya dan berfirman, 'Akulah Maharaja, di manakah orang-orang yang bertindak sewenang-wenang? Di manakah orang-orang yang sombong?' Kemudian Dia melipat tujuh lapis bumi dan menggenggamnya dengan tangan kiri-Nya seraya berfirman, 'Akulah Maharaja, di manakah orang-orang yang bertindak sewenang-wenang? Di manakah orang-orang sombong?'"(HR. Muslim).Kemudian Allah memerintahkan malaikat (peniup sangkakala) untuk meniup sangkakala sekali lagi. Tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)."(QS. Az-Zumar: 68)Bila manusia telah dibangkitkan oleh Allah, Allah akan menggiring mereka untuk menghisab amalan mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami."(QS. Qāf: 44)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Yaitu) pada hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tidak sesuatu pun keadaan mereka yang tersembunyi di sisi Allah. (Lalu Allah berfirman), 'Milik siapakah kerajaan pada hari ini?' Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan."(QS. Gāfir:16)Pada hari itu, Allah akan menghisab seluruh amalan manusia; setiap orang zalim pasti akan dikisas (dituntut balas) oleh orang yang dizalimi dan setiap manusia akan dibalas berdasarkan perbuatannya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Pada hari ini, setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya."(QS. Gāfir: 17)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya."(QS. An-Nisā`: 40)Allah -Ta'ālā- juga berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya."(QS. Az-Zalzalah: 7-8)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekali pun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan."(QS. Al-Anbiyā`: 47)Setelah selesainya proses kebangkitan dan hisab, manusia akan melalui proses pembalasan. Siapa yang berbuat kebaikan, baginya nikmat abadi yang tak pernah sirna. Namun, siapa yang berbuat keburukan dan kekufuran, maka baginya azab. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kekuasaan pada hari itu ada pada Allah, Dia memberi keputusan di antara mereka. Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan berada dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, maka bagi mereka azab yang menghinakan."(QS. Al-Ḥajj: 56-57)Kita menyadari bahwa seandainya kehidupan dunia itu akhir dari segalanya, niscaya kehidupan ini dan keberadaannya akan menjadi sia-sia belaka. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?"(QS. Al-Mu`minūn: 115)Keenam: Mengimani kada dan kadar Allah. Artinya; wajib hukumnya mengimani bahwa Allah mengetahui segala sesuatu di alam semesta ini, baik yang terjadi pada masa lampau atau yang sedang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi pada masa mendatang. Dan wajib mengimani pula bahwa Allah telah mencatat seluruh peristiwa tersebut sebelum diciptakannya langit dan bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya, tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata (Lauḥ Maḥfūẓ)."(QS. Al-An'ām: 59)Ilmu Allah juga benar-benar meliputi segala sesuatu. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya, benar-benar meliputi segala sesuatu."(QS. Aṭ-Ṭalāq: 12)Tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi di alam semesta ini kecuali telah dikehendaki, diinginkan, diciptakan dan dimudahkan urusannya oleh Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan, dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat."(QS. Al-Furqān: 2)Dalam permasalahan ini terdapat hikmah Allah yang sempurna, yang mampu dijangkau oleh manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,"(itulah) suatu hikmah yang sempurna. Tetapi peringatan-peringatan itu tidak berguna (bagi mereka)."(QS. Al-Qamar: 5)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."(QS. Ar-Rūm: 27)Allah -Ta'ālā- telah menyifati diri-Nya dengan hikmah (bijaksana) dan menamakan diri-Nya dengan Al-Ḥakīm (Mahabijaksana). Dia berfirman,"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (Juga menyatakan yang demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."(QS. Āli 'Imrān: 18)Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan tentang Isa -'alaihis-salām- bahwa beliau akan berkomunikasi langsung dengan Allah kelak pada hari Kiamat seraya berkata,"Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."(QS. Al-Mā`idah: 118)Allah -Ta'ālā- juga berfirman kepada Nabi Musa -'alaihis-salām- tatkala Allah memanggilnya, sedang beliau berada di dekat bukit Ṭūr,"Wahai Musa! Sesungguhnya Aku adalah Allah, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."(QS. An-Naml: 9)Dan Al-Qur`ān juga disifati dengan sifat bijaksana. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Alif lām rā`. (Inilah) kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Mahateliti."(QS. Hūd: 1)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka Jahanam dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)."(QS. Al-Isrā`: 39)
Para nabi -'alaihimus-salām- maksum (terpelihara dari dosa) dalam menyampaikan wahyu Allah; karena Allah telah memilih makhluk terbaik-Nya untuk menyampaikan berbagai risalah-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."(QS. Al-Ḥajj: 75)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing)."(QS. Āli 'Imrān: 33)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Allah) berfirman, 'Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) engkau dari manusia yang lain (pada masamu) untuk membawa risalah-Ku dan firman-Ku, sebab itu berpegangteguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur.'"(QS. Al-A'rāf: 144)Para rasul mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada mereka adalah wahyu ilahi dan mereka pun bisa menyaksikan langsung para malaikat turun dengan membawa wahyu. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dia mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu.Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhan-nya, sedang ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu."(QS. Al-Jinn: 26-28)Allah juga memerintahkan mereka untuk menyampaikan berbagai risalah-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir."(QS. Al-Mā`idah: 67)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Sungguh Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."(QS. An-Nisā`: 165)Para rasul -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām- sejatinya sangat takut dan tidak berani kepada Allah. Oleh karena itu, mereka tidak ada yang berani menambah risalah-Nya dan tidak berani pula menguranginya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sekiranya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya.Kemudian Kami potong pembuluh jantungnya.Maka tidak seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami untuk menghukumnya)."(QS. Al-Ḥāqqah: 44-47)Ibnu Kaṡīr -raḥimahullāh- berkata,"Allah -Ta'ālā- berfirman, 'Seandainya dia mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami'; yakni Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Jika saja dia seperti yang mereka tuduhkan, yakni mengadakan kedustaan atas nama Kami sehingga dia memberikan tambahan atau pengurangan pada risalah tersebut, atau dia mengatakan sesuatu yang berasal dari dirinya sendiri, lalu menisbahkannya kepada Kami, sedang Kami tidak pernah mengatakannya, pasti Kami menyegerakan siksaan untuknya. Oleh karena itu, Allah berfirman, 'Niscaya Kami benar-benar akan siksa dia dengan tangan kanan.' Ada yang berpendapat bahwa artinya adalah Kami akan membalasnya dengan tangan kanan, karena tangan kanan itu mempunyai kekuatan lebih dahsyat. Dan ada juga yang berpendapat, yakni niscaya Kami akan pegang tangan kanannya."Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, 'Hai Isa putra Maryam! Adakah kamu mengatakan kepada manusia: jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah? Isa menjawab, 'Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.'"(QS. Al-Mā`idah: 116-117)Di antara keutamaan yang Allah karuniakan kepada para nabi dan rasul -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām- adalah bahwa Allah meneguhkan hati mereka dalam menyampaikan risalah-risalah-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dia (Hūd) menjawab, 'Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun, melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.'"(QS. Hūd: 54-56)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan mereka hampir memalingkan engkau (Muhammad) dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar engkau mengada-adakan yang lain terhadap Kami; dan jika demikian tentu mereka menjadikan engkau sahabat yang setia.Dan sekiranya Kami tidak memperteguh (hati)mu, niscaya engkau hampir saja condong sedikit kepada mereka.Jika demikian, tentu akan Kami rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan berlipat ganda setelah mati, dan engkau (Muhammad) tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap Kami."(QS. Al-Isrā`: 73-75)Ayat-ayat ini dan yang sebelumnya menjadi saksi dan dalil bahwa Al-Qur`ān diturunkan oleh Allah, Tuhan semesta alam. Sebab, bila Al-Qur`ān itu berasal dari Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, niscaya beliau tidak akan menyematkan semisal ayat ancaman yang ditujukan pada dirinya sendiri tersebut dalam Al-Qur`ān.Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- senantiasa melindungi para rasul-Nya dari gangguan manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir."(QS. Al-Mā`idah: 67)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan bacakanlah kepada mereka berita penting (tentang) Nuh ketika (dia) berkata kepada kaumnya, 'Wahai kaumku! Jika terasa berat bagimu aku tinggal (bersamamu) dan peringatanku dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah aku bertawakal. Karena itu, bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku), dan janganlah keputusanmu itu dirahasiakan. Kemudian bertindaklah terhadap diriku, dan janganlah kamu tunda lagi!"(QS. Yūnus: 71)Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan ucapan Nabi Musa -'alaihis-salām-:"Berkatalah mereka berdua, 'Ya Tuhan kami! Sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas.' Allah berfirman, 'Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.'"(QS. Ṭāhā: 45-46)Allah -Ta'ālā- menjelaskan bahwa Dia akan selalu menjaga para rasul-Nya -'alaihimus-salām- dari gangguan para musuhnya; agar mereka tidak terkena keburukannya. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- juga mengabarkan bahwa Dia selalu memelihara wahyu-Nya, tidak ada yang ditambah dan tidak ada yang dikurangi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur`ān dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."(QS. Al-Ḥijr: 9)Para nabi -'alaihimus-salām- itu terjaga dari segala hal yang menyelisihi akal maupun perangai yang mulia. Allah -Ta'ālā- berfirman menyucikan Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,"Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur."(QS. Al-Qalam: 4)Dia juga berfirman,"Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila."(QS. At-Takwīr: 22)Hal tersebut dilakukan; agar para nabi dapat menjalankan tugas mereka dalam menyampaikan wahyu dengan sebaik-baiknya. Para nabi -'alaihimus-salām- sejatinya adalah para mukalaf yang dibebani untuk menyampaikan perintah-perintah Allah kepada hamba-Nya. Dengan demikian; mereka tidak memiliki sama sekali keistimewaan yang berkaitan dengan rubūbiyyah dan ulūhiyyah. Namun, mereka hanyalah manusia biasa seperti yang lain, hanya saja Allah telah melebihkan mereka dari yang lain dengan menurunkan wahyu kepada mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, 'Kami hanyalah manusia seperti kamu, tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Tidak pantas bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah saja hendaknya orang yang beriman itu bertawakal.'"(QS. Ibrāhīm: 11)Allah -Ta'ālā- juga berfirman memerintahkan kepada Rasul-Nya, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar menyampaikan kepada kaumnya,"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: bahwa sesungguhnya sesembahan kamu adalah Ilah Yang Esa. Maka barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia berbuat kemusyrikan sedikit pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.'"(QS. Al-Kahf: 110)
Islam menyerukan peribadatan hanya kepada Allah semata dengan menegakkan ibadah yang agung dan juga jenis-jenis ibadah yang lain. Ibadah-ibadah yang agung ini telah Allah wajibkan untuk seluruh nabi dan rasul -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-. Di antara ibadah-ibadah yang agung adalah:
Pertama: Salat Allah telah mewajibkannya kepada kaum muslimin sebagaimana Dia telah wajibkan pula kepada seluruh nabi dan rasul -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-. Bahkan Allah telah memerintahkan Nabi-Nya, Al-Khalīl Ibrahim -'alaihis-salām- agar senantiasa menjaga kesucian Baitullah yang diperuntukkan bagi orang-orang yang melakukan tawaf dan salat dengan mengerjakan rukuk dan sujudnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Kakbah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah Makam Ibrahim itu sebagai tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, 'Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang bertawaf, orang yang beriktikaf dan orang yang melakukan rukuk dan sujud!'"(QS. Al-Baqarah: 125)Allah juga telah mewajibkannya kepada Nabi Musa -'alaihis-salām- ketika Allah memanggil-Nya pertama kali. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Aku adalah Tuhanmu, maka lepaskan kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Ṭuwā.Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku."(QS. Ṭāhā: 12-14)Almasih Isa -'alaihis-salām- juga menyampaikan bahwa Allah telah memerintahkannya untuk menunaikan salat dan zakat; beliau mengatakan sebagaimana yang telah Allah kabarkan dalam firman-Nya:"Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup."(QS. Maryam: 31)Salat dalam agama Islam itu terdiri dari gerakan berdiri, rukuk, sujud, zikir kepada Allah, pujian untuk-Nya serta doa; setiap muslim harus menunaikannya lima kali dalam sehari. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Peliharalah semua salat dan salat wusṭa (salat asar), dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk."(QS. Al-Baqarah: 238)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."(QS. Al-Isrā`: 78)Nabi -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Adapun rukuk, maka agungkanlah Rabb -'Azza wa Jalla- di dalamnya. Sedangkan sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat pantas untuk dikabulkan bagi kalian."(Sahih Muslim)Kedua: Zakat Allah mewajibkannya kepada kaum muslimin, sebagaimana Dia telah wajibkan kepada para nabi dan rasul terdahulu -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-. Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah (untuk dikeluarkan) berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku; ia wajib pada harta yang dimiliki orang-orang kaya, yang selanjutnya didistribusikan kepada orang-orang fakir atau selainnya dengan dikeluarkan sekali dalam satu tahun. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."(QS. At-Taubah: 103)Tatkala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengutus Mu'āż -raḍiyallāhu 'anhu- ke Yaman, beliau bersabda kepadanya,"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka serulah mereka kepada syahadat bahwa tiada ilah selain Allah dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu dalam masalah ini, maka ajarkanlah bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka lima kali salat sehari semalam. Jika mereka telah menaatimu dalam masalah itu, maka ajarkanlah bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka menaatimu dalam masalah itu, maka tinggalkanlah harta-harta mereka yang bagus. Takutlah terhadap doa orang terzalimi karena doa antara dia dengan Allah tidak ada penghalang apa pun."(HR. Tirmizi: 625)Ketiga: Puasa Allah -Ta'ālā- mewajibkannya kepada kaum muslimin, sebagaimana Dia wajibkan kepada para nabi dan rasul terdahulu -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."(QS. Al-Baqarah: 183)Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa di siang bulan Ramadan. Puasa dapat mendidik nafsu agar dapat menahan keinginan duniawi serta melatih kesabaran.Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah -'Azza wa Jalla- berfirman, 'Puasa adalah milik-Ku, dan Aku sendirilah yang membalasnya. Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena Aku. Puasa adalah perisai, dan bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; kegembiraan ketika ia berbuka dan kegembiraan ketika ia berjumpa dengan Rabb-nya.'"(Sahih Bukhari: 7492)Keempat: Haji Allah mewajibkannya kepada kaum muslimin, sebagaimana Dia wajibkan kepada para nabi dan rasul terdahulu -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-. Bahkan Allah telah memerintahkan Nabi-Nya, Ibrahim Al--Khālīl -'alaihis-salām- untuk menyeru manusia agar mengerjakan haji. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh."(QS. Al-Ḥajj: 27)Allah juga memerintahkan beliau untuk selalu menjaga kesucian rumah yang antik (Baitullah) bagi orang-orang yang haji. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), 'Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang melakukan rukuk dan sujud.'"(QS. Al-Ḥajj: 26)Haji adalah berniat menuju Baitullah di Mekah Al-Mukarramah dengan menunaikan amalan-amalan khusus, yang ditunaikan sekali seumur hidup dan hanya diwajibkan bagi orang yang kuat secara fisik dan mampu secara finansial. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."(QS. Āli 'Imrān: 97)Dalam ibadah haji, kaum muslimin yang berhaji berkumpul di tempat yang sama, seraya mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Yang Maha Pencipta. Mereka juga melaksanakan manasik haji dengan cara yang sama pula. Hal inilah yang mampu menghilangkan kesenjangan sosial, perbedaan tingkat pendidikan serta strata kehidupan mereka.
Di antara keistimewaan terbesar yang menjadi ciri khas ibadah dalam agama Islam adalah tata cara ibadah, waktu pelaksanaan, serta syaratnya ditentukan oleh Allah -Subḥānahū wa Ta'ālā- dan diajarkan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Manusia tidak berhak untuk mengintervensi perkara ibadah sampai kapan pun; baik dengan menambahkan maupun dengan menguranginya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam jadi agama bagimu."(QS. Al-Mā`idah: 3)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka berpegangteguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus."(QS. Az-Zukhruf: 43)Allah -Ta'ālā- juga berfirman tentang ibadah salat,"Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat, ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."(QS. An-Nisā`: 103)Allah -Ta'ālā- juga berfirman tentang orang-orang yang berhak mendapat zakat,"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."(QS. At-Taubah: 60)Allah -Ta'ālā- juga berfirman tentang ibadah puasa,"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`ān sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."(QS. Al-Baqarah: 185)Allah -Ta'ālā- juga berfirman tentang ibadah haji,"(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafaṡ), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!"(QS. Al-Baqarah: 197)Seluruh ibadah yang agung ini telah menjadi ajaran yang disampaikan para nabi -'alaihimus-salām-
Rasul Allah dalam agama Islam adalah Muhammad bin Abdullah yang berasal dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim -'alaihimus-salām-. Beliau dilahirkan di Kota Mekah pada tahun 571 M, dan di tempat itu pula beliau diutus oleh Allah. Kemudian beliau berhijrah ke Kota Madinah. Dahulu, kaumnya menggelari beliau sebagai Al-Amīn (yang jujur dan terpercaya). Beliau tak pernah sekali pun ikut bersama kaumnya dalam penyembahan kepada berhala. Akan tetapi, beliau hanya menyertai mereka dalam amalan-amalan yang mulia. Beliau memiliki akhlak yang mulia sebelum diutus oleh Allah, bahkan Dia telah menyifati beliau sebagai pemilik akhlak yang mulia. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang beliau,"Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur."(QS. Al-Qalam: 4)Allah -Ta'ālā- mengutusnya ketika beliau berusia 40 tahun. Allah -Ta'ālā- juga telah menguatkannya dengan berbagai tanda-tanda keagungan yang mulia (mukjizat). Adapun mukjizat beliau yang paling agung adalah Al-Qur`ān Al-Karīm.Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak seorang nabi pun kecuali ia diberi beberapa mukjizat yang tak bisa diserupai oleh apa pun sehingga manusia mengimaninya, namun yang diberikan kepadaku hanyalah berupa wahyu yang Allah wahyukan kepadaku, maka aku berharap menjadi manusia yang paling banyak pengikutnya di hari Kiamat."(Sahih Bukhari)Al-Qur`ān yang mulia adalah wahyu Allah kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Allah berfirman tentang Al-Qur`ān,"Kitab (Al-Qur`ān) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa."(QS. Al-Baqarah: 2)Allah -Ta'ālā- juga berfirman tentang Al-Qur`ān,"Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur`ān? Sekiranya (Al-Qur`ān) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya."(QS. An-Nisā`: 82)Allah telah menantang bangsa manusia dan jin untuk mendatangkan yang semisal dengan Al-Qur`ān. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur`ān ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."(QS. Al-Isrā`: 88)Allah juga telah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surah yang semisal dengan sepuluh surah yang ada di dalam Al-Qur`ān. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Bahkan mereka mengatakan, 'Dia (Muhammad) telah membuat-buat Al-Qur`ān itu.' Katakanlah, '(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qur`ān) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.'"(QS. Hūd: 13)Bahkan Allah menantang mereka untuk mendatangkan satu surah saja yang semisal dengan satu surah yang ada di dalam Al-Qur`ān. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika kamu meragukan (Al-Qur`ān) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."(QS. Al-Baqarah: 23)
(QS. Al-Isrā`: 88)
Allah juga telah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surah yang semisal dengan sepuluh surah yang ada di dalam Al-Qur`ān. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Bahkan mereka mengatakan, 'Dia (Muhammad) telah membuat-buat Al-Qur`ān itu.' Katakanlah, '(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qur`ān) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.'"
(QS. Hūd: 13)
Bahkan Allah menantang mereka untuk mendatangkan satu surah saja yang semisal dengan satu surah yang ada di dalam Al-Qur`ān. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan jika kamu meragukan (Al-Qur`ān) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."
(QS. Al-Baqarah: 23)
Al-Qur`ān menjadi satu-satunya mukjizat para nabi yang masih ada hingga saat ini. Tatkala Allah telah menyempurnakan agama ini dan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga telah menyampaikannya dengan sempurna, beliau kemudian wafat di usia 63 tahun. Lalu beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dikuburkan di Kota Madinah Munawwarah.
Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah penutup para nabi dan rasul. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."(QS. Al-Aḥzāb: 40)Diriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu lubang batu bata (yang belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata, 'Duh, seandainya ada orang yang meletakkan batu bata di tempatnya ini.' Beliau bersabda, 'Maka akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para nabi.'"(Sahih Bukhari)Di dalam Kitab Injil, Almasih -'alaihis-salām- memberikan kabar gembira akan diutusnya Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:"Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci?" Yesus berkata kepada mereka dari pihak Tuhan, "Ini merupakan suatu perbuatan ajaib di mata kita." Dan dalam Kitab Taurat yang masih ada saat ini juga terdapat perkataan Allah -Ta'ālā- kepada Nabi Musa -'alaihis-salām-: "Seorang nabi akan Aku bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau (Musa) ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya."Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diutus Allah -Ta'ālā- dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar. Allah -Ta'ālā- telah bersaksi untuknya bahwa ia berada di atas kebenaran dan bahwa Dia mengutusnya sebagai juru dakwah yang senantiasa mengajak kepada kebenaran atas izin-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur`ān) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat pun menyaksikan. Dan cukuplah Allah menjadi saksi."(QS. An-Nisā`: 166)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi."(QS. Al-Fatḥ: 28)Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- mengutus beliau dengan membawa petunjuk; demi untuk mengeluarkan manusia dari kelamnya penyembahan berhala, kekufuran serta kejahilan menuju cahaya tauhid dan keimanan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus."(QS. Al-Mā`idah: 16)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji."(QS. Ibrāhīm: 1)
"Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
(QS. Al-Aḥzāb: 40)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu lubang batu bata (yang belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata, 'Duh, seandainya ada orang yang meletakkan batu bata di tempatnya ini.' Beliau bersabda, 'Maka akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para nabi.'"
(Sahih Bukhari)
Di dalam Kitab Injil, Almasih -'alaihis-salām- memberikan kabar gembira akan diutusnya Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-:
"Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci?" Yesus berkata kepada mereka dari pihak Tuhan, "Ini merupakan suatu perbuatan ajaib di mata kita." Dan dalam Kitab Taurat yang masih ada saat ini juga terdapat perkataan Allah -Ta'ālā- kepada Nabi Musa -'alaihis-salām-: "Seorang nabi akan Aku bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau (Musa) ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya."
Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diutus Allah -Ta'ālā- dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar. Allah -Ta'ālā- telah bersaksi untuknya bahwa ia berada di atas kebenaran dan bahwa Dia mengutusnya sebagai juru dakwah yang senantiasa mengajak kepada kebenaran atas izin-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur`ān) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat pun menyaksikan. Dan cukuplah Allah menjadi saksi."
(QS. An-Nisā`: 166)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi."
(QS. Al-Fatḥ: 28)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- mengutus beliau dengan membawa petunjuk; demi untuk mengeluarkan manusia dari kelamnya penyembahan berhala, kekufuran serta kejahilan menuju cahaya tauhid dan keimanan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus."
(QS. Al-Mā`idah: 16)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji."
(QS. Ibrāhīm: 1)
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah penutup seluruh risalah ilahi dan syariat rabani. Allah -Ta'ālā- telah menyempurnakan agama-Nya dengan risalah ini, dan nikmat juga telah disempurnakan untuk manusia dengan diutusnya Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridai Islam menjadi agama bagimu."(QS. Al-Mā`idah: 3)Syariat Islam adalah syariat yang sempurna, di dalamnya terdapat banyak kemaslahatan bagi manusia, baik yang berkaitan dengan perkara agama maupun perkara dunia; karena syariat ini telah menyatukan seluruh syariat sebelumnya, serta menyempurnakan dan melengkapinya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Al-Qur`ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar."(QS. Al-Isrā`: 9)Syariat Islam ini telah menghapus berbagai beban dan kesulitan yang terdapat pada syariat umat terdahulu dari manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung."(QS. Al-A'rāf: 157)Dan syariat Islam telah menghapus seluruh syariat sebelumnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur`ān) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang di turunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah di berikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan."(QS. Al-Mā`idah: 48)Jadi, Al-Qur`ān Al-Karīm yang mencakup syariat Islam, diturunkan untuk membenarkan kitab-kitab Allah sebelumnya, dan sebagai hakim (pengadil) serta penghapus syariat terdahulu.
"Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridai Islam menjadi agama bagimu."
(QS. Al-Mā`idah: 3)
Syariat Islam adalah syariat yang sempurna, di dalamnya terdapat banyak kemaslahatan bagi manusia, baik yang berkaitan dengan perkara agama maupun perkara dunia; karena syariat ini telah menyatukan seluruh syariat sebelumnya, serta menyempurnakan dan melengkapinya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sungguh, Al-Qur`ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar."
(QS. Al-Isrā`: 9)
Syariat Islam ini telah menghapus berbagai beban dan kesulitan yang terdapat pada syariat umat terdahulu dari manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. Al-A'rāf: 157)
Dan syariat Islam telah menghapus seluruh syariat sebelumnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur`ān) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang di turunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah di berikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan."
(QS. Al-Mā`idah: 48)
Jadi, Al-Qur`ān Al-Karīm yang mencakup syariat Islam, diturunkan untuk membenarkan kitab-kitab Allah sebelumnya, dan sebagai hakim (pengadil) serta penghapus syariat terdahulu.
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- tidak menerima agama -setelah diutusnya Muhammad- selain Islam yang telah dibawa oleh beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, barangsiapa yang mengikuti agama selain Islam, maka tidak akan diterima.Allah -Ta'āla- berfirman,"Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi."(QS. Āli 'Imrān: 85)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya."(QS. Āli 'Imrān: 19)Islam adalah agama Ibrahim Al-Khalīl -'alaihis-salām-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang yang saleh."(QS. Al-Baqarah: 130)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya)."(QS. An-Nisā`: 125)Allah -Ta'ālā- memerintahkan kepada Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar menyampaikan kepada kaumnya:"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.'"(QS. Al-An'ām: 161)
Allah -Ta'āla- berfirman,
"Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi."
(QS. Āli 'Imrān: 85)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya."
(QS. Āli 'Imrān: 19)
Islam adalah agama Ibrahim Al-Khalīl -'alaihis-salām-. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang yang saleh."
(QS. Al-Baqarah: 130)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya)."
(QS. An-Nisā`: 125)
Allah -Ta'ālā- memerintahkan kepada Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar menyampaikan kepada kaumnya:
"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.'"
(QS. Al-An'ām: 161)
Al-Qur`ān Al-Karīm adalah kitab suci yang Allah wahyukan kepada seorang rasul dari bangsa Arab, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan bahasa Arab. Kitab ini adalah perkataan Rabb semesta alam (kalāmullāh). Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, (Al-Qur`ān) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam.Yang dibawa turun oleh Ar-Rūḥ Al-Amīn (Jibril),ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,dengan bahasa Arab yang jelas.(QS. Asy-Syu'arā`: 192-195)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar telah diberi Al-Qur`ān dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui."(QS. An-Naml: 6)Al-Qur`ān ini diturunkan dari sisi Allah -Ta'ālā- sebagai pembenar terdapat kitab-kitab Allah sebelumnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan tidak mungkin Al-Qur`ān ini dibuat-buat oleh selain Allah; tetapi (Al-Qur`ān) membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan seluruh alam."(QS. Yūnus: 37)Al-Qur`ān yang agung mampu menyelesaikan mayoritas permasalahan yang sering diperselisihkan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Al-Qur`ān ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar dari (perkara) yang mereka perselisihkan."(QS. An-Naml: 76)Al-Qur`ān yang agung ini berisi berbagai dalil dan bukti yang bisa dijadikan hujah atas seluruh manusia dalam mengetahui hakikat sebenarnya tentang Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, ajaran agama-Nya serta balasan-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur`ān ini segala macam perumpamaan bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran."(QS. Az-Zumar: 27)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."(QS. An-Naḥl: 89)Al-Qur`ān Al-Karīm mampu menjawab berbagai problematika penting yang beragam yang seringkali membingungkan jutaan manusia. Al-Qur`ān Al-Karīm juga mampu menerangkan bagaimana caranya Allah -Ta'ālā- menciptakan langit dan bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"(QS. Al-Anbiyā`: 30)Al-Qur`ān juga menerangkan bagaimana cara Allah -Ta'ālā- menciptakan manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah."(QS. Al-Ḥajj: 5). Dan ia menjelaskan pula ke mana akhir perjalanan manusia kelak? serta balasan apa saja yang akan didapat oleh orang yang berbuat kebajian dan orang yang berbuat keburukan setelah binasanya kehidupan ini? Berbagai dalil yang menerangkan permasalahan ini telah disebutkan pada poin nomor (20). Ia juga menjelaskan permasalahan tentang; apakah alam semesta ini muncul begitu saja (tiba-tiba) atau memang diciptakan untuk tujuan yang mulia?Allah -Ta'āla- berfirman,"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?"(QS. Al-A'rāf: 185)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?"(QS. Al-Mu`minūn: 115)Al-Qur`ān yang agung ini tetap terjaga sampai hari ini dan masih tetap dengan menggunakan bahasa (Arab) sebagaimana pertama kali dahulu diturunkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur`ān dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."(QS. Al-Ḥijr: 9)Tidak ada satu huruf pun darinya yang berkurang. Mustahil bila Al-Qur`ān mengalami kontradiksi atau kekurangan atau pergantian. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka tidakkah mereka menadaburi Al-Qur`ān? Sekiranya (Al-Qur`ān) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya."(QS. An-Nisā`: 82)Al-Qur`ān sudah tercetak dan tersebar di mana-mana. Al-Qur`ān adalah sebuah kitab suci yang agung, penuh dengan mukjizat serta layak untuk dibaca, baik kalimatnya (bahasa Arab) ataupun terjemahan maknanya. Sebagaimana Sunnah Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ajaran-ajaran beliau serta biografinya juga tetap terjaga dan telah diriwayatkan secara turun-menurun melalui mata rantai para perawi yang terpercaya. Bahkan Sunnah juga telah tercetak dengan bahasa Arab, persis dengan apa yang disampaikan dahulu oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, serta telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Al-Qur`ān Al-Karīm dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sumber rujukan satu-satunya untuk berbagai hukum dan syariat Islam. Ajaran agama Islam tidak diadopsi dari hasil karya manusia, namun ajaran Islam bersumber dari wahyu ilahi; yaitu Al-Qur`ān yang mulia dan Sunnah Nabi. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang Al-Qur`ān,"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur`ān ketika Al-Qur`ān itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qur`ān itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur`ān) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji."(QS. Fuṣṣilat: 41-42)Allah -Ta'ālā- berfirman tentang peran Sunnah Nabi dan bahwa ia termasuk wahyu dari Allah,"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS. Al-Ḥasyr: 7)
"Dan sungguh, (Al-Qur`ān) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam.
Yang dibawa turun oleh Ar-Rūḥ Al-Amīn (Jibril),
ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas.
(QS. Asy-Syu'arā`: 192-195)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar telah diberi Al-Qur`ān dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui."
(QS. An-Naml: 6)
Al-Qur`ān ini diturunkan dari sisi Allah -Ta'ālā- sebagai pembenar terdapat kitab-kitab Allah sebelumnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan tidak mungkin Al-Qur`ān ini dibuat-buat oleh selain Allah; tetapi (Al-Qur`ān) membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan seluruh alam."
(QS. Yūnus: 37)
Al-Qur`ān yang agung mampu menyelesaikan mayoritas permasalahan yang sering diperselisihkan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sungguh, Al-Qur`ān ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar dari (perkara) yang mereka perselisihkan."
(QS. An-Naml: 76)
Al-Qur`ān yang agung ini berisi berbagai dalil dan bukti yang bisa dijadikan hujah atas seluruh manusia dalam mengetahui hakikat sebenarnya tentang Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, ajaran agama-Nya serta balasan-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur`ān ini segala macam perumpamaan bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran."
(QS. Az-Zumar: 27)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."
(QS. An-Naḥl: 89)
Al-Qur`ān Al-Karīm mampu menjawab berbagai problematika penting yang beragam yang seringkali membingungkan jutaan manusia. Al-Qur`ān Al-Karīm juga mampu menerangkan bagaimana caranya Allah -Ta'ālā- menciptakan langit dan bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
(QS. Al-Anbiyā`: 30)
Al-Qur`ān juga menerangkan bagaimana cara Allah -Ta'ālā- menciptakan manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah."
(QS. Al-Ḥajj: 5). Dan ia menjelaskan pula ke mana akhir perjalanan manusia kelak? serta balasan apa saja yang akan didapat oleh orang yang berbuat kebajian dan orang yang berbuat keburukan setelah binasanya kehidupan ini? Berbagai dalil yang menerangkan permasalahan ini telah disebutkan pada poin nomor (20). Ia juga menjelaskan permasalahan tentang; apakah alam semesta ini muncul begitu saja (tiba-tiba) atau memang diciptakan untuk tujuan yang mulia?
Allah -Ta'āla- berfirman,
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?"
(QS. Al-A'rāf: 185)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?"
(QS. Al-Mu`minūn: 115)
Al-Qur`ān yang agung ini tetap terjaga sampai hari ini dan masih tetap dengan menggunakan bahasa (Arab) sebagaimana pertama kali dahulu diturunkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur`ān dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."
(QS. Al-Ḥijr: 9)
Tidak ada satu huruf pun darinya yang berkurang. Mustahil bila Al-Qur`ān mengalami kontradiksi atau kekurangan atau pergantian. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Maka tidakkah mereka menadaburi Al-Qur`ān? Sekiranya (Al-Qur`ān) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya."
(QS. An-Nisā`: 82)
Al-Qur`ān sudah tercetak dan tersebar di mana-mana. Al-Qur`ān adalah sebuah kitab suci yang agung, penuh dengan mukjizat serta layak untuk dibaca, baik kalimatnya (bahasa Arab) ataupun terjemahan maknanya. Sebagaimana Sunnah Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, ajaran-ajaran beliau serta biografinya juga tetap terjaga dan telah diriwayatkan secara turun-menurun melalui mata rantai para perawi yang terpercaya. Bahkan Sunnah juga telah tercetak dengan bahasa Arab, persis dengan apa yang disampaikan dahulu oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, serta telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Al-Qur`ān Al-Karīm dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sumber rujukan satu-satunya untuk berbagai hukum dan syariat Islam. Ajaran agama Islam tidak diadopsi dari hasil karya manusia, namun ajaran Islam bersumber dari wahyu ilahi; yaitu Al-Qur`ān yang mulia dan Sunnah Nabi. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang Al-Qur`ān,
"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur`ān ketika Al-Qur`ān itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qur`ān itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur`ān) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji."
(QS. Fuṣṣilat: 41-42)
Allah -Ta'ālā- berfirman tentang peran Sunnah Nabi dan bahwa ia termasuk wahyu dari Allah,
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."
(QS. Al-Ḥasyr: 7)
Agama Islam selalu memerintahkan agar manusia berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."(QS. Al-Isrā`: 23)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya selama dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu."(QS. Luqmān: 14)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, 'Ya Tuhanku! Berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim."(QS. Al-Aḥqāf: 15)Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Nabi bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau bersabda, "Bapakmu."(Sahih Muslim)Perintah Allah ini adalah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, baik keduanya muslim ataupun non muslim.Asmā` binti Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ibuku menemuiku sedang saat itu dia masih musyrik pada zaman Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu aku meminta pendapat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Aku katakan, "Ibuku sangat ingin (aku berbuat baik padanya), apakah aku harus menjalin hubungan dengan ibuku?" Beliau menjawab, "Ya, sambunglah silaturahmi dengan ibumu."(Sahih Bukhari)Seandainya kedua orang tua berusaha dan berupaya keras memaksa anaknya untuk pindah dari muslim ke kafir, maka agama Islam tetap menyuruhnya -dalam kondisi sulit seperti ini- untuk tidak mematuhi keduanya dan tetap menjadi mukmin kepada Allah, serta ia tetap berusaha berbakti kepada keduanya serta mempergauli mereka dengan makruf. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."(QS. Luqmān:15)Agama Islam tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik kepada sanak familinya yang masih musyrik atau selain kerabatnya; selama mereka bukan termasuk kafir harbi (yang wajib diperangi). Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."(QS. Al-Mumtaḥanah: 8)Islam juga menyuruh orang tua untuk berwasiat yang baik kepada anak-anaknya. Adapun perkara paling agung yang diperintahkan Islam kepada orang tua adalah kewajiban untuk mengajarkan anak-anaknya tentang hak-hak Allah atas hamba-Nya; sebagaimana sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sepupu beliau, Abdullah bin 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-,"Wahai anak muda! -atau- Wahai anak kecil! Maukah kamu aku ajari beberapa kalimat yang Allah akan memberimu manfaat dengannya." Aku (Ibnu 'Abbās) menjawab, "Ya." Lalu beliau bersabda, "Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu. Ingatlah Dia di waktu lapang niscaya Dia akan ingat kepadamu di waktu sempit. Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah."(HR. Ahmad: 4/287)Allah -Ta'ālā- juga memerintahkan kedua orang tua agar mengajarkan anak-anaknya hal-hal yang bermanfaat bagi agamanya maupun untuk perkara dunianya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(QS. At-Taḥrīm: 6)Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- tatkala mengomentari firman Allah -Ta'ālā-:"Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka",beliau berkata, "(Maksudnya) didik dan ajari mereka."Bahkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyuruh orang tua untuk mengajarkan anaknya tentang salat; agar ia terdidik dengannya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun."(HR. Abu Daud).Nabi -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin pada harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya."(Sahih Ibnu Ḥibbān: 4490)Islam juga memerintahkan orang tua untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya dan seluruh keluarga yang ditanggungnya. Sebagian pembahasan ini telah dijelaskan pada poin nomor 18. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga telah menjelaskan keutamaan memberikan nafkah kepada anak-anak. Beliau bersabda,"Sebaik-baik dinar (uang atau harta) yang dinafkahkan seseorang ialah yang dinafkahkan untuk keluarganya, untuk ternak yang dipeliharanya, untuk kepentingan membela agama Allah, dan nafkah untuk para sahabatnya yang berperang di jalan Allah." Abu Qilābah berkata, "Beliau memulainya dengan keluarga." Kemudian Abu Qilābah berkata, "Dan laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya dari seorang laki-laki yang berinfak kepada anak-anak kecilnya; ia memuliakan mereka atau Allah memberikan manfaat dengannya dan memberikan kecukupan bagi mereka?"(Sahih Muslim: 994)
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."
(QS. Al-Isrā`: 23)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya selama dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu."
(QS. Luqmān: 14)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, 'Ya Tuhanku! Berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim."
(QS. Al-Aḥqāf: 15)
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Nabi bersabda, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau bersabda, "Bapakmu."
(Sahih Muslim)
Perintah Allah ini adalah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, baik keduanya muslim ataupun non muslim.
Asmā` binti Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata, "Ibuku menemuiku sedang saat itu dia masih musyrik pada zaman Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu aku meminta pendapat kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." Aku katakan, "Ibuku sangat ingin (aku berbuat baik padanya), apakah aku harus menjalin hubungan dengan ibuku?" Beliau menjawab, "Ya, sambunglah silaturahmi dengan ibumu."
(Sahih Bukhari)
Seandainya kedua orang tua berusaha dan berupaya keras memaksa anaknya untuk pindah dari muslim ke kafir, maka agama Islam tetap menyuruhnya -dalam kondisi sulit seperti ini- untuk tidak mematuhi keduanya dan tetap menjadi mukmin kepada Allah, serta ia tetap berusaha berbakti kepada keduanya serta mempergauli mereka dengan makruf. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
(QS. Luqmān:15)
Agama Islam tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik kepada sanak familinya yang masih musyrik atau selain kerabatnya; selama mereka bukan termasuk kafir harbi (yang wajib diperangi). Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."
(QS. Al-Mumtaḥanah: 8)
Islam juga menyuruh orang tua untuk berwasiat yang baik kepada anak-anaknya. Adapun perkara paling agung yang diperintahkan Islam kepada orang tua adalah kewajiban untuk mengajarkan anak-anaknya tentang hak-hak Allah atas hamba-Nya; sebagaimana sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada sepupu beliau, Abdullah bin 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā-,
"Wahai anak muda! -atau- Wahai anak kecil! Maukah kamu aku ajari beberapa kalimat yang Allah akan memberimu manfaat dengannya." Aku (Ibnu 'Abbās) menjawab, "Ya." Lalu beliau bersabda, "Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu. Ingatlah Dia di waktu lapang niscaya Dia akan ingat kepadamu di waktu sempit. Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah."
(HR. Ahmad: 4/287)
Allah -Ta'ālā- juga memerintahkan kedua orang tua agar mengajarkan anak-anaknya hal-hal yang bermanfaat bagi agamanya maupun untuk perkara dunianya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Taḥrīm: 6)
Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- tatkala mengomentari firman Allah -Ta'ālā-:
"Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka",
beliau berkata, "(Maksudnya) didik dan ajari mereka."
Bahkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyuruh orang tua untuk mengajarkan anaknya tentang salat; agar ia terdidik dengannya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun."
(HR. Abu Daud).
Nabi -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin pada harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya."
(Sahih Ibnu Ḥibbān: 4490)
Islam juga memerintahkan orang tua untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya dan seluruh keluarga yang ditanggungnya. Sebagian pembahasan ini telah dijelaskan pada poin nomor 18. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga telah menjelaskan keutamaan memberikan nafkah kepada anak-anak. Beliau bersabda,
"Sebaik-baik dinar (uang atau harta) yang dinafkahkan seseorang ialah yang dinafkahkan untuk keluarganya, untuk ternak yang dipeliharanya, untuk kepentingan membela agama Allah, dan nafkah untuk para sahabatnya yang berperang di jalan Allah." Abu Qilābah berkata, "Beliau memulainya dengan keluarga." Kemudian Abu Qilābah berkata, "Dan laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya dari seorang laki-laki yang berinfak kepada anak-anak kecilnya; ia memuliakan mereka atau Allah memberikan manfaat dengannya dan memberikan kecukupan bagi mereka?"
(Sahih Muslim: 994)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- memiliki sifat adil dalam setiap perbuatan dan dalam mengatur para hamba-Nya, Dia senantiasa di atas jalan yang lurus di setiap perintah dan larangan-Nya, dan di setiap penciptaan dan takdir-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (Juga menyatakan yang demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."(QS. Āli 'Imrān: 18)Allah -Ta'ālā- juga memerintahkan untuk berbuat adil. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.'"(QS. Al-A'rāf: 29)Seluruh rasul dan nabi -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām- diutus untuk menegakkan keadilan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan."(QS. Al-Ḥadīd: 25)Neraca keadilan artinya berbuat adil dalam perkataan dan perbuatan.Islam memerintahkan untuk berbuat adil, baik dalam ucapan maupun perbuatan, meskipun terhadap para musuh:"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(QS. An-Nisā`: 135)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."(QS. Al-Mā`idah: 2)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa."(QS. Al-Mā`idah: 8)Apakah engkau bisa mendapati dalam undang-undang manusia sekarang, atau dalam ajaran agama lain seperti syariat Islam ini; yang senantiasa menyuruh bersaksi dengan adil serta berkata jujur sekalipun terhadap diri sendiri, kedua orang tua dan kerabat, serta mengharuskan untuk berbuat adil sekalipun dengan musuh ataupun dengan teman sendiri?!Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga memerintahkan orang tua untuk berbuat adil pada anak-anaknya.Āmir meriwayatkan: Aku mendengar An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkhotbah di atas mimbar, ia berkata, "Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka 'Amrah binti Rawāḥah berkata, 'Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Maka bapakku menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, 'Aku memberi anakku dari 'Amrah binti Rawāḥah sebuah hadiah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.' Beliau bertanya, 'Apakah kamu memberikan seperti ini kepada semua anakmu ?' Dia menjawab, 'Tidak.' Beliau bersabda, 'Bertakwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anak kalian.' Maka 'Amir kembali, dan An-Nu'mān mengembalikan pemberian ayahnya."(Sahih Bukhari: 2587)
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (Juga menyatakan yang demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
(QS. Āli 'Imrān: 18)
Allah -Ta'ālā- juga memerintahkan untuk berbuat adil. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Katakanlah, 'Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.'"
(QS. Al-A'rāf: 29)
Seluruh rasul dan nabi -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām- diutus untuk menegakkan keadilan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan."
(QS. Al-Ḥadīd: 25)
Neraca keadilan artinya berbuat adil dalam perkataan dan perbuatan.
Islam memerintahkan untuk berbuat adil, baik dalam ucapan maupun perbuatan, meskipun terhadap para musuh:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."
(QS. An-Nisā`: 135)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."
(QS. Al-Mā`idah: 2)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa."
(QS. Al-Mā`idah: 8)
Apakah engkau bisa mendapati dalam undang-undang manusia sekarang, atau dalam ajaran agama lain seperti syariat Islam ini; yang senantiasa menyuruh bersaksi dengan adil serta berkata jujur sekalipun terhadap diri sendiri, kedua orang tua dan kerabat, serta mengharuskan untuk berbuat adil sekalipun dengan musuh ataupun dengan teman sendiri?!
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga memerintahkan orang tua untuk berbuat adil pada anak-anaknya.
Āmir meriwayatkan: Aku mendengar An-Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu 'anhumā- berkhotbah di atas mimbar, ia berkata, "Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka 'Amrah binti Rawāḥah berkata, 'Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.' Maka bapakku menemui Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan berkata, 'Aku memberi anakku dari 'Amrah binti Rawāḥah sebuah hadiah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.' Beliau bertanya, 'Apakah kamu memberikan seperti ini kepada semua anakmu ?' Dia menjawab, 'Tidak.' Beliau bersabda, 'Bertakwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anak kalian.' Maka 'Amir kembali, dan An-Nu'mān mengembalikan pemberian ayahnya."
(Sahih Bukhari: 2587)
Oleh karena itu, urusan manusia dan negara tidak akan bisa teratur kecuali dengan keadilan, dan manusia juga tidak akan merasakan aman terkait agama, darah, anak keturunan, kehormatan, harta benda, dan negaranya kecuali dengan keadilan pula. Oleh karena itu, kita mendapati Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan para sahabat untuk berhijrah ke negeri Ḥabasyah tatkala orang-orang kafir Mekah berusaha menekan kaum muslimin di Kota Mekah. Beliau beralasan bahwa raja di negeri tersebut berlaku adil dan tidak berbuat zalim kepada siapa pun.
Islam memerintahkan untuk berbuat kebaikan kepada seluruh makhluk. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat."(QS. An-Naḥl: 90)Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."(QS. Āli 'Imrān: 134)Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku baik terhadap segala sesuatu; jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu."(Sahih Muslim: 1955)Islam mengajak kepada akhlak mulia dan amal baik. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang sifat Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang tercantum dalam kitab-kitab suci terdahulu:"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung."(QS. Al-A'rāf: 157)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"ًWahai Aisyah! Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan. Allah memberi pada sikap lembut apa yang tidak diberikan pada sikap keras, dan apa yang tidak diberikan pada selainnya."(Sahih Muslim: 2593)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah mengharamkan kepada kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan tidak suka memberi namun suka meminta-minta, dan Allah juga mengharamkan kepada kalian menyebarkan desas-desus, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta."(Sahih Bukhari: 2408)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!"(Sahih Muslim: 54)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat."
(QS. An-Naḥl: 90)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Āli 'Imrān: 134)
Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku baik terhadap segala sesuatu; jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu."
(Sahih Muslim: 1955)
Islam mengajak kepada akhlak mulia dan amal baik. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang sifat Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang tercantum dalam kitab-kitab suci terdahulu:
"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. Al-A'rāf: 157)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"ًWahai Aisyah! Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan. Allah memberi pada sikap lembut apa yang tidak diberikan pada sikap keras, dan apa yang tidak diberikan pada selainnya."
(Sahih Muslim: 2593)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah mengharamkan kepada kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan tidak suka memberi namun suka meminta-minta, dan Allah juga mengharamkan kepada kalian menyebarkan desas-desus, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta."
(Sahih Bukhari: 2408)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!"
(Sahih Muslim: 54)
Islam memerintahkan untuk berakhlak mulia. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik."(Sahih Al-Adab Al-Mufrad: 207)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?" Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang sombong."(As-Silsilah Aṣ-Sahihah: 791)Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu -anhumâ- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bukanlah orang yang keji dan suka berbuat keji. Beliau pernah bersabda, 'Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya.'"(Sahih Bukhari: 3559)Dan berbagai ayat dan hadis lainnya yang menunjukkan bahwa Islam selalu menganjurkan untuk berakhlak mulia dan beramal baik secara umum.Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah jujur. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur."(Sahih Muslim: 2607)Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menunaikan amanah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya."(QS. An-Nisā`: 58)Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menjaga kesucian diri. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tiga golongan yang pasti Allah tolong", di antara mereka adalah: "orang yang ingin menikah agar dirinya terjaga dari dosa."(Sunan At-Tirmiżiy: 1655)Di antara doa yang sering diucapkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah:"Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, sifat ifah dan kecukupan."(Sahih Muslim: 2721)Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah memiliki rasa malu. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan."(Sahih Bukhari: 6117)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu."(HR. Baihaqi dalam Syu'ab Al-Īmān: 6/2619)Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah keberanian. Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang paling baik, paling berani dan paling dermawan. Sungguh pernah terjadi ketakutan yang menimpa penduduk Madinah, dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- orang yang mendahului mereka (mencari sumber ketakutan) dengan menunggang kuda."(Sahih Bukhari: 2820)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari sikap pengecut seraya berdoa:"Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut."(Sahih Bukhari: 6374)Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah bekerja keras dan dermawan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui."(QS. Al-Baqarah: 261)Di antara akhlak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah dermawan. Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata,"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah manusia yang paling dermawan, terutama pada bulan Ramadan ketika Jibril -'alaihis-salām- mendatanginya. Jibril -'alaihis-salām- mendatanginya setiap malam di bulan Ramadan hingga berakhir; Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyetorkan hafalan Al-Qur`ān kepadanya. Dan jika Jibril menemuinya, maka beliau lebih dermawan daripada angin yang berhembus."(Sahih Bukhari: 1902)Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah membantu orang yang membutuhkan, menolong orang yang terkena musibah, memberi makan orang yang kelaparan, berbuat baik kepada tetangga, menyambung tali silaturahmi serta bersikap lemah lembut kepada hewan.Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasannya seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amalan apa yang terbaik dalam Islam?" Beliau menjawab, "Engkau memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal."(Sahih Bukhari: 12)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ketika seorang laki-laki berjalan di suatu jalan, dia merasa sangat haus. Dia pun mendapatkan sebuah sumur, lalu dia turun dan minum. Kemudian dia keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang menjulurkan lidah menjilat tanah karena kehausan. Laki-laki itu berkata, 'Sungguh, anjing ini telah mencapai haus seperti yang telah aku alami.' Lalu dia turun ke dalam sumur dan mengisi air ke dalam sepatunya kemudian menggigitnya dengan mulutnya hingga naik ke atas dan segera memberi minum anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya." Mereka bertanya, "Ya Rasulullah! Apakah kita akan mendapatkan pahala pada hewan ternak?" Beliau bersabda, "Menolong setiap makhluk yang memiliki limpa basah akan mendatangkan pahala."(Sahih Ibnu Ḥibbān: 544)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Orang yang berusaha memberi nafkah pada janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad fi sabilillah, atau orang yang mengerjakan salat sepanjang malam dan puasa sepanjang siang."(Sahih Bukhari: 5353)Islam menekankan pentingnya memperhatikan hak-hak kerabat serta mewajibkan untuk menjalin tali silaturahmi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah)."(QS. Al-Aḥzāb: 6)Islam mengingatkan bahaya memutus tali silaturahmi, dan peringatan ini disandingkan dengan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, lalu kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan (Allah) menjadikan mereka tuli, dan membutakan penglihatan mereka."(QS. Muḥammad: 22-23)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersbada, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi."(Sahih Muslim: 2556)Kerabat yang wajib disambung tali silaturahminya adalah kedua orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari pihak bapak, bibi dari pihak bapak, paman dari pihak ibu dan bibi dari pihak ibu.Islam juga menekankan pentingnya memperhatikan hak tetangga, sekalipun ia non muslim. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri."(QS. An-Nisā`: 36)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, sampai aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga."(Sahih Abī Dāwūd: 5152)
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik."
(Sahih Al-Adab Al-Mufrad: 207)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?" Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang sombong."
(As-Silsilah Aṣ-Sahihah: 791)
Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu -anhumâ- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bukanlah orang yang keji dan suka berbuat keji. Beliau pernah bersabda, 'Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya.'"
(Sahih Bukhari: 3559)
Dan berbagai ayat dan hadis lainnya yang menunjukkan bahwa Islam selalu menganjurkan untuk berakhlak mulia dan beramal baik secara umum.
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah jujur. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur."
(Sahih Muslim: 2607)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menunaikan amanah. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya."
(QS. An-Nisā`: 58)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menjaga kesucian diri. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Tiga golongan yang pasti Allah tolong", di antara mereka adalah: "orang yang ingin menikah agar dirinya terjaga dari dosa."
(Sunan At-Tirmiżiy: 1655)
Di antara doa yang sering diucapkan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah:
"Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, sifat ifah dan kecukupan."
(Sahih Muslim: 2721)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah memiliki rasa malu. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan."
(Sahih Bukhari: 6117)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu."
(HR. Baihaqi dalam Syu'ab Al-Īmān: 6/2619)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah keberanian. Anas -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,
"Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang yang paling baik, paling berani dan paling dermawan. Sungguh pernah terjadi ketakutan yang menimpa penduduk Madinah, dan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- orang yang mendahului mereka (mencari sumber ketakutan) dengan menunggang kuda."
(Sahih Bukhari: 2820)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari sikap pengecut seraya berdoa:
"Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut."
(Sahih Bukhari: 6374)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah bekerja keras dan dermawan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: 261)
Di antara akhlak Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah dermawan. Ibnu 'Abbās -raḍiyallāhu 'anhumā- berkata,
"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah manusia yang paling dermawan, terutama pada bulan Ramadan ketika Jibril -'alaihis-salām- mendatanginya. Jibril -'alaihis-salām- mendatanginya setiap malam di bulan Ramadan hingga berakhir; Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyetorkan hafalan Al-Qur`ān kepadanya. Dan jika Jibril menemuinya, maka beliau lebih dermawan daripada angin yang berhembus."
(Sahih Bukhari: 1902)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah membantu orang yang membutuhkan, menolong orang yang terkena musibah, memberi makan orang yang kelaparan, berbuat baik kepada tetangga, menyambung tali silaturahmi serta bersikap lemah lembut kepada hewan.
Abdullah bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan bahwasannya seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Amalan apa yang terbaik dalam Islam?" Beliau menjawab, "Engkau memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal."
(Sahih Bukhari: 12)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Ketika seorang laki-laki berjalan di suatu jalan, dia merasa sangat haus. Dia pun mendapatkan sebuah sumur, lalu dia turun dan minum. Kemudian dia keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang menjulurkan lidah menjilat tanah karena kehausan. Laki-laki itu berkata, 'Sungguh, anjing ini telah mencapai haus seperti yang telah aku alami.' Lalu dia turun ke dalam sumur dan mengisi air ke dalam sepatunya kemudian menggigitnya dengan mulutnya hingga naik ke atas dan segera memberi minum anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya." Mereka bertanya, "Ya Rasulullah! Apakah kita akan mendapatkan pahala pada hewan ternak?" Beliau bersabda, "Menolong setiap makhluk yang memiliki limpa basah akan mendatangkan pahala."
(Sahih Ibnu Ḥibbān: 544)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,
"Orang yang berusaha memberi nafkah pada janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad fi sabilillah, atau orang yang mengerjakan salat sepanjang malam dan puasa sepanjang siang."
(Sahih Bukhari: 5353)
Islam menekankan pentingnya memperhatikan hak-hak kerabat serta mewajibkan untuk menjalin tali silaturahmi. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah)."
(QS. Al-Aḥzāb: 6)
Islam mengingatkan bahaya memutus tali silaturahmi, dan peringatan ini disandingkan dengan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, lalu kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan (Allah) menjadikan mereka tuli, dan membutakan penglihatan mereka."
(QS. Muḥammad: 22-23)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersbada, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi."
(Sahih Muslim: 2556)
Kerabat yang wajib disambung tali silaturahminya adalah kedua orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari pihak bapak, bibi dari pihak bapak, paman dari pihak ibu dan bibi dari pihak ibu.
Islam juga menekankan pentingnya memperhatikan hak tetangga, sekalipun ia non muslim. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri."
(QS. An-Nisā`: 36)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, sampai aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga."
(Sahih Abī Dāwūd: 5152)
Islam telah menghalalkan hal-hal yang baik terkait makanan maupun minuman. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali perkara yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul, Allah berfirman, 'Wahai para rasul! Makanlah yang baik-baik dan kerjakanlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (QS. Al-Mu`minūn: 51). Dan Allah juga berfirman, 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.'" (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan: "Seorang laki-laki mengadakan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (sembari berkata), 'Ya Rabb! Ya Rabb!' sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dengan yang haram, lalu bagaimana bisa doanya dikabulkan?"(Sahih Muslim: 1015)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?' Katakanlah, 'Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui."(QS. Al-A'rāf: 32)Islam memerintahkan juga untuk selalu menjaga kebersihan hati, badan dan rumah. Oleh karena itu, Islam menghalalkan pernikahan, sebagaimana para nabi dan rasul -'alaihimus-salām- juga diperintahkan untuk menikah. Maka, mereka pun menyuruh manusia untuk berbuat amalan yang baik pula. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?"(QS. An-Naḥl: 72)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan pakaianmu bersihkanlah.Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah."(QS. Al-Muddaṡṡir: 4-5)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong seberat zarah sekalipun." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus." Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia."(Sahih Muslim: 91)
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali perkara yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul, Allah berfirman, 'Wahai para rasul! Makanlah yang baik-baik dan kerjakanlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (QS. Al-Mu`minūn: 51). Dan Allah juga berfirman, 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.'" (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan: "Seorang laki-laki mengadakan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (sembari berkata), 'Ya Rabb! Ya Rabb!' sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dengan yang haram, lalu bagaimana bisa doanya dikabulkan?"
(Sahih Muslim: 1015)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Katakanlah (Muhammad), 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?' Katakanlah, 'Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui."
(QS. Al-A'rāf: 32)
Islam memerintahkan juga untuk selalu menjaga kebersihan hati, badan dan rumah. Oleh karena itu, Islam menghalalkan pernikahan, sebagaimana para nabi dan rasul -'alaihimus-salām- juga diperintahkan untuk menikah. Maka, mereka pun menyuruh manusia untuk berbuat amalan yang baik pula. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?"
(QS. An-Naḥl: 72)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan pakaianmu bersihkanlah.
Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah."
(QS. Al-Muddaṡṡir: 4-5)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong seberat zarah sekalipun." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus." Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia."
(Sahih Muslim: 91)
Islam mengharamkan pokok-pokok dasar keharaman, seperti: berbuat syirik kepada Allah, kekufuran, menyembah berhala, berkata atas nama Allah tanpa didasari ilmu, dan membunuh anak-anak. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat atau pun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berbicara, maka hendaklah berlaku adil, sekalipun dia kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat."(QS. Al-An'ām: 151-152)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui."(QS. Al-A'rāf: 33)Islam mengharamkan pembunuhan jiwa yang terjaga kehormatannya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan."(QS. Al-Isrā`: 33)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat."(QS. Al-Furqān: 68)Islam juga mengharamkan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah diciptakan dengan baik."(QS. Al-A'rāf: 56)Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan tentang Nabi Syu'aib -'alaihis-salām- tatkala berkata kepada kaumnya,"Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman."(QS. Al-A'rāf: 85)Islam juga mengharamkan praktik sihir. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berfirman,"Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir. Dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang."(QS. Ṭāhā: 69)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?" Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan cara yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari pertempuran dan menuduh wanita yang suci lagi beriman nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina."(Sahih Bukhari: 6857)Islam mengharamkan perbuatan keji yang tampak maupun yang tersembunyi, perzinaan dan homoseksual. Di awal pembahasan ini telah disebutkan beberapa ayat yang menunjukkan permasalahan ini. Islam juga mengharamkan riba. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)."(QS. Al-Baqarah: 278-279)Allah -Ta'ālā- tidak mengancam pelaku kemaksiatan dengan genderang perang sebagaimana ancaman yang diberikan kepada pelaku riba. Hal tersebut dikarenakan riba dapat menyebabkan rusaknya agama, negara, harta benda dan jiwa.Islam juga telah mengharamkan makan bangkai, hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada patung dan berhala, serta daging babi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah kefasikan."(QS. Al-Mā`idah: 3)Islam mengharamkan minuman keras dan seluruh perkara yang najis dan menjijikkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?"(QS. Al-Mā`idah: 90-91)Telah disebutkan pada poin nomor (31), Allah -Ta'ālā- mengabarkan bahwa salah satu sifat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang tercantum di Taurat adalah mengharamkan hal-hal yang menjijikkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka."(QS. Al-A'rāf: 157)Islam mengharamkan memakan harta anak yatim. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang buruk dengan yang baik, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar."(QS. An-Nisā`: 2)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)."(QS. An-Nisā`: 10)Islam juga mengharamkan kecurangan dalam takaran dan timbangan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan?!"(QS. Al-Muṭaffifīn: 1-4)
"Katakanlah (Muhammad), 'Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat atau pun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berbicara, maka hendaklah berlaku adil, sekalipun dia kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat."
(QS. Al-An'ām: 151-152)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Katakanlah (Muhammad), 'Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui."
(QS. Al-A'rāf: 33)
Islam mengharamkan pembunuhan jiwa yang terjaga kehormatannya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan."
(QS. Al-Isrā`: 33)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat."
(QS. Al-Furqān: 68)
Islam juga mengharamkan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah diciptakan dengan baik."
(QS. Al-A'rāf: 56)
Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan tentang Nabi Syu'aib -'alaihis-salām- tatkala berkata kepada kaumnya,
"Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman."
(QS. Al-A'rāf: 85)
Islam juga mengharamkan praktik sihir. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- berfirman,
"Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir. Dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang."
(QS. Ṭāhā: 69)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan!" Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?" Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan cara yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari pertempuran dan menuduh wanita yang suci lagi beriman nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina."
(Sahih Bukhari: 6857)
Islam mengharamkan perbuatan keji yang tampak maupun yang tersembunyi, perzinaan dan homoseksual. Di awal pembahasan ini telah disebutkan beberapa ayat yang menunjukkan permasalahan ini. Islam juga mengharamkan riba. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.
Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)."
(QS. Al-Baqarah: 278-279)
Allah -Ta'ālā- tidak mengancam pelaku kemaksiatan dengan genderang perang sebagaimana ancaman yang diberikan kepada pelaku riba. Hal tersebut dikarenakan riba dapat menyebabkan rusaknya agama, negara, harta benda dan jiwa.
Islam juga telah mengharamkan makan bangkai, hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada patung dan berhala, serta daging babi. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah kefasikan."
(QS. Al-Mā`idah: 3)
Islam mengharamkan minuman keras dan seluruh perkara yang najis dan menjijikkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?"
(QS. Al-Mā`idah: 90-91)
Telah disebutkan pada poin nomor (31), Allah -Ta'ālā- mengabarkan bahwa salah satu sifat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang tercantum di Taurat adalah mengharamkan hal-hal yang menjijikkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka."
(QS. Al-A'rāf: 157)
Islam mengharamkan memakan harta anak yatim. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang buruk dengan yang baik, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar."
(QS. An-Nisā`: 2)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)."
(QS. An-Nisā`: 10)
Islam juga mengharamkan kecurangan dalam takaran dan timbangan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi,
dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.
Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan?!"
(QS. Al-Muṭaffifīn: 1-4)
Islam juga telah mengharamkan untuk memutus tali silaturahmi. Pada poin nomor (31) telah disebutkan beberapa ayat dan hadis yang menunjukkan hal ini. Bahkan seluruh nabi dan rasul -'alaihimus-salām- telah bersepakat tentang haramnya perkara-perkara ini.
Islam melarang akhlak yang tercela secara umum. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."(QS. Luqmān: 18)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?" Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang sombong."(As-Silsilah Aṣ-Sahihah: 791)Islam juga melarang ucapan dusta. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta."(QS. Gāfir: 28)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Jauhilah kalian perbuatan dusta; karena sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha melakukan kedustaan hingga ia dicatat sebagai pendusta di sisi Allah."(Sahih Muslim: 2607)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Tanda orang munafik ada tiga; berdusta apabila berbicara, ingkar janji apabila berjanji dan berkhianat apabila diberi amanah."(Sahih Bukhari: 6095)Islam juga melarang berbagai jenis kecurangan.Dalam hadis lain disebutkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati sebuah tumpukan makanan (yang dijual) lalu beliau memasukkan tangannya padanya, ternyata jari-jari beliau merasakan basah. Beliau bersabda, "Apa ini, wahai pemilik makanan?" Dia menjawab, "Ditimpa hujan, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Tidakkah engkau meletakkannya di bagian atas makanan itu supaya orang lain dapat melihatnya? Siapa yang berbuat curang, maka dia bukan dari golongan kami."(Sahih Muslim: 102)Islam melarang ketidakjujuran, berkhianat dan penipuan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui."(QS. Al-Anfāl: 27)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"(Yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian."(QS. Ar-Ra'd: 20)Dahulu, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menyampaikan kepada bala tentaranya ketika mereka bersiap-siap berangkat perang,"Berperanglah kalian dan janganlah kalian menipu (dalam harta rampasan), jangan kalian mengkhianati janji, jangan membunuh seseorang dengan cara yang kejam, dan janganlah membunuh anak-anak."(Sahih Muslim: 1731)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Ada empat perkara, siapa yang keempat perkara itu ada padanya maka dia seorang munafik tulen, dan siapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari keempat perkara itu maka dalam dirinya terdapat satu perangai kemunafikan hingga dia meninggalkannya; yaitu berkhianat apabila dipercaya, berdusta apabila berbicara, ingkar apabila berjanji, dan keluar dari kebenaran apabila berselisih."(Sahih Bukhari: 34)Islam juga melarang iri dengki. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar."(QS. An-Nisā`: 54)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapangdadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."(QS. Al-Baqarah: 109)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Penyakit umat-umat sebelum kalian merayap mendatangi kalian; hasad dan kebencian, itulah yang memangkas. Aku tidak mengatakan memangkas rambut tapi memangkas agama. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku beritahu yang menguatkan hal itu pada kalian?; Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian."(Sunan At-Tirmiżiy: 2510)Islam juga telah melarang perbuatan makar dan rencana jahat. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya."(QS. Al-An'ām: 123)Allah -Ta'ālā- telah mengisahkan bahwa kaum Yahudi berusaha keras membunuh Almasih -'alaihis-salām- dan merencanakan kejahatan. Namun, Allah -Ta'ālā- akhirnya membalas rencana jahat mereka. Allah juga telah menjelaskan bahwa rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka ketika Isa merasakan pengingkaran mereka (Bani Israil), dia berkata, 'Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?' Para Ḥawāriyyūn (sahabat setianya) menjawab, 'Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim.Ya Tuhan kami! Kami telah beriman kepada apa yang Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul, karena itu tetapkanlah kami bersama golongan orang yang memberikan kesaksian.'Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.(Ingatlah), ketika Allah berfirman, 'Wahai Isa! Aku mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta menyucikanmu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat. Kemudian kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan tentang apa yang kamu perselisihkan.'"(QS. Āli 'Imrān: 52-55)Allah -Ta'ālā- juga telah mengisahkan bahwa kaum Nabi Ṣāliḥ -'alaihis-salām- berupaya keras melancarkan rencana jahat dengan membunuh dirinya. Lalu mereka membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya mereka, serta membinasakan mereka dan seluruh kaum mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Mereka berkata, 'Bersumpahlah kamu dengan (nama) Allah, bahwa kita pasti akan menyerang dia bersama keluarganya pada malam hari, kemudian kita akan mengatakan kepada ahli warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kebinasaan keluarganya itu, dan sungguh, kita orang yang benar.'Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.Maka perhatikanlah bagaimana akibat dari tipu daya mereka, bahwa Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya."(QS. An-Naml: 49-51)Islam juga melarang pencurian. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidaklah pezina dalam keadaan beriman (sempurna) ketika ia berzina, tidaklah pencuri dalam keadaan beriman (sempurna) ketika ia mencuri, dan tidaklah peminum minuman keras dalam keadaan beriman (sempurna) ketika meminumnya, dan tobat pun masih terbuka."(Sahih Bukhari: 6810)Islam juga melarang permusuhan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."(QS. An-Naḥl: 90)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah memberikan wahyu kepadaku: hendaklah kalian bersikap tawaduk (rendah hati) sehingga tidak ada seseorang yang menganiaya orang lain dan tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain."(Sahih Abī Dāwūd: 4895)Islam juga melarang kezaliman. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."(QS. Āli 'Imrān: 57)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan."(QS. Al-An'ām: 21)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih."(QS. Al-Insān: 31)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tiga orang yang doa mereka tidak tertolak, yaitu; seorang imam (penguasa) yang adil, orang yang berpuasa hingga berbuka dan doanya orang yang dizalimi. Allah akan mengangkat doanya ke atas awan dan membukakan baginya pintu-pintu langit, seraya berfirman, 'Demi kemuliaan-Ku! Sungguh Aku akan menolongmu meski beberapa saat lamanya.'"(HR. Muslim: 2749 secara ringkas dengan sedikit perubahan, Tirmizi: 2526 dengan sedikit perubahan, dan Ahmad: 8043, dan lafal hadis ini dari beliau)Tatkala Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengutus Mu'āż ke negeri Yaman, di antara yang disampaikan Rasulullah kepadanya ialah:"Takutlah terhadap doanya orang yang terzalimi karena antara dia dan Allah tidak ada hijab yang menghalanginya."(Sahih Bukhari: 1496)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Ketahuilah bahwa orang yang menzalimi orang kafir yang menjalin perjanjian dengan umat Islam, atau mengurangi haknya, atau membebaninya di atas kemampuannya, atau mengambil darinya sesuatu yang tidak ia relakan; maka aku adalah orang yang akan membelanya pada hari Kiamat."(Sunan Abī Dāwūd: 3052)Kesimpulannya; agama Islam -sebagaimana engkau saksikan- senantiasa melarang setiap perbuatan yang menjijikkan (buruk), dan perlakuan yang zalim atau sewenang-wenang.
"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."
(QS. Luqmān: 18)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?" Beliau menjawab, "Yaitu orang-orang yang sombong."
(As-Silsilah Aṣ-Sahihah: 791)
Islam juga melarang ucapan dusta. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta."
(QS. Gāfir: 28)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Jauhilah kalian perbuatan dusta; karena sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha melakukan kedustaan hingga ia dicatat sebagai pendusta di sisi Allah."
(Sahih Muslim: 2607)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,
"Tanda orang munafik ada tiga; berdusta apabila berbicara, ingkar janji apabila berjanji dan berkhianat apabila diberi amanah."
(Sahih Bukhari: 6095)
Islam juga melarang berbagai jenis kecurangan.
Dalam hadis lain disebutkan, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah melewati sebuah tumpukan makanan (yang dijual) lalu beliau memasukkan tangannya padanya, ternyata jari-jari beliau merasakan basah. Beliau bersabda, "Apa ini, wahai pemilik makanan?" Dia menjawab, "Ditimpa hujan, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Tidakkah engkau meletakkannya di bagian atas makanan itu supaya orang lain dapat melihatnya? Siapa yang berbuat curang, maka dia bukan dari golongan kami."
(Sahih Muslim: 102)
Islam melarang ketidakjujuran, berkhianat dan penipuan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui."
(QS. Al-Anfāl: 27)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"(Yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian."
(QS. Ar-Ra'd: 20)
Dahulu, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah menyampaikan kepada bala tentaranya ketika mereka bersiap-siap berangkat perang,
"Berperanglah kalian dan janganlah kalian menipu (dalam harta rampasan), jangan kalian mengkhianati janji, jangan membunuh seseorang dengan cara yang kejam, dan janganlah membunuh anak-anak."
(Sahih Muslim: 1731)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,
"Ada empat perkara, siapa yang keempat perkara itu ada padanya maka dia seorang munafik tulen, dan siapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari keempat perkara itu maka dalam dirinya terdapat satu perangai kemunafikan hingga dia meninggalkannya; yaitu berkhianat apabila dipercaya, berdusta apabila berbicara, ingkar apabila berjanji, dan keluar dari kebenaran apabila berselisih."
(Sahih Bukhari: 34)
Islam juga melarang iri dengki. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar."
(QS. An-Nisā`: 54)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapangdadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."
(QS. Al-Baqarah: 109)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Penyakit umat-umat sebelum kalian merayap mendatangi kalian; hasad dan kebencian, itulah yang memangkas. Aku tidak mengatakan memangkas rambut tapi memangkas agama. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Kalian tidak masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku beritahu yang menguatkan hal itu pada kalian?; Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian."
(Sunan At-Tirmiżiy: 2510)
Islam juga telah melarang perbuatan makar dan rencana jahat. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya."
(QS. Al-An'ām: 123)
Allah -Ta'ālā- telah mengisahkan bahwa kaum Yahudi berusaha keras membunuh Almasih -'alaihis-salām- dan merencanakan kejahatan. Namun, Allah -Ta'ālā- akhirnya membalas rencana jahat mereka. Allah juga telah menjelaskan bahwa rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Maka ketika Isa merasakan pengingkaran mereka (Bani Israil), dia berkata, 'Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?' Para Ḥawāriyyūn (sahabat setianya) menjawab, 'Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim.
Ya Tuhan kami! Kami telah beriman kepada apa yang Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul, karena itu tetapkanlah kami bersama golongan orang yang memberikan kesaksian.'
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
(Ingatlah), ketika Allah berfirman, 'Wahai Isa! Aku mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta menyucikanmu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat. Kemudian kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan tentang apa yang kamu perselisihkan.'"
(QS. Āli 'Imrān: 52-55)
Allah -Ta'ālā- juga telah mengisahkan bahwa kaum Nabi Ṣāliḥ -'alaihis-salām- berupaya keras melancarkan rencana jahat dengan membunuh dirinya. Lalu mereka membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya mereka, serta membinasakan mereka dan seluruh kaum mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Mereka berkata, 'Bersumpahlah kamu dengan (nama) Allah, bahwa kita pasti akan menyerang dia bersama keluarganya pada malam hari, kemudian kita akan mengatakan kepada ahli warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kebinasaan keluarganya itu, dan sungguh, kita orang yang benar.'
Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.
Maka perhatikanlah bagaimana akibat dari tipu daya mereka, bahwa Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya."
(QS. An-Naml: 49-51)
Islam juga melarang pencurian. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Tidaklah pezina dalam keadaan beriman (sempurna) ketika ia berzina, tidaklah pencuri dalam keadaan beriman (sempurna) ketika ia mencuri, dan tidaklah peminum minuman keras dalam keadaan beriman (sempurna) ketika meminumnya, dan tobat pun masih terbuka."
(Sahih Bukhari: 6810)
Islam juga melarang permusuhan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."
(QS. An-Naḥl: 90)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- telah memberikan wahyu kepadaku: hendaklah kalian bersikap tawaduk (rendah hati) sehingga tidak ada seseorang yang menganiaya orang lain dan tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain."
(Sahih Abī Dāwūd: 4895)
Islam juga melarang kezaliman. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."
(QS. Āli 'Imrān: 57)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan."
(QS. Al-An'ām: 21)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih."
(QS. Al-Insān: 31)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Tiga orang yang doa mereka tidak tertolak, yaitu; seorang imam (penguasa) yang adil, orang yang berpuasa hingga berbuka dan doanya orang yang dizalimi. Allah akan mengangkat doanya ke atas awan dan membukakan baginya pintu-pintu langit, seraya berfirman, 'Demi kemuliaan-Ku! Sungguh Aku akan menolongmu meski beberapa saat lamanya.'"
(HR. Muslim: 2749 secara ringkas dengan sedikit perubahan, Tirmizi: 2526 dengan sedikit perubahan, dan Ahmad: 8043, dan lafal hadis ini dari beliau)
Tatkala Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengutus Mu'āż ke negeri Yaman, di antara yang disampaikan Rasulullah kepadanya ialah:
"Takutlah terhadap doanya orang yang terzalimi karena antara dia dan Allah tidak ada hijab yang menghalanginya."
(Sahih Bukhari: 1496)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Ketahuilah bahwa orang yang menzalimi orang kafir yang menjalin perjanjian dengan umat Islam, atau mengurangi haknya, atau membebaninya di atas kemampuannya, atau mengambil darinya sesuatu yang tidak ia relakan; maka aku adalah orang yang akan membelanya pada hari Kiamat."
(Sunan Abī Dāwūd: 3052)
Kesimpulannya; agama Islam -sebagaimana engkau saksikan- senantiasa melarang setiap perbuatan yang menjijikkan (buruk), dan perlakuan yang zalim atau sewenang-wenang.
Islam melarang segala praktik transaksi jual beli yang mengandung unsur riba, membahayakan, tipuan, kezaliman, kecurangan atau yang dapat menyebabkan malapetaka dan mudarat besar terhadap masyarakat, bangsa maupun pribadi seseorang.Di awal pembahasan ini telah disebutkan beberapa ayat dan hadis yang mengharamkan riba, kezaliman, kecurangan serta perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS. Al-Aḥzāb: 58)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya)."(QS. Fuṣṣilat: 46)Dan dalam hadis disebutkan: "Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memutuskan bahwa tidak boleh berbuat mudarat (untuk diri sendiri) dan hal yang menimbulkan mudarat (untuk orang lain)."(Sunan Abī Dāwūd)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!" Dalam riwayat lain: "Maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya."(Sahih Muslim: 47)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Ada seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dikurungnya hingga mati kelaparan, lalu dengan sebab itu dia masuk neraka. Dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan dia juga tidak melepaskannya supaya bisa memakan serangga tanah."(Sahih Bukhari: 3482)Kalau ancaman neraka dalam hadis ini berlaku bagi siapa pun yang menyiksa seekor kucing, maka bagaimana kiranya nasib orang yang menyiksa manusia secara berlebih-lebihan?! Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah naik mimbar lantas menyeru dengan suara yang lantang seraya bersabda,"Wahai sekalian orang yang telah masuk Islam dengan lisannya namun keimanan belum tertancap di hatinya! Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan jangan pula kalian memperolok mereka, janganlah kalian menelusuri dan membongkar aib mereka. Barangsiapa yang menyelidiki aib saudaranya seislam niscaya Allah akan menyelidiki aibnya dan barangsiapa yang aibnya diselidiki oleh Allah niscaya Allah akan membongkar aibnya meskipun di dalam rumahnya sendiri." Nāfi' meriwayatkan: Suatu hari Ibnu Umar melihat ke arah Kakbah, lantas beliau berkata, "Betapa agungnya kamu dan betapa luhurnya kehormatanmu, namun seorang mukmin lebih agung kehormatannya di sisi Allah dari padamu."(HR. Tirmizi: 2032, dan Ibnu Ḥibbān: 5763)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam."(Sahih Bukhari: 6018)Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Tahukah kalian siapakah orang yang paling merugi?" Para sahabat menjawab, "Orang yang paling merugi menurut kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta benda." Rasulullah bersabda, "Orang yang paling merugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan pahala puasa, salat dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa dosa karena mencela kehormatan si polan, menuduh keji si polan, serta memakan harta si polan, lalu ia dihukum dengan diambil bagian kebaikannya oleh si polan dan kebaikan yang lain diambil oleh si polan, sehingga jika amalannya telah habis sebelum melunasi dosa-dosanya maka akan diganti dengan dilemparkan kepadanya dosa-dosa mereka (orang-orang yang dizaliminya) kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka."(HR. Muslim: 2581, Tirmizi: 2418, dan Ahmad: 8029, dan lafal hadis ini berasal dari beliau)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,"Pada badan jalan terdapat sebuah batang pohon berduri yang membahayakan manusia, lalu seorang lelaki mengambil dan membuangnya, maka ia pun dimasukkan ke dalam surga."(HR. Bukhari: 652 secara makna; Muslim: 1914 juga secara makna; Ibnu Majah: 3682; dan Ahmad: 10432, dan lafal ini milik Ibnu Majah dan Ahmad). Menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalan saja dapat menyebabkan pelakunya masuk surga; maka bagaimana kiranya nasib orang yang suka menyakiti manusia dan berbuat kerusakan terhadap mereka selama hidupnya.
Di awal pembahasan ini telah disebutkan beberapa ayat dan hadis yang mengharamkan riba, kezaliman, kecurangan serta perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."
(QS. Al-Aḥzāb: 58)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya)."
(QS. Fuṣṣilat: 46)
Dan dalam hadis disebutkan: "Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah memutuskan bahwa tidak boleh berbuat mudarat (untuk diri sendiri) dan hal yang menimbulkan mudarat (untuk orang lain)."
(Sunan Abī Dāwūd)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam!" Dalam riwayat lain: "Maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya."
(Sahih Muslim: 47)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,
"Ada seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dikurungnya hingga mati kelaparan, lalu dengan sebab itu dia masuk neraka. Dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan dia juga tidak melepaskannya supaya bisa memakan serangga tanah."
(Sahih Bukhari: 3482)
Kalau ancaman neraka dalam hadis ini berlaku bagi siapa pun yang menyiksa seekor kucing, maka bagaimana kiranya nasib orang yang menyiksa manusia secara berlebih-lebihan?! Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah naik mimbar lantas menyeru dengan suara yang lantang seraya bersabda,
"Wahai sekalian orang yang telah masuk Islam dengan lisannya namun keimanan belum tertancap di hatinya! Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan jangan pula kalian memperolok mereka, janganlah kalian menelusuri dan membongkar aib mereka. Barangsiapa yang menyelidiki aib saudaranya seislam niscaya Allah akan menyelidiki aibnya dan barangsiapa yang aibnya diselidiki oleh Allah niscaya Allah akan membongkar aibnya meskipun di dalam rumahnya sendiri." Nāfi' meriwayatkan: Suatu hari Ibnu Umar melihat ke arah Kakbah, lantas beliau berkata, "Betapa agungnya kamu dan betapa luhurnya kehormatanmu, namun seorang mukmin lebih agung kehormatannya di sisi Allah dari padamu."
(HR. Tirmizi: 2032, dan Ibnu Ḥibbān: 5763)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau diam."
(Sahih Bukhari: 6018)
Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, "Tahukah kalian siapakah orang yang paling merugi?" Para sahabat menjawab, "Orang yang paling merugi menurut kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta benda." Rasulullah bersabda, "Orang yang paling merugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan pahala puasa, salat dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa dosa karena mencela kehormatan si polan, menuduh keji si polan, serta memakan harta si polan, lalu ia dihukum dengan diambil bagian kebaikannya oleh si polan dan kebaikan yang lain diambil oleh si polan, sehingga jika amalannya telah habis sebelum melunasi dosa-dosanya maka akan diganti dengan dilemparkan kepadanya dosa-dosa mereka (orang-orang yang dizaliminya) kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka."
(HR. Muslim: 2581, Tirmizi: 2418, dan Ahmad: 8029, dan lafal hadis ini berasal dari beliau)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga bersabda,
"Pada badan jalan terdapat sebuah batang pohon berduri yang membahayakan manusia, lalu seorang lelaki mengambil dan membuangnya, maka ia pun dimasukkan ke dalam surga."
(HR. Bukhari: 652 secara makna; Muslim: 1914 juga secara makna; Ibnu Majah: 3682; dan Ahmad: 10432, dan lafal ini milik Ibnu Majah dan Ahmad). Menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalan saja dapat menyebabkan pelakunya masuk surga; maka bagaimana kiranya nasib orang yang suka menyakiti manusia dan berbuat kerusakan terhadap mereka selama hidupnya.
Islam hadir demi menjaga akal dan mengangkat derajatnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya."(QS. Al-Isrā`: 36)Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap insan untuk selalu menjaga akalnya. Oleh karena itu, Islam mengharamkan minuman keras dan narkotika. Saya (penulis) telah menyebutkan keharaman minuman keras di poin pembahasan nomor (34). Dalam Al-Qur`ān Al-Karīm juga terdapat banyak ayat yang diakhiri dengan firman Allah -Ta'ālā-:"Supaya kamu memahaminya."(QS. Al-Baqarah: 242)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?"(QS. Al-An'ām: 32)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur`ān berbahasa Arab, agar kamu mengerti."(QS. Yūsuf: 2)Allah -Ta'ālā- menjelaskan bahwa tidak ada yang bisa mengambil faedah dari petunjuk atau hikmah melainkan orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang memiliki akal yang sehat. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat."(QS. Al-Baqarah: 269)Oleh sebab itu, Islam menjadikan akal sebagai dasar (syarat) bagi seseorang menjadi mukalaf. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Pena (pencatat amal) akan diangkat dari tiga orang, yaitu: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak sampai dia balig, dan dari orang yang gila sampai dia sadar (berakal)."(HR. Bukhari secara mu'allaq dengan ungkapan jazm sebelum hadis no. 5269, dengan lafal yang sedikit berbeda; Abu Daud: 4402, secara mauṣūl dan lafal hadis ini berasal dari beliau; Tirmizi: 1423; An-Nasā`iy dalam As-Sunan Al-Kubrā: 7346; Ahmad: 956, dengan sedikit perbedaan redaksi; dan Ibnu Majah: 2042, secara ringkas)Islam telah membebaskan akal dari belenggu khurafat dan penyembahan kepada berhala. Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan kondisi umat terdahulu yang masih kuat pendiriannya terhadap khurafat dan bagaimana pula kebenaran yang datang dari Allah akhirnya mampu membantahnya:"Dan demikian, tidaklah Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri melainkan orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, 'Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka.'"(QS. Az-Zukhruf: 23)Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan tentang Nabi Ibrahim -'alaihis-salām-, bahwa ia berkata kepada kaumnya,"Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?"Mereka menjawab, "Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya."(QS. Al-Anbiyā`: 52-53)Ketika Islam datang, maka manusia diperintahkan untuk segera meninggalkan penyembahan berhala dan menjauhi khurafat yang telah mereka warisi dari kakek dan nenek moyang mereka. Sebaliknya mereka diperintahkan untuk mengikuti jalan para rasul -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-.Dalam ajaran Islam tidak ada rahasia maupun hukum syariat yang hanya dikhususkan untuk golongan tertentu dan tidak berlaku untuk golongan yang lain.Ali -raḍiyallāhu 'anhu- pernah ditanya; "Apakah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengkhususkan kalian dengan sesuatu?" Dia menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mengkhususkan kami dengan apa pun yang tidak diberikan kepada manusia secara umum, kecuali apa yang ada sarung pedangku ini." Abu Ṭufail berkata, "Dia mengeluarkan sebuah lembaran yang tertulis di dalamnya; Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah, Allah melaknat orang yang mencuri tanda batas tanah, Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya, dan Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kerusakan."(Sahih Muslim: 1978)Setiap hukum dan syariat Islam selalu sejalan dengan akal yang sehat dan selalu beriringan dengan konsep keadilan dan kebijaksanaan.
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya."
(QS. Al-Isrā`: 36)
Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap insan untuk selalu menjaga akalnya. Oleh karena itu, Islam mengharamkan minuman keras dan narkotika. Saya (penulis) telah menyebutkan keharaman minuman keras di poin pembahasan nomor (34). Dalam Al-Qur`ān Al-Karīm juga terdapat banyak ayat yang diakhiri dengan firman Allah -Ta'ālā-:
"Supaya kamu memahaminya."
(QS. Al-Baqarah: 242)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?"
(QS. Al-An'ām: 32)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur`ān berbahasa Arab, agar kamu mengerti."
(QS. Yūsuf: 2)
Allah -Ta'ālā- menjelaskan bahwa tidak ada yang bisa mengambil faedah dari petunjuk atau hikmah melainkan orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang memiliki akal yang sehat. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat."
(QS. Al-Baqarah: 269)
Oleh sebab itu, Islam menjadikan akal sebagai dasar (syarat) bagi seseorang menjadi mukalaf. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Pena (pencatat amal) akan diangkat dari tiga orang, yaitu: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak sampai dia balig, dan dari orang yang gila sampai dia sadar (berakal)."
(HR. Bukhari secara mu'allaq dengan ungkapan jazm sebelum hadis no. 5269, dengan lafal yang sedikit berbeda; Abu Daud: 4402, secara mauṣūl dan lafal hadis ini berasal dari beliau; Tirmizi: 1423; An-Nasā`iy dalam As-Sunan Al-Kubrā: 7346; Ahmad: 956, dengan sedikit perbedaan redaksi; dan Ibnu Majah: 2042, secara ringkas)
Islam telah membebaskan akal dari belenggu khurafat dan penyembahan kepada berhala. Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan kondisi umat terdahulu yang masih kuat pendiriannya terhadap khurafat dan bagaimana pula kebenaran yang datang dari Allah akhirnya mampu membantahnya:
"Dan demikian, tidaklah Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri melainkan orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, 'Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka.'"
(QS. Az-Zukhruf: 23)
Allah -Ta'ālā- berfirman mengabarkan tentang Nabi Ibrahim -'alaihis-salām-, bahwa ia berkata kepada kaumnya,
"Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?"
Mereka menjawab, "Kami mendapati nenek moyang kami menyembahnya."
(QS. Al-Anbiyā`: 52-53)
Ketika Islam datang, maka manusia diperintahkan untuk segera meninggalkan penyembahan berhala dan menjauhi khurafat yang telah mereka warisi dari kakek dan nenek moyang mereka. Sebaliknya mereka diperintahkan untuk mengikuti jalan para rasul -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-.
Dalam ajaran Islam tidak ada rahasia maupun hukum syariat yang hanya dikhususkan untuk golongan tertentu dan tidak berlaku untuk golongan yang lain.
Ali -raḍiyallāhu 'anhu- pernah ditanya; "Apakah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengkhususkan kalian dengan sesuatu?" Dia menjawab, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak mengkhususkan kami dengan apa pun yang tidak diberikan kepada manusia secara umum, kecuali apa yang ada sarung pedangku ini." Abu Ṭufail berkata, "Dia mengeluarkan sebuah lembaran yang tertulis di dalamnya; Allah melaknat orang yang menyembelih karena selain Allah, Allah melaknat orang yang mencuri tanda batas tanah, Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya, dan Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kerusakan."
(Sahih Muslim: 1978)
Setiap hukum dan syariat Islam selalu sejalan dengan akal yang sehat dan selalu beriringan dengan konsep keadilan dan kebijaksanaan.
Dalam ajaran agama yang batil (sesat), bila para pemeluknya belum memahami kontradiksi serta perkara-perkara yang ditolak oleh akal sehat dalam keyakinan mereka; pasti pemuka agama mereka akan berusaha meyakinkan para pengikutnya bahwa ajaran agama itu melebihi kemampuan akal, dan bahwa akal tidak memiliki fungsi sama sekali dalam memahami agama dan mencernanya dengan baik. Hal ini berbeda dengan ajaran Islam yang menjadikan agama sebagai cahaya yang senantiasa menerangi jalan bagi akal sehat. Para pemuka ajaran agama yang batil selalu berkeinginan agar manusia berlepas diri dari akalnya dan mengharuskannya untuk bertaklid kepada mereka. Adapun Islam, maka ia berkeinginan agar manusia mampu menyadarkan akalnya supaya bisa mengetahui kebenaran berbagai perkara sebagaimana adanya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur`ān) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur`ān) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur`ān itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus."(QS. Asy-Syūrā: 52)Wahyu Allah itu berisi berbagai bukti dan hujah (dalil) yang senantiasa membimbing akal sehat untuk memahami fakta-fakta yang ingin diketahui dan diimaninya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Wahai manusia! Sesungguhnya telah sampai kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur`ān)."(QS. An-Nisā`: 174)Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- mengharapkan manusia dapat hidup dalam naungan cahaya petunjuk, ilmu (yang bermanfaat) dan hakikat ajaran Islam yang sebenarnya. Adapun setan dan tagut, mereka menginginkan manusia agar tetap dalam kelamnya kekufuran, kedunguan dan kesesatan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan."(QS. Al-Baqarah: 257)
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur`ān) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur`ān) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur`ān itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus."
(QS. Asy-Syūrā: 52)
Wahyu Allah itu berisi berbagai bukti dan hujah (dalil) yang senantiasa membimbing akal sehat untuk memahami fakta-fakta yang ingin diketahui dan diimaninya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Wahai manusia! Sesungguhnya telah sampai kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur`ān)."
(QS. An-Nisā`: 174)
Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- mengharapkan manusia dapat hidup dalam naungan cahaya petunjuk, ilmu (yang bermanfaat) dan hakikat ajaran Islam yang sebenarnya. Adapun setan dan tagut, mereka menginginkan manusia agar tetap dalam kelamnya kekufuran, kedunguan dan kesesatan. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan."
(QS. Al-Baqarah: 257)
Islam amat memuliakan ilmu yang sahih (bermanfaat). Allah -Ta'ālā- berfirman,"(Niscaya) Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."(QS. Al-Mujādilah: 11)Bahkan Allah -Ta'ālā- menyandingkan persaksian ahli ilmu dengan persaksian-Nya dan persaksian para malaikat terkait persaksian yang sangat agung. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Allah mempersaksikan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (Juga menyatakan yang demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."(QS. Āli 'Imrān: 18)Hal ini menunjukkan mulianya kedudukan para ulama dalam ajaran Islam. Allah tidak memerintahkan Nabi-Nya, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk meminta tambahan sesuatu selain tambahan ilmu. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan katakanlah (Muhammad), 'Ya Tuhanku! Tambahkanlah ilmu kepadaku.'"(QS. Ṭāhā: 114)Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena senang pada penuntut ilmu. Orang berilmu itu dimintakan ampunan oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi hingga ikan di dasar air. Keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama adalah ahli waris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang melimpah."(HR. Abu Daud: 3641, Tirmizi: 2682, Ibnu Majah: 223 dan lafal hadis ini berasal dari beliau, dan Ahmad: 21715)Islam senantiasa menganjurkan untuk melakukan penelitian ilmiah yang jauh dari hawa nafsu. Serta mengajak agar selalu melakukan pengamatan serta perenungan terhadap diri kita dan lingkungan sekitar. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur`ān itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"(QS. Fuṣṣilat: 53)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?"(QS. Al-A'rāf: 185)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya melebihi apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas. Maka Allah sama sekali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri."(QS. Ar-Rūm: 9)Hasil riset ilmiah yang benar terhadap ilmu pengetahuan pasti tidak akan kontradiksi dengan ajaran Islam. Kami akan menyebutkan satu contoh, yaitu: Al-Qur`ān telah menyebutkan berbagai hal dengan amat detail sejak lebih dari 1400 tahun lalu, dan itu baru diketahui oleh sains modern belakangan ini. Hasil riset ilmu modern sejalan dengan yang tercantum dalam Al-Qur`ān yang agung; yaitu proses penciptaan janin manusia di dalam rahim ibunya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim).Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu lalu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik."(QS. Al-Mu`minūn: 12-14)
"(Niscaya) Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Mujādilah: 11)
Bahkan Allah -Ta'ālā- menyandingkan persaksian ahli ilmu dengan persaksian-Nya dan persaksian para malaikat terkait persaksian yang sangat agung. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Allah mempersaksikan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (Juga menyatakan yang demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
(QS. Āli 'Imrān: 18)
Hal ini menunjukkan mulianya kedudukan para ulama dalam ajaran Islam. Allah tidak memerintahkan Nabi-Nya, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk meminta tambahan sesuatu selain tambahan ilmu. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan katakanlah (Muhammad), 'Ya Tuhanku! Tambahkanlah ilmu kepadaku.'"
(QS. Ṭāhā: 114)
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Siapa yang menempuh sebuah jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena senang pada penuntut ilmu. Orang berilmu itu dimintakan ampunan oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi hingga ikan di dasar air. Keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama adalah ahli waris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang melimpah."
(HR. Abu Daud: 3641, Tirmizi: 2682, Ibnu Majah: 223 dan lafal hadis ini berasal dari beliau, dan Ahmad: 21715)
Islam senantiasa menganjurkan untuk melakukan penelitian ilmiah yang jauh dari hawa nafsu. Serta mengajak agar selalu melakukan pengamatan serta perenungan terhadap diri kita dan lingkungan sekitar. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur`ān itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"
(QS. Fuṣṣilat: 53)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?"
(QS. Al-A'rāf: 185)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya melebihi apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas. Maka Allah sama sekali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri."
(QS. Ar-Rūm: 9)
Hasil riset ilmiah yang benar terhadap ilmu pengetahuan pasti tidak akan kontradiksi dengan ajaran Islam. Kami akan menyebutkan satu contoh, yaitu: Al-Qur`ān telah menyebutkan berbagai hal dengan amat detail sejak lebih dari 1400 tahun lalu, dan itu baru diketahui oleh sains modern belakangan ini. Hasil riset ilmu modern sejalan dengan yang tercantum dalam Al-Qur`ān yang agung; yaitu proses penciptaan janin manusia di dalam rahim ibunya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim).
Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu lalu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik."
(QS. Al-Mu`minūn: 12-14)
Allah -Ta'ālā- tidak akan menerima satu amalan dan tidak akan memberikan pahalanya di akhirat kelak kecuali amalan tersebut berasal dari orang yang beriman kepada Allah, menaati-Nya serta membenarkan para rasul-Nya -'alaihimuṣ-ṣalāh was-salām-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya padanya (di dunia) apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.Dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.(QS. Al-Isrā`: 18-19)Allah -Ta'ālā- berfirman,"Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dan dia beriman, maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan), dan sungguh, Kamilah yang mencatat untuknya."(QS. Al-Anbiyā`: 94)Allah -Ta'ālā- tidak akan menerima amal ibadah kecuali bila telah sesuai dengan syariat-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Untuk itu, barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."(QS. Al-Kahf: 110)Dia menjelaskan bahwa amalan seseorang tidak benar kecuali bila telah sesuai dengan apa yang Allah syariatkan, dan pelakunya berniat ikhlas karena Allah dalam amalannya, juga beriman kepada Allah dan membenarkan ajaran para nabi dan rasul-Nya. Namun sebaliknya, bila amalan seseorang tidak memenuhi persyaratan di atas (ikhlas dan mengikuti ajaran nabi), maka sungguh Allah -Ta'ālā- telah berfirman (tentang hal ini),"Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan."(QS. Al-Furqān: 23)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina,bekerja keras lagi kepayahan,memasuki api yang sangat panas (neraka)."(QS. Al-Gāsyiyah: 2-4)Inilah wajah-wajah yang terhina lagi kepayahan dari beramal. Namun, bila amalan tersebut tidak sesuai dengan petunjuk Allah; niscaya Allah akan menjadikan neraka sebagai tempat tinggalnya. Hal itu karena amalan tersebut tidak sesuai dengan syariat Allah, namun sebaliknya sesuai dengan peribadatan yang batil dan mengekor pada arahan pemimpin kesesatan yang telah menciptakan ajaran-ajaran kebatilan (sesat). Jadi, sebuah amalan akan diterima oleh Allah bila sesuai dengan ajaran yang disampaikan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka, bagaimana mungkin seseorang kufur kepada Allah namun di sisi lain masih tetap mengharap balasan dari-Nya?Dan Allah tidak akan menerima iman seseorang kecuali bila ia mengimani seluruh nabi -'alaihimus-salām- serta beriman kepada risalah yang dibawa oleh Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dan kami telah sebutkan sebelumnya beberapa dalil yang berkaitan dengan hal ini pada pembahasan nomor (20). Allah -Ta'ālā- berfirman,"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), 'Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.' Dan mereka berkata, 'Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.'"(QS. Al-Baqarah: 285)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (Al-Qur`ān) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh."(QS. An-Nisā`: 136)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, 'Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?' Mereka menjawab, 'Kami setuju.' Allah berfirman, 'Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu.'"(QS. Āli 'Imrān: 81)
"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya padanya (di dunia) apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
Dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.
(QS. Al-Isrā`: 18-19)
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dan dia beriman, maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan), dan sungguh, Kamilah yang mencatat untuknya."
(QS. Al-Anbiyā`: 94)
Allah -Ta'ālā- tidak akan menerima amal ibadah kecuali bila telah sesuai dengan syariat-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Untuk itu, barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
(QS. Al-Kahf: 110)
Dia menjelaskan bahwa amalan seseorang tidak benar kecuali bila telah sesuai dengan apa yang Allah syariatkan, dan pelakunya berniat ikhlas karena Allah dalam amalannya, juga beriman kepada Allah dan membenarkan ajaran para nabi dan rasul-Nya. Namun sebaliknya, bila amalan seseorang tidak memenuhi persyaratan di atas (ikhlas dan mengikuti ajaran nabi), maka sungguh Allah -Ta'ālā- telah berfirman (tentang hal ini),
"Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan."
(QS. Al-Furqān: 23)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina,
bekerja keras lagi kepayahan,
memasuki api yang sangat panas (neraka)."
(QS. Al-Gāsyiyah: 2-4)
Inilah wajah-wajah yang terhina lagi kepayahan dari beramal. Namun, bila amalan tersebut tidak sesuai dengan petunjuk Allah; niscaya Allah akan menjadikan neraka sebagai tempat tinggalnya. Hal itu karena amalan tersebut tidak sesuai dengan syariat Allah, namun sebaliknya sesuai dengan peribadatan yang batil dan mengekor pada arahan pemimpin kesesatan yang telah menciptakan ajaran-ajaran kebatilan (sesat). Jadi, sebuah amalan akan diterima oleh Allah bila sesuai dengan ajaran yang disampaikan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Maka, bagaimana mungkin seseorang kufur kepada Allah namun di sisi lain masih tetap mengharap balasan dari-Nya?
Dan Allah tidak akan menerima iman seseorang kecuali bila ia mengimani seluruh nabi -'alaihimus-salām- serta beriman kepada risalah yang dibawa oleh Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dan kami telah sebutkan sebelumnya beberapa dalil yang berkaitan dengan hal ini pada pembahasan nomor (20). Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), 'Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.' Dan mereka berkata, 'Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.'"
(QS. Al-Baqarah: 285)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (Al-Qur`ān) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh."
(QS. An-Nisā`: 136)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, 'Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?' Mereka menjawab, 'Kami setuju.' Allah berfirman, 'Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu.'"
(QS. Āli 'Imrān: 81)
Sejatinya tujuan dari seluruh risalah ilahi adalah agar agama yang benar (Islam) semakin meningkatkan kemuliaan manusia hingga ia menjadi hamba yang selalu mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah, Rabb semesta alam. Islam bertujuan membebaskan manusia dari penghambaan terhadap materi maupun khurafat. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Binasalah budak dinar, dirham, pakaian beludru, dan pakaian wol bermotif. Jika diberi dia rida, tetapi jika tidak diberi dia tidak rida."(Sahih Bukhari: 6435)Jadi, manusia yang normal tak akan tunduk kecuali hanya kepada Allah; ia tidak akan diperbudak harta, martabat, pangkat dan kesukuan. Dalam kisah berikut ini akan terungkap bagi setiap pembaca; apa yang sebenarnya terjadi pada manusia sebelum Nabi diutus? Dan bagaimana hasilnya setelah masa kenabian?Tatkala kaum muslimin berhijrah pertama kali ke negeri Ḥabasyah, Raja Ḥabasyah ketika itu -An-Najāsyiy- bertanya kepada mereka,"Agama apa yang menyebabkan kalian meninggalkan kaum kalian, dan kalian juga tidak masuk pada agamaku atau agama umat lainnya?"Lantas Ja'far bin Abī Ṭālib menjawab,"Wahai sang Raja! Kami dahulu adalah kaum yang jahil, kami menyembah berhala dan memakan bangkai, melakukan berbagai keburukan dan memutus tali kekerabatan, berbuat jahat terhadap tetangga. Orang yang kuat di antara kami memangsa yang lemah, dan kami masih dalam keadaan seperti itu sampai Allah mengutus kepada kami seorang rasul dari kalangan kami sendiri. Kami mengetahui nasabnya dan kejujurannya, amanahnya dan kehati-hatiannya dalam menjaga kehormatannya. Dia mengajak kami kepada Allah agar kami mengesakan-Nya dan hanya menyembah-Nya, serta meninggalkan apa yang kami dan nenek moyang kami sembah berupa batu dan patung. Dia menyuruh kami untuk jujur dalam berbicara, menunaikan amanah dan menyambung silaturahmi, berbuat baik terhadap tetangga dan menahan dari hal-hal yang haram dan (menumpahkan) darah. Dia melarang kami melakukan berbagai kekejian, perkataan dusta, memakan harta anak yatim dan menuduh wanita yang baik dengan tuduhan berzina. Dia menyuruh kami agar kami menyembah Allah saja, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dia menyuruh kami untuk mengerjakan salat, zakat dan puasa." Dia menyebutkan berbagai hal yang berkaitan dengan perkara-perkara Islam, lalu melanjutkan, "Kami lalu membenarkannya, beriman kepadanya dan mengikuti apa yang beliau bawa. Kami lalu menyembah Allah saja, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Kami mengharamkan apa yang diharamkannya untuk kami dan kami menghalalkan apa yang dihalalkannya untuk kami ..."(HR. Ahmad: 1740 dengan sedikit perubahan redaksi dan Abu Nu'aim dalam Ḥilyah Al-Auliyā`: 1/115 secara ringkas).Agama Islam -sebagaimana engkau saksikan- tidak akan mengultuskan seseorang serta memosisikannya melebihi kedudukannya yang sebenarnya, dan tidak pula menjadikan mereka sebagai tuhan dan sesembahan yang diibadahi.Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah (Muhammad), 'Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.' Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim.'"(QS. Āli 'Imrān: 64)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?"(QS. Āli 'Imrān: 80)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku seperti orang-orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanya seorang hamba, maka katakan (panggil aku), 'Hamba Allah dan Rasul-Nya'."(Sahih Bukhari: 3445)
"Binasalah budak dinar, dirham, pakaian beludru, dan pakaian wol bermotif. Jika diberi dia rida, tetapi jika tidak diberi dia tidak rida."
(Sahih Bukhari: 6435)
Jadi, manusia yang normal tak akan tunduk kecuali hanya kepada Allah; ia tidak akan diperbudak harta, martabat, pangkat dan kesukuan. Dalam kisah berikut ini akan terungkap bagi setiap pembaca; apa yang sebenarnya terjadi pada manusia sebelum Nabi diutus? Dan bagaimana hasilnya setelah masa kenabian?
Tatkala kaum muslimin berhijrah pertama kali ke negeri Ḥabasyah, Raja Ḥabasyah ketika itu -An-Najāsyiy- bertanya kepada mereka,
"Agama apa yang menyebabkan kalian meninggalkan kaum kalian, dan kalian juga tidak masuk pada agamaku atau agama umat lainnya?"
Lantas Ja'far bin Abī Ṭālib menjawab,
"Wahai sang Raja! Kami dahulu adalah kaum yang jahil, kami menyembah berhala dan memakan bangkai, melakukan berbagai keburukan dan memutus tali kekerabatan, berbuat jahat terhadap tetangga. Orang yang kuat di antara kami memangsa yang lemah, dan kami masih dalam keadaan seperti itu sampai Allah mengutus kepada kami seorang rasul dari kalangan kami sendiri. Kami mengetahui nasabnya dan kejujurannya, amanahnya dan kehati-hatiannya dalam menjaga kehormatannya. Dia mengajak kami kepada Allah agar kami mengesakan-Nya dan hanya menyembah-Nya, serta meninggalkan apa yang kami dan nenek moyang kami sembah berupa batu dan patung. Dia menyuruh kami untuk jujur dalam berbicara, menunaikan amanah dan menyambung silaturahmi, berbuat baik terhadap tetangga dan menahan dari hal-hal yang haram dan (menumpahkan) darah. Dia melarang kami melakukan berbagai kekejian, perkataan dusta, memakan harta anak yatim dan menuduh wanita yang baik dengan tuduhan berzina. Dia menyuruh kami agar kami menyembah Allah saja, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dia menyuruh kami untuk mengerjakan salat, zakat dan puasa." Dia menyebutkan berbagai hal yang berkaitan dengan perkara-perkara Islam, lalu melanjutkan, "Kami lalu membenarkannya, beriman kepadanya dan mengikuti apa yang beliau bawa. Kami lalu menyembah Allah saja, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Kami mengharamkan apa yang diharamkannya untuk kami dan kami menghalalkan apa yang dihalalkannya untuk kami ..."
(HR. Ahmad: 1740 dengan sedikit perubahan redaksi dan Abu Nu'aim dalam Ḥilyah Al-Auliyā`: 1/115 secara ringkas).
Agama Islam -sebagaimana engkau saksikan- tidak akan mengultuskan seseorang serta memosisikannya melebihi kedudukannya yang sebenarnya, dan tidak pula menjadikan mereka sebagai tuhan dan sesembahan yang diibadahi.
Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Katakanlah (Muhammad), 'Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.' Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim.'"
(QS. Āli 'Imrān: 64)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?"
(QS. Āli 'Imrān: 80)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku seperti orang-orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanya seorang hamba, maka katakan (panggil aku), 'Hamba Allah dan Rasul-Nya'."
(Sahih Bukhari: 3445)
Allah -Ta'ālā- mensyariatkan tobat dalam ajaran Islam, yaitu kembalinya manusia kepada Rabb-nya dengan meninggalkan segala bentuk dosa. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Bertobatlah kalian semuanya, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung."(QS. An-Nūr: 31)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat(nya), dan bahwa Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang?"(QS. At-Taubah: 104)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan."(QS. Asy-Syūrā: 25)Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Allah lebih gembira dengan tobat seorang hamba yang beriman dibandingkan kegembiraan seseorang yang berada di gurun sahara yang mencekam dengan ditemani hewan tunggangannya serta perbekalan makanan dan minuman, kemudian ia tertidur. Ketika ia terbangun, ternyata hewan tunggangannya terlepas dengan membawa perbekalan makanan dan minumannya. Kemudian orang tersebut mencari hewan tunggangannya tersebut ke sana kemari hingga ia merasa haus. Setelah itu, ia pun berkata, 'Sebaiknya aku kembali saja ke tempat tidurku semula sampai aku mati.' Tak lama kemudian orang tersebut membaringkan tubuhnya dengan meletakkan kepalanya di atas lengannya dan bersiap-siap untuk mati. Ketika ia terbangun, ternyata hewan tunggangannya itu telah berada di sisinya dengan membawa bekal makanan dan minumannya. Sungguh kegembiraan Allah karena tobat seorang hamba-Nya yang beriman melebihi kegembiraan orang tersebut dengan kembalinya tunggangannya bersama perbekalan."(Sahih Muslim: 2744)Islam menghapus dosa-dosa masa lalu (saat kafir), dan tobat menghapus perbuatan dosa sebelumnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, 'Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh, berlaku (kepada mereka) sunah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (dibinasakan).'"(QS. Al-Anfāl: 38)Bahkan Allah menyeru kaum Nasrani agar bertobat. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya? Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Al-Mā`idah: 74)Allah -Ta'ālā- juga memotivasi seluruh pelaku maksiat dan para pendosa agar segera bertobat. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Az-Zumar: 53)Tatkala 'Amr bin Al-'Āṣ bertekad masuk Islam, ia sangat khawatir bila dosa-dosa masa lalunya sebelum masuk Islam tidak akan terampuni. Lantas 'Amr mengisahkan kondisinya ini dalam satu riwayat,"Ketika Allah -'Azza wa Jalla- memasukkan Islam ke dalam hatiku, maka aku mendatangi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar beliau membaiatku. Kemudian beliau mengulurkan tangannya kepadaku, lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah! Aku tidak akan membaiatmu sebelum engkau memberi maaf atas kesalahan-kesalahanku yang telah lalu.' Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, 'Wahai 'Amr! Tidakkah kamu tahu bahwa hijrah menghapus dosa yang telah lalu? Wahai 'Amr! Tidakkah kamu tahu bahwa Islam menghapus dosa yang telah lalu?'"(HR. Muslim: 121, beliau meriwayatkan secara lengkap dengan lafal yang sedikit berbeda; dan Ahmad: 17827. Redaksi hadis ini berasal dari beliau)
"Bertobatlah kalian semuanya, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung."
(QS. An-Nūr: 31)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat(nya), dan bahwa Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang?" (QS. At-Taubah: 104)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS. Asy-Syūrā: 25)
Rasulullah -șallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Allah lebih gembira dengan tobat seorang hamba yang beriman dibandingkan kegembiraan seseorang yang berada di gurun sahara yang mencekam dengan ditemani hewan tunggangannya serta perbekalan makanan dan minuman, kemudian ia tertidur. Ketika ia terbangun, ternyata hewan tunggangannya terlepas dengan membawa perbekalan makanan dan minumannya. Kemudian orang tersebut mencari hewan tunggangannya tersebut ke sana kemari hingga ia merasa haus. Setelah itu, ia pun berkata, 'Sebaiknya aku kembali saja ke tempat tidurku semula sampai aku mati.' Tak lama kemudian orang tersebut membaringkan tubuhnya dengan meletakkan kepalanya di atas lengannya dan bersiap-siap untuk mati. Ketika ia terbangun, ternyata hewan tunggangannya itu telah berada di sisinya dengan membawa bekal makanan dan minumannya. Sungguh kegembiraan Allah karena tobat seorang hamba-Nya yang beriman melebihi kegembiraan orang tersebut dengan kembalinya tunggangannya bersama perbekalan."
(Sahih Muslim: 2744)
Islam menghapus dosa-dosa masa lalu (saat kafir), dan tobat menghapus perbuatan dosa sebelumnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, 'Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh, berlaku (kepada mereka) sunah (Allah terhadap) orang-orang dahulu (dibinasakan).'"
(QS. Al-Anfāl: 38)
Bahkan Allah menyeru kaum Nasrani agar bertobat. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya? Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Al-Mā`idah: 74)
Allah -Ta'ālā- juga memotivasi seluruh pelaku maksiat dan para pendosa agar segera bertobat. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Katakanlah, 'Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Az-Zumar: 53)
Tatkala 'Amr bin Al-'Āṣ bertekad masuk Islam, ia sangat khawatir bila dosa-dosa masa lalunya sebelum masuk Islam tidak akan terampuni. Lantas 'Amr mengisahkan kondisinya ini dalam satu riwayat,
"Ketika Allah -'Azza wa Jalla- memasukkan Islam ke dalam hatiku, maka aku mendatangi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- agar beliau membaiatku. Kemudian beliau mengulurkan tangannya kepadaku, lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah! Aku tidak akan membaiatmu sebelum engkau memberi maaf atas kesalahan-kesalahanku yang telah lalu.' Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, 'Wahai 'Amr! Tidakkah kamu tahu bahwa hijrah menghapus dosa yang telah lalu? Wahai 'Amr! Tidakkah kamu tahu bahwa Islam menghapus dosa yang telah lalu?'"
(HR. Muslim: 121, beliau meriwayatkan secara lengkap dengan lafal yang sedikit berbeda; dan Ahmad: 17827. Redaksi hadis ini berasal dari beliau)
Dalam Islam, tidak dibutuhkan lagi pengakuan atas seluruh dosanya di hadapan manusia bila telah bertobat. Dalam Islam pula, hubungan antara manusia dengan Allah itu terjadi secara langsung. Maka tidak dibutuhkan orang lain sebagai perantara antara engkau dengan Allah. Sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan nomor (36), bahwa Allah -Ta'ālā- mengajak seluruh manusia untuk bertobat dan kembali kepada-Nya. Pun demikian, Allah melarang manusia menjadikan para nabi dan malaikat sebagai perantara antara Allah dengan para hamba-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?"(QS. Āli 'Imrān: 80)Islam - sebagaimana engkau saksikan- melarang kita menjadikan manusia sebagai tuhan atau sekutu bagi Allah dalam rubūbiyyah atau ulūhiyyah-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang sikap kaum Nasrani,"Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Almasih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan."(QS. At-Taubah: 31)Allah juga mengingkari orang-orang kafir yang menjadikan perantara antara diri mereka dengan Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), 'Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.' Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar."(QS. Az-Zumar: 3)Allah telah menjelaskan bahwa para penyembah berhala -orang jahiliah- dahulu menjadikan perantara antara mereka dengan Allah, seraya beralasan, "Kami lakukan itu demi mendekatkan diri kepada Allah."Apabila Allah telah melarang manusia menjadikan para nabi atau malaikat sebagai perantara antara Dia dengan para hamba-Nya; maka selain mereka (para nabi dan malaikat) tentunya lebih tidak patut lagi dijadikan perantara. Bagaimana mungkin hal tersebut disamakan? padahal para nabi dan rasul termasuk para hamba yang senantiasa bersegera dalam mendekatkan diri kepada Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman mengisahkan kondisi para nabi dan rasul -'alaihimus-salām-,"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap (kepada rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami."(QS. Al-Anbiyā`: 30)Allah -Ta'ālā- juga berfirman,"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan siksa-Nya. Sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti."(QS. Al-Isrā`: 57)Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang engkau mintai selain Allah -dari para nabi dan orang-orang saleh-; sejatinya mereka adalah orang-orang yang suka mendekatkan diri kepada Allah, senantiasa mengharap rahmat-Nya serta selalu takut azab-Nya. Maka bagaimana mungkin mereka dimintai sesuatu selain Allah?
"Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?"
(QS. Āli 'Imrān: 80)
Islam - sebagaimana engkau saksikan- melarang kita menjadikan manusia sebagai tuhan atau sekutu bagi Allah dalam rubūbiyyah atau ulūhiyyah-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang sikap kaum Nasrani,
"Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Almasih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan."
(QS. At-Taubah: 31)
Allah juga mengingkari orang-orang kafir yang menjadikan perantara antara diri mereka dengan Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), 'Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.' Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar."
(QS. Az-Zumar: 3)
Allah telah menjelaskan bahwa para penyembah berhala -orang jahiliah- dahulu menjadikan perantara antara mereka dengan Allah, seraya beralasan, "Kami lakukan itu demi mendekatkan diri kepada Allah."
Apabila Allah telah melarang manusia menjadikan para nabi atau malaikat sebagai perantara antara Dia dengan para hamba-Nya; maka selain mereka (para nabi dan malaikat) tentunya lebih tidak patut lagi dijadikan perantara. Bagaimana mungkin hal tersebut disamakan? padahal para nabi dan rasul termasuk para hamba yang senantiasa bersegera dalam mendekatkan diri kepada Allah. Allah -Ta'ālā- berfirman mengisahkan kondisi para nabi dan rasul -'alaihimus-salām-,
"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap (kepada rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami."
(QS. Al-Anbiyā`: 30)
Allah -Ta'ālā- juga berfirman,
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan siksa-Nya. Sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti."
(QS. Al-Isrā`: 57)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang engkau mintai selain Allah -dari para nabi dan orang-orang saleh-; sejatinya mereka adalah orang-orang yang suka mendekatkan diri kepada Allah, senantiasa mengharap rahmat-Nya serta selalu takut azab-Nya. Maka bagaimana mungkin mereka dimintai sesuatu selain Allah?
Di akhir risalah ini, kami turut mengingatkan bahwa manusia dengan segala perbedaannya baik waktu, bangsa dan negara, bahkan seluruh elemen masyarakatnya; sejatinya memiliki perbedaan juga dalam pola pikir dan tujuannya, dan berbeda pula lingkungan dan profesi yang digelutinya. Maka kondisi ini menuntut sekali kehadiran seorang juru dakwah yang senantiasa memberikan bimbingan kepadanya, serta butuh pula sebuah sistem aturan yang mampu menyatukannya dan seorang hakim yang bisa melindungi hak-haknya. Dahulu para rasul yang mulia -'alaihimus-salām- selalu mengambil peran tersebut atas bimbingan wahyu dari Allah, dengan senantiasa membimbing manusia ke jalan kebaikan dan kemuliaan, berusaha untuk menyatukan mereka di atas syariat Allah dan memutuskan berbagai perkara yang terjadi di antara mereka dengan benar dan adil. Akhirnya, kesejahteraan hidup mereka pun mampu terwujudkan. Hal ini didasari semangat mereka untuk menerima ajakan dari para rasul serta kedekatan masa mereka dengan turunnya risalah ilahi. Tatkala kesesatan semakin banyak, kejahilan semakin tersebar dan berhala semakin sering disembah, Allah akhirnya mengutus Nabi-Nya, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa petunjuk dan ajaran agama yang benar, demi mengeluarkan manusia dari kelamnya kekufuran, kejahilan dan penyembahan berhala menuju keimanan dan petunjuk.
Oleh karena itu, saya mengajak engkau agar dapat menghadap Allah dengan jujur dan tulus dengan melepas ikatan taklid atau tradisi; sebagaimana Allah -Ta'ālā- juga mengajakmu dalam firman-Nya,"Katakanlah, 'Aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian agar kamu pikirkan (tentang Muhammad). Kawanmu itu tidak gila sedikit pun. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras."(QS. Saba`: 46)Engkau juga seharusnya menyadari bahwa setelah kematianmu kelak, pasti engkau akan kembali kepada Rabb-mu. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)."(QS. An-Najm: 39-42)Aku juga mengajakmu untuk memperhatikan kondisi dirimu dan lingkungan sekitarmu. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?"(QS. Al-A'rāf : 185)Oleh karena itu, masuklah ke dalam Islam, niscaya engkau akan bahagia di dunia dan akhirat. Bila engkau menginginkan untuk masuk Islam, maka tidak ada cara lain kecuali engkau harus bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.Tatkala Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengutus Mu'āż ke negeri Yaman untuk menyampaikan ajaran Islam, beliau menasihatinya,"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka serulah mereka kepada syahadat bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah, dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu dalam masalah ini, sampaikan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka salat lima kali sehari dan malam. Jika mereka telah menaatimu dalam masalah itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka menaatimu dalam masalah itu, maka jangan mengambil harta-harta mereka yang bagus (sebagai zakat)."(Sahih Muslim: 19)Kamu juga wajib untuk melepaskan diri dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah. Melepaskan diri dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah adalah ajaran Ḥanīfiyyah, agama Ibrahim -'alaihis-salām-. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja."(QS. Al-Mumtaḥanah: 4)Engkau juga harus mengimani bahwa Allah akan membangkitkan kembali setiap manusia dari alam kuburnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu,dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur."(QS. Al-Ḥajj: 6-7)Dan engkau juga harus percaya bahwa hari perhitungan amalan dan hari pembalasan itu benar-benar nyata. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar, dan agar tiap-tiap diri dibalas terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan."(QS. Al-Jāṡiyah: 22)
"Katakanlah, 'Aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian agar kamu pikirkan (tentang Muhammad). Kawanmu itu tidak gila sedikit pun. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras."
(QS. Saba`: 46)
Engkau juga seharusnya menyadari bahwa setelah kematianmu kelak, pasti engkau akan kembali kepada Rabb-mu. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,
dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,
dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)."
(QS. An-Najm: 39-42)
Aku juga mengajakmu untuk memperhatikan kondisi dirimu dan lingkungan sekitarmu. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?"
(QS. Al-A'rāf : 185)
Oleh karena itu, masuklah ke dalam Islam, niscaya engkau akan bahagia di dunia dan akhirat. Bila engkau menginginkan untuk masuk Islam, maka tidak ada cara lain kecuali engkau harus bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.
Tatkala Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengutus Mu'āż ke negeri Yaman untuk menyampaikan ajaran Islam, beliau menasihatinya,
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka serulah mereka kepada syahadat bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah, dan aku adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu dalam masalah ini, sampaikan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka salat lima kali sehari dan malam. Jika mereka telah menaatimu dalam masalah itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka menaatimu dalam masalah itu, maka jangan mengambil harta-harta mereka yang bagus (sebagai zakat)."
(Sahih Muslim: 19)
Kamu juga wajib untuk melepaskan diri dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah. Melepaskan diri dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah adalah ajaran Ḥanīfiyyah, agama Ibrahim -'alaihis-salām-. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja."
(QS. Al-Mumtaḥanah: 4)
Engkau juga harus mengimani bahwa Allah akan membangkitkan kembali setiap manusia dari alam kuburnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu,
dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur."
(QS. Al-Ḥajj: 6-7)
Dan engkau juga harus percaya bahwa hari perhitungan amalan dan hari pembalasan itu benar-benar nyata. Allah -Ta'ālā- berfirman,
"Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar, dan agar tiap-tiap diri dibalas terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan."
(QS. Al-Jāṡiyah: 22)
Bila engkau bersaksi dengan persaksian seperti ini, maka engkau layak mendapat status muslim. Setelah itu, kamu wajib untuk menyembah Allah sesuai dengan apa yang telah disyariatkan, berupa mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa, menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, dan ibadah-ibadah lainnya.
Buku ini tertanggal, 19-11-1441 M
Penulis: Prof. Dr. Muhammad bin Abdullah As-Suḥaim
Mantan Guru Besar Ilmu Akidah di Prodi Ilmu Keislaman
Fakultas Tarbiah, King Saud University
Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia