×
New!

Bayan Al Islam Encyclopedia Mobile Application

Get it now!

Kaidah-Kaidah Pengobatan Islamy (Bahasa Indonesia)

Pengaturan: Khalid Al-Jeraisi

Description

Berbicara tentang pembagian dan tata cara serta syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam persoalan ruqyah, juga tentang penyebab-penyebab yang dapat membantu proses untuk mempercepat penyembuhan, kemudian diakhiri oleh beberapa penyebab yang dapat menolak datangnya kejahatan dan penyakit.

Download Book

    Kaidah-Kaidah Pengobatan Islamy

    ﴿ ضوابط الرقية الشرعية ﴾

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Dr. Khalid Abdurrahman Al Jeraisy

    Terjemah : Muzaffar Sahid Mahsun

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2009 - 1430

    ﴿ ضوابط الرقية الشرعية ﴾

    « باللغة الإندونيسية »

    خالد بن عبد الرحمن الجريسي

    ترجمة: مظفر شهيد محصون

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2009 - 1430

    Kaidah-Kaidah Pengobatan Secara Islamy

    Bismillah, wal hamdulillah, washshalatu wassalamu 'ala Rasulillah, wa ba'du:

    Saudara seiman, berikut ini adalah beberapa hal yang terkait dengan ruqyah yang disyari'atkan. Tulisan ini diterjemahkan dari muqaddimah kitab irqi nafsaka wa ahlaka bi nafsika (lakukanlah ruqyah kepada diri dan keluargamu dengan dirimu sendiri) karya Syaikh DR. Khalid bin Abdurrahman al-Juraisi.

    Ruqyah terbagi empat bagian:

    Pertama: yang dilakukan dengan kalam Allah I (al-Qur`an), dengan Asma-Nya I Yang Maha Indah, dengan sifat-Nya Yang Maha Tinggi, maka hal ini hukumnya boleh, bahkan dianjurkan.

    Kedua: Yang dihubungkan dengan hal itu berupa zikir dan doa yang ma'tsur, maka ruqyah ini sama seperti hukum sebelumnya.

    Ketiga: ruqyah yang dilakukan dengan zikir dan doa yang tidak ma'tsur, yang tidak menyalahi yang ma'tsur. Ini juga boleh.

    Empat: ruqyah yang tidak bisa dipahami maknanya, seperti ruqyah yang ada pada masa jahiliyah. Maka ruqyah ini harus dijauhi, agar tidak terjerumus dalam kesyirikan atau yang membawa kepadanya.

    Dhabith (kaidah) ruqyah yang disyari'atkan:

    Para ulama sepakat atas bolehnya ruqyah ketika mencakup tiga syarat:

    1. Bahwa ruqyah itu dilakukan dengan firman Allah I (al-Qur`an), atau Asma dan Sifat-Nya.

    2. Bahwa ruqyah itu dilakukan dengan bahaya Arab atau dengan bahaya yang lain yang dipahami oleh yang diruqyah (marqi).

    3. Bahwa yang meruqyah dan orang diruqyah meyakini bahwa ruqyah tidak memberikan pengaruh dengan sendirinya, tetapi dengan zat Allah I.

    Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh raaqy (yang meruqyah dan marqi (yang diruqyah), agar manfaat menjadi sempurna dengan izin Allah I, di antaranya adalah:

    1. Layaknya yang melakukan ruqyah, bahwa ia termasuk orang baik, shalih, dan istiqamah.

    2. Mengetahui ruqyah yang sesuai dari ayat-ayat al-Qur`an.

    3. Bahwa orang yang sakit termasuk orang beriman, shalih, baik, taqwa, dan istiqamah di atas agama, serta jauh dari perbuatan maksiat dan aniaya, berdasarkan firman Allah I:

    وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَيَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلاَّخَسَارًا

    Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Israa`:82)

    Biasanya, ruqyah tidak memberikan pengaruh kepada orang-orang yang selalu melakukan maksiat dan kemungkaran.

    4. Percaya dengan pasti bahwa al-Qur`an adalah penyembuh, rahmat, dan obat yang bermanfaat. Maka tidak bisa dilakukan ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur`an untuk percobaan. Jika berguna (berarti benar), dan jika tidak berguna ia berpaling kepada yang lain!!

    Maka jika semua syarat ini terpenuhi, niscaya manfaat ruqyah bisa didapatkan secara sempurna dengan ijin Allah I. Wallahu A'lam.

    Ada beberapa sebab penting, jika penderita menekuninya, niscaya sangat membantu dalam proses mempercepat penyembuhan dengan ijin Allah I, di antaranya adalah:

    1. Bersemangat menunaikan ibadah di dalam waktunya, yang paling penting adalah shalat berjamaah, terutama shalat Subuh, berdasarkan sabda Nabi ﷺ‬:

    مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِى ذِمَّةِ اللهِ ...

    "Barangsiapa yang melaksanakan shalat Subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah I…"[1]

    Dan Sabda Nabi ﷺ‬:

    مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

    "Barangsiapa yang shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan ia melaksanakan shalat malam semuanya."[2]

    2. Bahwa ia memulai dengan meruqyah dirinya sendiri, maka sesungguhnya ruqyah seseorang untuk dirinya sendiri lebih utama daripada ruqyah untuk orang lain. Karena sesungguhnya ruqyah termasuk jenis do'a, dan do'a seseorang untuk dirinya sendiri –dengan merealisasikan tawakkal yang sempurna- lebih diharapkan untuk diterima dari pada do'a orang lain untuknya, teruma di zaman yang sangat sedikit ahli ruqyah yang ikhlas.

    3. Jika ia tidak mungkin melakukan ruqyah untuk dirinya sendiri karena sakit yang terlalu berat, atau ia telah meruqyah dirinya sendiri kemudian ia ingin menambah dengan ruqyah orang lain untuknya, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh mencari ahli ruqyah yang ikhlas, memiliki akidah yang benar, dan dikenal di tengah masyarakat sebagai orang shalih dan punya nama baik. Janganlah ia terhanyut dalam tipuan dan propaganda para tukang sihir dan tukang sulap. Maka hal ini sudah diketahui dengan pasti tentang haramnya. Sebagaimana seorang muslim harus menghindar dari pengobatan dengan yang diharamkan. Sesungguhnya Allah I tatkala mensyari'atkan berobat untuk hamba-hamba-Nya, Dia I tidak menjadikan kesembuhan mereka pada sesuatu yang diharamkan terhadap mereka. Sebagaimana Nabi ﷺ‬ bersabda:

    إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِى حَرَامٍ

    "Sesungguhnya Allah I tidak menjadikan kesembuhanmu pada yang haram."[3]

    4. Bahwa ruqyah itu berasal dari orang yang baik hatinya dan istiqamah jalannya, dia telah membersihkan dirinya dari yang haram dan meyakini bahwa kesembuhan hanya dari Allah I saja, dan sesungguhnya Allah I Yang Maha Memberi kesembuhan. Karena sesungguhnya ruqyah –seperti telah dijelaskan sebelumnya- termasuk jenis doa. Maka apabila orang yang meruqyah membaca kepada dirinya atau kepada orang lain, ia harus meyakini saat meruqyah akan memperoleh kesembuhan dari Allah I secara mantap, bukan sambil melakukan percobaan. Jika raqi (yang meruqyah) melakukan ruqyah karena melakukan percobaan bergunanya ruqyah, berarti ia telah melepaskan manfaat yang diharapkan terhadap dirinya dengannya.

    5. Dia berdoa seperti orang yang sedang kesulitan yang meminta dengan sangat karena mengikuti Nabi ﷺ‬, meyakini akan terkabulkan, sebagaimana Allah I menjanjikan dengan firman-Nya:

    أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السَّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَآءَ اْلأَرْضِ أَءِلَهٌ مَّعَ اللهِ قَلِيلاً مَّاتَذَكَّرُونَ

    Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi?Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). (QS. An-Naml :62)

    Sebagaimana raqi (orang yang meruqyah) mencari waktu-waktu dikabulkan doa, di antaranya: sepertiga malam yang terakhir, waktu terakhir di hari Jum'at (sebelum maghrib), demikian pula di saat sujud, dan kondisi dan waktu lainnya yang utama.

    6. Berusaha terhadap makanan yang halal, berdasarkan sabda Nabi ﷺ‬:

    أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ

    "Perbaikilah makananmu, niscaya engkau dikabulkan doa."[4]

    Dan sabdanya ﷺ‬:

    أَيُّهَا النَّاسُ, إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا... ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلَ السَّفَرَ, أَشْعَثَ أَغْبَرَ, يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَارَبِّ يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ, فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذلِكَ

    "Wahai manusia, sesungguhnya Allah I itu baik dan hanya menerima sesuatu yang baik… Kemudian Rasulullah ﷺ‬ menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan jauh, sehingga berambut kusut dan penuh debu. Ia mengangkat kedua belah tangannya ke langit seraya berdoa: Wahai Rabbku.. wahai Rabbku! Sementara makanannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan yang haram. Bagaimana doanya akan dikabulkan?'[5]

    7. Berusaha membaca surah al-Baqarah di rumah. Ia –tanpa disangsikan lagi- merupakan benteng yang kokoh dan ruqyah yang besar untuk penghuni rumah itu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ‬:

    اِقْرَؤُوْا سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ, فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسَرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيْعُهَا الْبَطَلَةُ

    "Bacalah surah al-Baqarah, sesungguhnya mengambilnya adalah berkah dan meninggalkannya adalah kerugian, dan para penyihir tidak bisa menguasainya."[6]

    Dan di antara keagungan berkahnya surah ini adalah yang datang dari Nabi ﷺ‬, sesungguhnya beliau bersabda:

    إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ

    "Sesungguhnya syetan berlari dari rumah yang dibaca di dalamnya surah al-Baqarah."[7]

    Orang yang sakit bisa membacanya sendiri atau dibacakan atasnya. Sebagaimana jika diulang-ulang membacanya secara sempurna dengan tave recorder setiap hari atau setiap malam, dengan ijin Allah I, hal itu menjadi penyebab utama untuk kesembuhan penghuni rumah itu dari gangguan syetan, sebagaimana Syaikh Jibril hafizhahullah memberikan fatwa kepadaku tentang hal itu.

    8. Memperbanyak zikir kepada Allah I, selalu membaca al-Qur`an, menekuni istighfar, membentengi diri dengan zikir-zikir yang disyari'atkan.

    9. Meminum air suci yang telah dibacakan atasnya, mandi dengannya, terutama air zamzam, ia adalah obat orang yang sakit. Maka jika dibacakan atasnya, niscaya hal itu lebih utama dan sangat diharapkan memperoleh kesembuhan, insya Allah I. Dan jika ditambahkan atasnya daun bidara, atau kepada air suci yang sudah dibacakan atasnya, atau direndamkan padanya kertas-kertas yang ditulis atasnya ayat-ayat al-Qur`an dengan tinta yang suci –dari za'faran dan semisalnya- hal itu menjadi penyebab kesembuhan juga, dengan ijin Allah I.

    10. Memakan minyak zaitun dan memakai minyaknya, berdasarkan sabda Nabi ﷺ‬:

    كُلُوْا الزَّيْتَ وَادَّهِنُوْا بِهِ, فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ

    "Makanlah minyak zaitun dan pakailah minyaknya, maka sesungguhnya ia berasal dari pohon yang penuh berkah."[8]

    Demikian pula jintan hitam dan minyaknya, dimakan darinya dan dioleskan dengan minyaknya, berdasarkan sabda-Nya ﷺ‬:

    فِى الْحَبَّةِ السَّوْدَاءِ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلاَّ السَّام

    "Dalam habbah sauda (jintan hitam) terdapat kesembuhan dari segala penyakit kecuali mati."[9]

    Dan jikalau dibacakan atas minyak zaitun dan minyak habbah sauda (jinten hitam), dari ayat-ayat al-Qur`an, niscaya hal itu lebih utama, insya Allah I.

    11. Minum madu, sesungguhnya padanya terdapat obat bagi manusia, sebagaimana dikabarkan oleh Allah I. Jika dibacakan sebagian ayat al-Qur`an atasnya, tentu hal itu lebih utama, supaya digabungkan dengan hal itu di antara keutamaan berobat dengan al-Qur`an yang mulia dan disyari'atkan berobat dengan madu.

    12. Berbekam setiap kali dibutuhkan, hal itu berdasarkan sabda Nabi ﷺ‬:

    الشِّفَاءُ فِى ثَلاَثَةٍ: فِى شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةِ بِنَارٍ, وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ

    "Pengobatan dalam tiga perkara: pada torehan alat bekam, atau minuman madu, atau besi yang dipanaskan dengan api, dan aku melarang umatku dari besi yang dipanaskan."[10]

    13. Memakan tujuh kurma 'ajwah di pagi hari, hal itu berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ‬:

    مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ فِى ذلِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ.

    "Barangsiapa yang sarapan pagi –setiap hari- dengan tujuh kurma 'ajwah, niscaya racun dan sihir tidak bisa membahayakannya di hari itu."[11]

    Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan sepuluh sebab untuk menolak kejahatan orang yang dengki, penyakit 'ain dan tukang sihir dengan ijin Allah I:

    1. Berlindung kepada Allah I dari kejahatan mereka, membentengi diri dan kembali kepada-Nya ﷺ‬.

    2. Merealisasikan ketaqwaan kepada Allah I dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah I, niscaya Allah I menjaganya dan tidak menyerahkannya kepada yang lain sekejap matapun.

    3. Menghiasi diri dengan sifat sabar terhadap musuh yang dengki. Orang yang didengki tidak bisa mendapatkan kemenangan terhadap yang dengki kepadanya kecuali dengan cara menghadapinya dengan sifat sabar. Dan tipu daya yang jahat tidak bisa menimpa kecuali kepada pelakunya.

    4. Bertawakkal kepada Allah I, maka barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah I, maka Dia mencukupkannya. Tawakkal ini adalah penyebab terkuat untuk menolak gangguan manusia yang dia tidak mampu menahannya.

    5. Mengosongkan hati dari fikiran terhadap orang yang dengki, dan ia menghilangkannya dari hatinya setiap saat terlintas dalam benaknya, maka ia tidak menoleh dan tidak merasa takut kepadanya.

    6. Menghadap kepada Allah I dan ikhlas kepada-Nya. Ini adalah benteng terkuat yang tidak ada rasa takut bagi orang yang membentengi diri dengannya dan tidak tersia-sia orang yang kembali kepada-Nya.

    7. Memurnikan taubat kepada Allah I dari segala dosa. Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah kecuali karena dosa, dia mengetahui atau tidak mengetahuinya.

    8. Bersedekah dan berbuat baik sedapat mungkin. Sesungguhnya hal itu mempunyai pengaruh yang mengagumkan dalam menolak bala, penyakit 'ain, dan kejahatan orang yang dengki. Disebutkan dalam atsar: 'Obatilah orang yang sakit darimu dengan sedekah.'[12]

    9. Memadamkan api kedengkian orang yang dengki, yang berbuat zalim, dan yang menyakiti dengan berbuat baik kepadanya. Berbuat baik kepada manusia mewariskan rasa cinta, meringankan tekanan permusuhan atau menghilangkannya, sebagaimana firman Allah I:

    وَلاَتَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلاَالسَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

    Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. Fushshilat:34)

    10. Memurnikan tauhid kepada Allah I. Karena sesungguhnya tauhid adalah benteng Allah I yang paling besar. Maka barangsiapa yang memasukinya, niscaya ia berada di tempat yang aman. Demikian pula bertafakkur dalam segala sebab kepada yang menciptakan sebab Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan meyakini bahwa segala sesuatu tidak bisa memberi mudharat atau manfaat kecuali dengan ijin-Nya.

    Petunjuk-petunjuk umum yang harus dijaga saat melaksanakan ruqyah:

    1. Raqi (yang meruqyah) dan marqi (yang diruqyah) dalam keadaan suci dari hadats kecil dan hadats besar.

    2. Raqi menghadap qiblat.

    3. Raqi dan marqi mentadabburkan nash-nash ruqyah saat membaca. Janganlah raqi membaca tanpa tadabbur terhadap maknanya dan tidaklah marqi mendengarnya kecuali berusaha melakukan hal sama, dan keduanya menggantungkan hati kepada keagungan qudrat Allah I dan meminta pertolongan kepada-Nya.

    4. Meludah saat membaca dan sesudahnya, dan tidak mengapa meninggalkannya.

    5. Sangat baik meletakkan tangan kanan –saat membaca- di atas ubun-ubun atau di tempat yang sakit, jika hal itu memungkinkan, serta diperhatikan tidak bolehnya menyentuh wanita yang bukan muhrim.

    6. Demikian pula dianggap baik, sekali-kali membaca dengan suara sedang di telinga kanan atau kiri orang yang sakit saat meruqyah.

    7. Apabila engkau memperhatikan adanya pengaruh ayat yang dibaca terhadap yang sakit, maka tidak mengapa mengulanginya tiga kali, atau lima kali, atau tujuh kali menurut kebutuhan.

    8. Raqi berniat memberikan manfaat kepada saudaranya dengan ruqyahnya, ingin supaya Allah I menyembuhkannya dan meringankan kesusahan darinya. Bahkan jika raqi meyakini adanya jin yang menyusup, ia berusaha mengajaknya bertaqwa dan istiqamah. Ini adalah tuntutan yang sangat penting. Hendaklah raqi memperhatikannya, karena risalah seorang muslim yang mendasar adalah berdakwah kepada Allah I, berdasarkan firman Allah I:

    قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي

    Katakanlah:"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha ". (QS. Yusuf:108)

    Maka seorang muslim adalah juru dakwah dalam kedudukan pertama. Karena inilah, yang paling utama adalah agar dia memulai ruqyahnya, sedangkan di dalam dadanya membawa dua misi, yaitu mengobati dan memberi petunjuk. Maka tidak seharusnya ia berusaha menyakiti jin sejak pertama kali, kecuali apabila ia membangkang terhadap jalan-jalan petunjuk.

    9. Menjaga lafazh ruqyah yang sesuai saat membaca, seperti arqi nafsi (aku meruqyah diriku), arqika (aku meruqyah engkau, untuk satu orang laki-laki), arqiki (aku meruqyah engkau, untuk satu orang perempuan), arqikum (aku meruqyah kamu, untuk beberapa orang), dan hal itu menurut kondisinya.

    10. Terkadang ruqyah bisa berlangsung selama satu minggu, bisa kurang dari itu atau lebih. Dan hal itu menurut kondisi yang sakit dan kadar kesembuhannya, sampai ia sembuh dengan ijin Allah I.

    11. Raqi bisa meringkas ruqyah dengan memilih ayat-ayat tertentu yang sesuai kondisi marqi.

    12. Demikian pula raqi bisa meringkas dalam ruqyah terhadap ayat-ayat al-Qur`an atau dari Nabi ﷺ‬, tetapi yang paling sempurna adalah menggabungkan di antara keduanya.

    13. Juga, raqi bisa membaca dengan suara keras atau pelan, dan suara keras lebih utama, supaya marqi bisa mendengarnya, maka bertambahlah pengaruhnya dengan ruqyah dan manfaatnya dengannya.

    Demikianlah beberapa hal yang terkait dengan ruqyah yang diterjemahkan dari pengantar kitab kitab Irqi nafsakan wa ahlaka bi nafsika (lakukanlah ruqyah kepada diri dan keluargamu dengan dirimu sendiri), karya Syaikh DR. Khalid bin Abdullah al-Jarisi. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.

    [1] HR. Muslim no. 657, dari Jundab bin Abdullah al-Qasri t.

    [2] HR. Muslim no. 656, dari Utsman bin 'Affan t.

    [3] HR. Ibnu Hibban no. 1391, dari Ummu Salamah.

    [4] HR. ath-Thabrani dalam al-Ausaath no. 6491. Hadits ini diperkuat oleh hadits Muslim yang disebutkan sesudahnya.

    [5] HR. Muslim no. 1015, dari Abu Hurairah t.

    [6] HR. Muslim no. 804

    [7] HR. Muslim no. 780

    [8] HR. at-Tirmidzi no.1851.

    [9] Muttafaqun 'alaih. Al-Bukhari no.5688, dan Muslim no. 2215

    [10] HR. al-Bukhari no. 5683 dan Muslim no. 2205

    [11] HR. al-Bukhari no. 5445, dan Muslim no. 2047.

    [12] HR. Abu Daud dalam al-Marasil hal 127-128 dengan riwayat mursal dari al-Hasan al-Bashri.

    معلومات المادة باللغة العربية