×

Makna Ayat Hijab (Bahasa Indonesia)

Pengaturan: Muhammad Ibrahim Anl Al-Syaikh

Description

Pertanyaan yang dijawab oleh Samahah Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh –rahimahullah- : ”Apakah Hukum wanita membuka wajah dan dua telapak tangannya di hadapan laki-laki bukan mahram?\”

Download Book

    Makna Ayat Hijab

    ﴿ معنى آيات الحجاب ﴾

    Makna Ayat Hijab

    Samahah Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya:

    Pertanyaan: Apakah hukum wanita membuka wajah dan dua telapak tangannya di hadapan laki-laki bukan mahram?

    Jawaban:  Makna firman Allah subhanahu wa ta’ala:

    قال الله تعالي: { وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ } [النور: 3١] 

    "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka". (QS. An-Nuur:31)

    para ahli tafsir berbeda pendapat pada makna ayat ini atas beberapa pendapat:

    Pertama, al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa firman Allah subhanahu wa ta’ala (dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka )perhiasan adalah gelang tangan, gelang kaki, anting, dan kalung. Dan firman-Nya: (kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. ) pakaian dan jilbab.

    Kedua: Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata dalam firman-Nya: (kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.), yaitu wajah, dua telapak tangan dan cincin. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ikrimah dalam firman-Nya (kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.), ia berkata: wajah dan dua telapak tangan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya Asma` bin Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma masuk kepada Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam, ia memakai pakaian tipis maka Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam berpaling darinya dan bersabda: ‘Wahai Asma’, sesungguhnya bila wanita sudah haid (baligh), tidak pantas dilihat darinya kecuali ini’, dan beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan. Abu Daud meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( أن الجارية إذا حاضت لم يصلح أن يرى منها إلا وجهها ويداها إلى المفصل )) (رواه أبو داود)

    “Sesungguhnya bila wanita sudah haid (baligh), tidak pantas/boleh dilihat darinya kecuali wajah dan kedua tangannya hingga persendian tangan.”

    Yang rajih (kuat) dari semua pendapat ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Adapun dalil-dalil dari al-Qur`an adalah sebagai berikut:

    Pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:

    قال الله تعالي: { وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ }[النور: 3١] 

    Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, ...(QS. An-Nuur:31)

    Sisi pengambilan dalil adalah bahwa apabila wanita disuruh menurunkan khimarnya dari kepalanya terhadap wajahnya untuk menutupi dadanya, maka ia disuruh –dengan dalalah tadhammun- untuk menutup yang di antara kepala, dada, wajah, dan leher. Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi rahmat kepada kaum wanita Muhajirin generasi pertama, tatkala turun firman Allah subhanahu wa ta’ala:

    قال الله تعالي: { وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ }[النور: 3١] 

    Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, ...

    Mereka menyobek pakaian mereka lalu berkerudung dengannya. Khimar adalah sesuatu yang wanita menutupi kepalanya. Jib adalah tempat terbuka dari baju dan qamis, dan ia dari depan, sebagaimana turun ayat atasnya, bukan dari belakang seperti yang dilakukan oleh para wanita Prancis dan yang meniru mereka dari kalangan wanita muslim.

    Kedua: firman Allah subhanahu wa ta’ala:

    قال الله تعالي: ﴿ وَٱلۡقَوَٰعِدُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ ٱلَّٰتِي لَا يَرۡجُونَ نِكَاحٗا فَلَيۡسَ عَلَيۡهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعۡنَ ثِيَابَهُنَّ غَيۡرَ مُتَبَرِّجَٰتِۢ بِزِينَةٖۖ وَأَن يَسۡتَعۡفِفۡنَ خَيۡرٞ لَّهُنَّۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ٦٠ ﴾ [النور: 60] 

    Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaianmereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. an-Nuur:60)

    Ar-Raghib dalam Mufradat-nya: al-Qa’idah adalah wanita yang sudah tidak haid dan tidak menikah. Al-Baghawi berkata dalam tafsirnya: Rabi’ah ar-Ra’yi berkata: mereka adalah wanita tua yang bila laki-laki melihat mereka sudah tidak tertarik. Adapun wanita yang masih tersisa kecantikannya dan ia masih mempunyai daya tarik, maka ia tidak masuk dalam ayat ini. Sampai di sini ucapan al-Baghawi. Adapun tabarruj, maksudnya adalah wanita menampakan perhiasan dan keindahannya di hadapan laki-laki bukan mahram. 

    Sisi pengambilan dalil dari ayat tersebut adalah bahwa ia menunjukkan dengan mantuhqnya (makna lafazhnya) bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memberi keringanan kepada wanita tua yang tidak berminat menikah untuk meletakan pakainnya, maka ia tidak memakai jilbab dan tidak berhijab karena sudah sirna kerusakan yang ada pada selainnya. Akan tetapi bila ia berhijab seperti wanita muda maka ia lebih utama. Al-Baghawi berkata: (وَأَن يَسۡتَعۡفِفۡنَ  ) dan berlaku sopan maka ia tidak melemparkan jilbab dan kerudung (خَيۡرٞ لَّهُنَّۗ  ) adalah lebih baik bagi mereka. Abu Hayyan berkata, "dan mereka berlaku sopan dengan tidak melemparkan pakaian dan berhijab seperti wanita muda maka ia lebih utama baginya mereka."

    Adapun dalil-dalil dari sunnah adalah sebagai berikut:

    Pertama: dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersama Maimunah radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata: ‘Tatkala kami di sisinya, datang Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu lalu masuk kepada beliau, dan peristiwa itu setelah diperintahkan hijab, beliau bersabda: ‘Berhijablah darinya’. Ia berkata: ‘Ia seorang yang buta, tidak melihat kami.’ Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda: ‘Apakah kamu berdua buta? Bukanlah kamu melihatnya? Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan maknanya.

    Kedua: Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya istri-istrimu didatangi oleh orang yang shalih dan fasik, jikalau engkau menyuruh para ummul mukminin agar berhijab.’ Lalu turunlah ayat hijab. Diriwayatkan oleh Syaikhaan.[1]



    [1] Fatawa dan rasail Syaikh Muhammad bin Ibrahim 10/25 dengan ringkas.

    معلومات المادة باللغة العربية