×

Kesyirikan Kaumnya Nabi Ibrahim (Bahasa Indonesia)

Pengaturan: Abu Bakar Zakaria

Description

Beliau adalah bapaknya para nabi karena banyaknya keturunan beliau yang menjadi nabi, beliau diutus ketika manusia pada saat itu berubah keyakinannya menjadi paganisme. Seperti apa sepak terjang beliau dalam memperjuangkan agama tauhid sehingga beliau mendapat kedudukan yang begitu tinggi menjadi kekasih Allah Shubahanahu wa ta’alla. Nah, Silahkan baca makalah ringkas ini, semoga bisa memahaminya.

Download Book

    Kesyirikan Kaumnya Nabi Ibrahim

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria

    Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2014 - 1435

    الشرك في قوم إبراهيم

    « باللغة الإندونيسية »

    الشيخ أبو بكر محمد زكريا

    ترجمة: عارف هداية الله أبو أمامة

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2014 - 1435

    Kesyirikan Kaumnya Nabi Ibrahim

    Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya, kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang -Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

    Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:

    Kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam.

    Inilah rangkaian dari materi yang berkaitan dengan kesyirikan yang terjadi diumat-umat sebelum kita. Kemudian setelah berlalunya zaman, Allah ta'ala mengutus utusan -Nya Ibrahim 'alaihi sallam yang mendapat julukan kekasih Allah Shubhanahu wa ta’alla. Dan awal kisah nabi yang mulia ini datang didalam urutan kisah para nabi yang ada didalam al-Qur'an setelah kisahnya nabi Sholeh 'alaihi sallam. Sebagaimana di kisahkan dalam surat at-Taubah, yang mana disitu Allah Shubhanahu wa ta’alla memulai kisahnya dengan berfirman:

    ﴿ أَلَمۡ يَأۡتِهِمۡ نَبَأُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ قَوۡمِ نُوح وَعَاد وَثَمُودَ وَقَوۡمِ إِبۡرَٰهِيمَ وَأَصۡحَٰبِ مَدۡيَنَ وَٱلۡمُؤۡتَفِكَٰتِۚ ٧٠ ﴾ [ التوبة: 70 ]

    "Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?". (QS at-Taubah: 70).

    Dan sebagaimana dalam surat Faathir, Allah ta'ala mengatakan di sana:

    ﴿وَإِن يُكَذِّبُوكَ فَقَدۡ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ جَآءَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَبِٱلزُّبُرِ وَبِٱلۡكِتَٰبِ ٱلۡمُنِيرِ ٢٥ ثُمَّ أَخَذۡتُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۖ فَكَيۡفَ كَانَ نَكِيرِ ٢﴾ [ فاطر: 25-26 ]

    "Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zubur, dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; Maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan -Ku". (Faathir: 25-26).

    Bisa dikatakan bahwa nabi Ibrahim 'alaihi sallam adalah peletak batu pertama bagi agama tauhid beliau sebagai pembaharunya. Sebab setiap orang yang berada dimuka bumi pada waktu itu berada dalam kekufuran selain Ibrahim al-Khalil dan istrinya serta anak saudara lakinya yang bernama nabi Luth 'alaihima sallam. Kita awali kajian kita dari mengenal siapa itu Ibrahim? Dan beliau di utus untuk kaum apa? Bagaimana kondisi kesyirikan yang terjadi ditengah kaumnya? Terus seperti apa cara nabi Ibrahim memperbaiki keadaan mereka? Maka dibawah paragraf berikut ini pembahasannya secara ringkas:

    MENGENAL SIAPA NABI IBRAHIM 'ALIHI SALLAM:

    Beliau adalah Ibrahim bin Azar –atau Tarikh- bin Nahur bin Saarugh bin Raa'u bin Faaligh bin Aabir bin Syaalikh bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh 'alihi sallam.[1]

    Ada yang mengatakan beliau adalah Ibrahim bin Tarikh bin Naakhur bin Saarugh bin Arghu bin Faaligh bin Aabir bin Syaalikh bin Qinan bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh 'alaihi sallam.[2]

    Para ulama berbeda pendapat tentang asal muasal daerahnya serta tempat kelahiran beliau. Ada sebagian ulama yang mengatakan, "Tempat kelahiran beliau adalah di Suus dari negeri al-Ahwaz". Ada lagi yang menyatakan, kalau beliau lahir di Ghuthah, Damaskus di sebuah perkampungan yang dinamakan dengan Barzah di pegunungan Qasiyun. Pendapat ini sebagaimana datang dari riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu.[3]

    Ulama yang lain mengatakan, "Beliau di lahirkan di Warka sebuah daerah yang letaknya berada ditepi az-Zawabi dekat perbatasan Kaskar. Kemudian ayahnya membawa beliau ke tempat yang raja Namrud tinggal di situ yakni di tepi Kuutsa". Ada yang menyebutkan, di Sawad dekat dengan Kuutsa. Ada lagi yang mengatakan, tempat kelahirannya di Huraan. Akan tetapi, ayahnya membawa beliau ke negeri Baabal (babilonia).[4]

    Sebagian lagi menyebutkan, 'Tempat kelahiran beliau berada di Baabal masuk dikawasan negeri Sawaad'. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Katsir. Dan diriwayatkan dari Ibnu Asakir dari beberapa jalur dari Ikrimah, bahwa Ibrahim lahir di negeri al-Kaldaniyin (armenia) -yang mereka maksud ialah Baabal-.[5] Selanjutnya para sejarahwan berselisih tentang nama ayah Ibrahim, apakah bernama Azar atau Tarih. Namun, yang kuat ialah bernama Azar, berdasarkan firman Allah tabaraka wa ta'ala:

    ﴿ وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصۡنَامًا ءَالِهَةً إِنِّيٓ أَرَىٰكَ وَقَوۡمَكَ فِي ضَلَٰل مُّبِين ٧٤﴾ [ الأنعام: 74 ]

    "Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (QS al-An'am: 74).

    Demikian pula didukung dengan sebuah hadits dimana Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi sallam bersabda:

    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَلْقَى إِبْرَاهِيمُ أَبَاهُ آزَرَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَى وَجْهِ آزَرَ قَتَرَةٌ وَغَبَرَةٌ.. » [أخرجه البخاري]

    "Kelak pada hari kiamat Ibrahim akan berjumpa dengan ayahnya Azar sedang ketika itu diwajah Azar penuh berdebu..".[6]

    Imam Ibnu Jarir menegaskan, "Yang benar nama ayah beliau adalah Azar. Barangkali dirinya punya dua nama yang biasa ia dipanggil dengannya, atau kemungkinan yang satu julukannya dan yang lain nama panggilannya".[7]

    Kemudian Imam Ibnu Katsir mengomentari ucapan beliau tadi dengan menyatakan, "Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir tadi ada benarnya, wallau a'lam".[8]

    KEPADA SIAPAKAH NABI IBRAHIM DIUTUS?

    Sebagaimana telah kami singgung sebelumnya bahwa para ulama sejarah berbeda pendapat tentang tempat kelahiran nabi Ibrahim 'alaihi sallam. Barangkali sebab perselisihan ini muncul dari adanya riwayat-riwayat yang menjelaskan kalau nabi Ibrahim 'alaihi sallam menyeru dakwahnya di negeri al-Kaldaniyin, sebagaimana beliau juga menyerukan dakwahnya di negeri Kan'an. Begitu juga adanya riwayat yang menerangkan beliau berdakwah pada penduduk Huran. Seperti yang sudah di maklumi bersama kalau para nabi di utus pada umatnya.

    Sehingga para ulama sejarah berbeda pendapat tentang tempat kelahirannya, manakala mereka mendapati adanya riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang beberapa tempat dakwah beliau, akan tetapi, pendapat yang kuat dalam masalah ini ialah beliau lahir di al-Kaldaniyin yaitu sebuah negeri yang bernama Baabal dan kaldaniyah masuk dalam wilayah kekuasaanya. Kemudian beliau melakukan pengembaraan menuju negeri Kan'an yang lebih dikenal dengan negeri Baitul Maqdis, lalu beliau tinggal di Hurran, yaitu negerinya Kasydaniyin pada waktu itu, begitu pula negeri Jazirah serta Syam.[9]

    KESYIRIKAN KAUMNYA NABI IBRAHIM 'ALAIHI SALLAM:

    Kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam bernama Shabi'ah.[10] Yang mana mereka mempunyai dua macam kesyirikan, dan keduanya masuk dalam syirik rububiyah dan uluhiyah.

    Adapun kesyirikan mereka dalam rububiyah ialah klaim mereka yang mengatakan kalau rajanya yang bernama Namrud bin Kuusy mempunyai hak rububiyah –dia adalah seorang yang lemah yang mengajak manusia untuk beribadah kepadanya-. Dan Allah ta'ala telah mengabadikan kisah perdebatan antara kekasih -Nya nabi Ibrahim bersama raja sombong yang lalim ini yang mengklaim dirinya punya kekuasaan dalam rububiyah. Allah Shubhanahu wa ta’alla menceritakan dalam firman -Nya:

    ﴿ أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِي حَآجَّ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ فِي رَبِّهِۦٓ أَنۡ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ رَبِّيَ ٱلَّذِي يُحۡيِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحۡيِۦ وَأُمِيتُۖ قَالَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأۡتِي بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ بِهَا مِنَ ٱلۡمَغۡرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِي كَفَرَۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٢٥٨ ﴾ [ البقرة: 258 ]

    "Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS al-Baqarah: 258).

    Termasuk diantara jenis kesyirikan mereka dalam perkara rububiyah ialah keyakinan adanya pengaruh pada beberapa perkara secara samar yang tidak tampak dari mana sebabnya. Maka jenis kesyirikan ini untuk pertama kalinya muncul di kalangan al-Kaldaniyun, dimana mereka mempunyai keyakinan adanya pengaruh bintang-bintang pada makhluk yang berada dibawah, sebagaimana akan datang penjelasannya.

    Adapun muara kesyirikan mereka bersumber pada peribadatan kepada bintang, matahari dan bulan[11], kesyirikan ini berasal di negeri Babilonia, yang kemudian mereka tambah bersama kesyirikan lain yaitu dengan menyembah berhala, dimana mereka beribadah kepada batu yang tuli serta patung yang bisu, adapun penduduk Huran pada zamannya nabi Ibrahim 'alaihi sallam, mereka biasa beribadah kepada tujuh bintang, maka beliau mendakwahi penduduk Babilonia terlebih dahulu untuk beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla semata baru kemudian beliau mendakwahi penduduk Huran.

    Imam Ibnu Katsir menjelaskan, "Selanjutnya nabi Ibrahim bersama keluarganya pindah dengan tujuan negeri Kan'an yaitu negeri baitul Maqdis, kemudian beliau tinggal di Huran. Adapun penduduknya mereka memiliki kebiasaan menyembah tujuh bintang, dan orang-orang yang memakmurkan kota Damaskus dahulu berada diatas agama semacam ini, mereka biasa menghadap ke kutub utara untuk melakukan ritual ibadah, yaitu menyembah tujuh bintang dengan berbagai macam jenis ritual ibadah baik yang berbentuk perbuatan maupun ucapan, oleh karena itu pada setiap pintu masuk menuju kota Damaskus tempo dulu akan di jumpai disitu kuil untuk acara penyembahan bintang-bintang tersebut, mereka biasa melakukan perayaan dan penyembelihan, oleh sebab itulah penduduk Huran menyembah bintang-bintang serta berhala.

    Dan pada zaman tersebut tidak ada yang mukmin di muka bumi ini kecuali nabi Ibrahim al-Khalil, istrinya serta anak saudaranya Luth. Dan melalui nabi Ibrahim lah Allah ta'ala memusnahkan segala macam kejelekan tersebut, serta memberangus segala kesesatan".[12] Dan kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam –yakni penduduk Babilonia- biasa memproduksi patung yang terbuat dari kayu dan batu, mereka memahatnya menjadi bentuk patung tertentu, sebagaimana di rekam dengan jelas oleh Allah ta'ala didalam ayat -Nya tatkala mengkisahkan nabi -Nya Ibrahim, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

    ﴿ قَالَ أَتَعۡبُدُونَ مَا تَنۡحِتُونَ ٩٥ وَٱللَّهُ خَلَقَكُمۡ وَمَا تَعۡمَلُونَ ٩٦ ﴾ [ الصافات: 95-96 ]

    "Ibrahim berkata: "Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu ? Padahal Allah -lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS ash-Shaaffat: 95-96).

    Demikian pula dalam firman -Nya:

    ﴿ إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوۡمِهِۦ مَا هَٰذِهِ ٱلتَّمَاثِيلُ ٱلَّتِيٓ أَنتُمۡ لَهَا عَٰكِفُونَ ٥٢﴾ [الأنبياء: 52 ]

    "(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?". (QS al-Anbiyaa': 52).

    Dan juga di dalam firman yang lain Allah Shubhanahu wa ta’alla menyebutkan:

    ﴿ وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصۡنَامًا ءَالِهَةً إِنِّيٓ أَرَىٰكَ وَقَوۡمَكَ فِي ضَلَٰل مُّبِين ٧٤ ﴾ [ الأنعام: 74 ]

    "Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (QS al-An'aam: 74).

    Selanjutnya dalam ayat yang lain Allah Shubhanahu wa ta’alla juga menjelaskan:

    ﴿ وَٱذۡكُرۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ إِبۡرَٰهِيمَۚ إِنَّهُۥ كَانَ صِدِّيقا نَّبِيًّا ٤١ إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ لِمَ تَعۡبُدُ مَا لَا يَسۡمَعُ وَلَا يُبۡصِرُ وَلَا يُغۡنِي عَنكَ شَيۡ‍ٔا ٤٢﴾ [ مريم: 41-42 ]

    "Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-kitab (al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun". (QS Maryam: 41-42).

    Artinya, bahwa pada zaman nabi Ibrahim manusia biasa menyembah bintang-bintang sebagaimana manusia pada zamannya nabi Nuh biasa menyembah patungnya orang-orang sholeh. Akan tetapi, pada zamanya nabi Ibrahim manusia lebih parah yang mana mereka menyembah patung dan juga bintang-bintang dilangit.

    Di jelaskan oleh ar-Razi dalam tafsirnya, faktor yang menyebabkan manusia beribadah kepada benda-benda dilangit ini, beliau menjelaskan, "Manakala manusia melihat perubahan evolusi yang terjadi di alam semesta ini mempunyai keterkaitan dengan evolusi gugusan bintang di langit, kemudian mereka meneliti perjalanan bintang-bintang tersebut hingga munculnya keyakinan (astrologi) bahwa adanya ikatan yang kuat antara kebahagian didunia dengan peredaran bintang-bintang tersebut, sehingga tatkala keyakinan mereka sampai pada batasan semacam itu akhirnya mereka mengagungkannya.

    Hingga ada diantara mereka yang menyatakan, 'Sesungguhnya benda-benda dilangit suatu benda yang mengharuskan adanya bentuk dengan sendirinya, dialah yang menciptakan jagad raya ini'. diantara mereka ada juga yang punya keyakinan bahwa benda-benda langit tersebut merupakan makhluknya Tuhan terbesar, akan tetapi, benda-benda tadi yang menciptakan alam semesta ini.

    Generasi pertamanya punya keyakinan kalau benda-benda langit tersebut merupakan wasilah yang menghubungkan antara manusia dan Allah ta'ala, sudah tentu mereka akan menyibukan diri untuk menyembah dan merendahkan diri kepadanya, kemudian tatkala mereka melihat bintang-bintang tadi tidak kelihatan pada waktu-waktu tertentu maka mereka membikin patung untuk bintang tersebut lalu mereka menyembahnya dengan tujuan peribadatan tersebut sebagai ganti dari peribadatan kepada benda-benda langit dan mendekatkan diri padanya tatkala tidak kelihatan. Selanjutnya tatkala berlalu generasi tersebut dan semakin lama kejadiannya, akhirnya mereka hanya menyembah patung-patungnya, dan murni hanya menyembah berhala-berhala tadi, maka pada dasarnya mereka adalah para penyembah bintang-bintang dilangit".[13]

    Dan Allah azza wa jalla telah menyebut kisah perdebatan yang terjadi antara nabi Ibrahim ‘alaihissalam bersama kaumnya para penyembah bintang dilangit. Dimana nabi Ibrahim 'alaihi sallam menegaskan bagi mereka kalau benda-benda langit yang bisa disaksikan tersebut tidak pantas untuk menyandang hak ketuhanan dan jangan sampai menyembahnya bersama Allah azza wa jalla. Sebab, itu semua bagian dari makhluk yang di atur, kadang nampak terkadang juga hilang dan tenggelam dari alam semesta, sedangkan Allah ta'ala tidak pernah hilang dari segala sesuatu, dan tidak ada yang tersembunyi bagi -Nya walaupun sekecil atom, Allah ta'ala menegaskan hal tersebut didalam firman -Nya:

    ﴿ وَمِنۡ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيۡلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُۚ لَا تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَٱسۡجُدُواْۤ لِلَّهِۤ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ٣٧ ﴾ [ فصلت: 37 ]

    "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan -Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah". (QS Fushshilat: 37).

    Adapun sikap nabi Ibrahim 'alaihi sallam bersama kaumnya sangatlah beragam, terkadang beliau mengajak dialog ayahnya, terkadang beliau mengajak dialog dengan orang banyak, terkadang beliau mengajak debat rajanya, terkadang beliau melakukan perkara yang membangkitkan kemurkaan lawan debatnya, hingga pernah beliau menghancurkan patung-patung mereka supaya mereka mau berpikir sejenak tentang hakekat patung tersebut, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk memasukan beliau ke dalam kobaran api, tapi beliau bisa selamat setelah dilempar kedalamnya, lalu beliau hijrah meninggalkan mereka.

    Setelah beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk bisa memberi jalan hidayah kaumnya, dan berusaha untuk menyakinkan mereka dengan menggunakan segala sarana yang ada, tapi tidak terlihat banyak perubahan dan manfaat pada kaumnya, justru balasan yang beliau terima dari kaumnya begitu kasar, mereka melempar dirinya ke dalam kobaran api, yang kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla jadikan menjadi dingin serta menyelamatkan.

    Beliau juga mengancam ayahnya dengan neraka jahanam kalau masih saja menyembah patung-patung tersebut, tapi, tidak ada yang mau beriman kepada beliau dari kaumnya kecuali istrinya Sarah dan Luth bin Haraan anak dari saudara laki-lakinya. Nabi Ibrahim pun berlepas diri dari perbuatan ayahnya, lalu beliau tidak lagi menempuh cara lemah lembut bersama keluarga dan kaumnya, beliau lalu pergi meninggalkan mereka menuju negeri kaldaniyin kemudian ke negeri Huran, selanjutnya nabi Ibrahim pergi menuju negeri Palestina bersama istrinya Sarah serta anak saudaranya Luth. Dan kejadian tersebut dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:

    ﴿فَ‍َٔامَنَ لَهُۥ لُوطۘ وَقَالَ إِنِّي مُهَاجِرٌ إِلَىٰ رَبِّيٓۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ٢٦﴾[العنكبوت: 26 ]

    "Maka Luth membenarkan (kenabian) nya. dan berkatalah Ibrahim: "Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); Sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS al-Ankabuut: 26).

    Nabi Ibrahim 'alaihi sallam bersama nabi Luth 'alaihi sallam lalu tinggal di negeri tersebut yaitu negeri Kan'an. Akan tetapi, beliau tidak lama tinggal disana karena setelah itu beliau pergi ke Mesir, yang saat itu bertepatan dengan kekuasaan raja yang lalim, disana beliau menunjukan seakan-akan yang bersamanya adalah saudaranya, karena raja tersebut ingin mengambil istrinya Sarah akan tetapi tidak sanggup –dengan pertolongan dan karunia Allah Shubhanahu wa ta’alla- bahkan istrinya mendapat hadiah seorang budak wanita yang bernama Hajar, yang beliau hadiahkan kepada suaminya Ibrahim, tatkala budak tersebut dinikahi oleh beliau maka lahirlah seorang bayi laki-laki yang di beri nama Isma'il 'alihi sallam, selanjutnya nabi Ibrahim menempatkan anaknya di sisi rumah Allah Shubhanahu wa ta’alla, Ka'bah musyarafah, lalu beliau kembali pulang ke negerinya di Syam.[14]

    AJARAN AGAMA SHABI'AH (PENYEMBAH BINTANG)

    Berikut ini penjelasan tentang ajaran serta kepercayaan yang dipegang oleh pemeluk agama Shabi'ah, sehingga menjadi jelas sikap yang dipegang oleh nabi Ibrahim 'alaihi sallam ketika berhadapan dengan mereka. Lalu ditambah penjelasan tentang kesyirikan yang mereka dilakukan.

    Ajaran-ajaran ini merupakan kepercayaan kuno yang menyebar di seluruh penjuru dunia dan menjadi agama terbesar, agama ini muncul untuk pertama kalinya di Irak sedang kiblatnya adalah Huran. Pada dasarnya ajaran tersebut adalah agama yang menyembah tujuh bintang dan dua belas rasio bintang. Dan masing-masing bintang tadi memiliki kuil yang punya ciri khas sendiri, sebagai tempat beribadah yang mereka bikin lambang tertentu sesuai dengan bintang-bintang tersebut, dan mereka memiliki kuil tambahan sehingga menjadi delapan yang mereka beri nama dengan kuil pangkal pertama, dan agama Shabi'ah mempunyai lima kelompok[15], yaitu:

    1. Yang menamakan dirinya dengan kelompok Shabi'ah Mu'tadilah (bersikap netral).

    Mereka adalah kelompok yang mencoba menggabungkan seluruh ajaran agama-agama yang ada, mereka orang-orang yang mengajarkan fadhilah (berbudi pekerti yang bagus) dan menerapkan hukuman serta mempunyai larangan-larangan, mengimani dengan beberapa kabar berita yang dibawa oleh para nabi, mereka adalah kelompok yang sangat ekstrim dalam perkara-perkara bersuci, yaitu suci dari badan dan pakaian.

    2. Kelompok Shabi'ah al-Munkirun (yang mengingkari).

    Mereka adalah orang-orang yang tidak beragama di muka bumi ini. mereka hanya mengimani adanya pencipta yang sangat bijak didalam mencipta.[16]

    3. Kelompok Shabi'ah al-Musyrikah (yang berbuat kesyirikan).

    Dan sekte ini merupakan kelompok tertua dari kelompok-kelompok lainnya. Mereka memiliki keyakinan kalau alam semesta ini memiliki pencipta yang mampu mencipta, arif dan suci dari segala kotoran, dan manusia sangat butuh untuk mengetahuinya, dengan kefakiran yang mengharuskan taat pada segala perintah-perintahnya. Dan hal tersebut memerlukan sarana yang akan mendekatkan diri kepadanya, tanpa menggunakan jasmaninya sebab sarana-sarana jasmani dari kalangan manusia mempunyai maksud dan tujuan, tunduk bagi hukum-hukum materi.

    Adapun sarana-sarana ruhaniyah (rohani) yang dijadikan sebagai penghubung maka harus dari unsur elemen yang suci dan sarana-sarana tersebut dinamakan dengan arbab (tandingan), tuhan, wasilah, dan pemberi syafaat di sisi Allah Shubhanahu wa ta’alla, sebagai pemilik mutlak tandingan dan sesembahan tersebut serta Ilahnya tuhan-tuhan itu.

    Mereka juga punya keyakinan, bahwa setiap ruh dari ruh-ruh yang ada diatas merupakan bentuk badan yang ada dilangit, dialah benda yang harus di puja, yang mengatur serta mengurusi benda-benda diatas. Mereka menambahkan, tidak ada jalan ruhani yang tersedia, sehingga mereka mengharuskan untuk mendekatkan diri kepada benda-benda besar diatas sana dengan segala macam bentuk peribadatan serta pemujaan.

    Dan mereka menjelaskan tentang konsep tujuh bintang yang di pertuhankan tersebut dengan memberi nama, Zuhal (bintang Saturnus), al-Musytari (Jupiter), al-Miriikh (Mars), matahari, bulan, az-Zuharah (bintang vesper), 'Utharid (bintang merkuri), yang merupakan kekuatan terbesar yang mengatur alam semesta ini, yang darinya bersumber perintah-perintah kepada penguasa tertinggi. Lalu mereka membikin relief-relief yang menyerupai bintang-bintang tersebut. Kemudian mereka menaruhnya di tempat-tempat peribadatan yang selanjutnya mereka biasa berdiam diri disekitarnya untuk beribadah dan menyembahnya[17].

    Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Kaum musyrikin dari kalangan mereka adalah orang-orang yang mengagungkan tujuh bintang besar, serta dua belas rasi bintang. Kemudian mereka menggambarnya ditempat-tempat peribadatan, dan bagi setiap bintang-bintang tersebut mereka bikinkan kuil sendiri-sendiri, yang merupakan tempat peribadatan terbesar, seperti gereja-gereja yang dimiliki oleh orang-orang kristen, dan al-Biya'u (Sinagog) milikinya orang Yahudi. Mereka punya kuil besar bagi matahari, dan kuil besar buat bulan, kuil untuk bintang vesper, kuil untuk bintang Jupiter, kuil untuk bintang Mars, kuil untuk bintang merkuri, kuil untuk bintang Saturnus, dan kuil untuk tuhan terbesarnya.

    Dan bagi setiap bintang-bintang tersebut ada ritual ibadah secara tersendiri serta do'a-do'a khusus untuknya, yang mereka bikin di sisi kuil-kuil tersebut, demikian pula mereka membuat berhala untuk bintang-bintang tersebut secara khusus, yang mereka gunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepadanya, dan peribadatan kepada bintang-bintang tersebut ada yang seperti sholat lima waktu sehari semalam yang mirip seperti sholatnya kuam muslimin"[18].

    Mereka menyatakan, tidak ada sarana bagi kami untuk bisa sampai pada ke agungan tuhan melainkan melalui wasilah, oleh sebab itu wajib bagi kamu untuk memberi sesajian terhadapnya dengan menggunakan wasilah-wasilah ruhaniyah yang paling dekat dengannya, mereka adalah rohani yang dekat dengannya dan suci dari partikel serta unsur jasmani, dan kekuatan jasad.

    Bahkan mereka mewajibkan senantiasa dalam keadaan suci, yakni sarana yang kita gunakan untuk mendekatkan diri kepada sesembahan tadi, yang selanjutnya sarana tadi akan menyampaikan kita kepada ilah hakiki, mereka itulah yang kita namakan tandingan, tuhan, dan pemberi syafaat di sisi Rabb sebagai pemilik itu semua dan Ilah dari segala tuhan, tidaklah kami menyembah tuhan-tuhan tadi kecuali untuk mendekatkan kita sedekat-dekatnya dengan Allah Shubhanahu wa ta’alla.

    Oleh sebab itu, wajib bagi kita untuk senantiasa membersihkan jiwa-jiwa kita dari segala tabiat kotoran syahwat, memperbaiki akhlak dari segala keburukan emosi, sehingga kita mampu menyelaraskan perilaku kita dengan ruh yang ada dalam diri kita, lalu arwah tersebut kita gunakan bersama mereka, saat itulah kita memohon segala hajat yang kita butuhkan pada mereka, kita perlihatkan kondisi kita pada mereka, kita sandarkan segala urusan kepada mereka, niscaya dengan itu semua mereka akan memberi syafaat kepada kita dan kepada tuhan kita serta tuhan-tuhan mereka.

    Perbaikan diri dan pensucian jiwa seperti ini tidak mungkin bisa tercapai melainkan dengan cara mencari bantuan dari sisi ruhaniyah yaitu dengan menggunakan sarana merendahkan diri kepadanya, berdoa dengan sepenuh hati, mengerjakan sholat, mengeluarkan zakat, menyembelih terlebih dahulu sebagai persembahan, menyalakan dupa dan membakar kemenyan serta membaca mantera-mantera yang telah ditentukan.

    Ketika kita sudah melakukan rangkaian ritual tersebut maka jiwa kita akan sampai pada tingkatan suci yang tidak lagi membutuhkan sarana seorang rasul. Sehingga kita bisa langsung mengambil dari sumber tempat para rasul mengambil, maka pada kondisi seperti itu keadaan kita sama dengan para rasul. Kita dan mereka berada pada satu tingkatan.

    Diantara pernyataan mereka, 'Para nabi adalah sama seperti kita semua baik dari sisi bentuk ciptaan maupun perkara-perkara lainnya, rupa kita sama dengan mereka, mereka makan seperti apa yang kita makan, kita minum seperti apa yang mereka minum, tidaklah mereka melainkan manusia seperti kita yang ingin mendapat kedudukan dan kemulian ditengah-tengah kita'.

    Maksud dari ucapan mereka ialah bahwa mereka telah mengingkari dua pondasi yang dibawa oleh para rasul dan nabi, mulai dari rasul pertama hingga yang terakhir. Pondasi pertama ialah beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla semata tanpa menyekutukan -Nya, dan mengingkari seluruh peribadahan yang dilakukan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla.

    Pondasi kedua ialah beriman kepada utusan Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan mengimani apa yang mereka bawa dari sisi -Nya, dalam rangka membenarkan, mengakui, tunduk dan melaksanakan perintahnya.[19] Bukan hanya ini saja yang dilakukan oleh musyirikin Shabi'ah –seperti dikatakan oleh kebanyakan para penulis artikel- akan tetapi, ajaran ini merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seluruh kaum musyrikan diseluruh umat, namun, kesyirikan yang dilakukan oleh kaum Shabi'ah lebih spesifik dari sisi penyembahan mereka kepada bintang-bintang yang ada dilangit.

    Mereka adalah kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam, yang pernah diajak berdebat oleh beliau tentang kebatilan kesyirikan yang mereka lakukan, dan mematahkan hujah mereka dengan ilmu yang beliau miliki, dan menghancurkan berhala yang mereka miliki dengan kedua tangannya, sehingga mereka marah besar dan menuntut supaya beliau dibakar dalam kobaran api besar.

    Itulah kepercayaan kuno yang pernah ada dimuka bumi yang dikerjakan oleh penghuninya di berbagai belahan dunia, semisal para penyembah matahari, yang mengklaim kalau matahari adalah salah satu dari malaikat-malaikat yang ada, yang mempunya jiwa dan akal, meyakini kalau matahari merupakan sumber dari segala cahaya bulan dan bintang, dan meyakini kalau keberadaan benda-benda dibumi semuanya berasal darinya, dan disisi mereka, matahari adalah malaikat orbit yang berhak untuk diagungkan, bersujud dan berdoa kepadanya.

    Diantara bentuk syariat mereka yang mereka miliki dalam peribadatan ialah mengambil sebuah patung untuk dijadikan sebagai wasilah lalu meletakan ditangannya perhiasan yang berwarna emas, dan patung tersebut dibuatkan tempat sendiri yang mereka beri nama dengan namanya, mereka jadikan sebagai tempat menaruh jamuan sesaji dan minyak wangi, setiap patung memiliki juru kunci yang melayani dan mengatur jalanya ritual ibadah, mereka biasa mendatangi tempat peribadatan tersebut sehari tiga kali untuk mengerjakan sholat didalamnya, didatangi oleh orang-orang yang sedang terkena penyakit, mereka biasa mengerjakan puasa untuknya, sholat dan berdoa disisinya serta meminta hujan.

    Apabila matahari terbit maka mereka semua langsung sujud kepadanya, begitu pula tatkala matahari terbenam dan ketika sampai dipertengahan. Oleh sebab itulah, setan muncul pada tiga waktu tersebut, agar peribadatan dan sujud mereka bertepatan kepadanya, itulah kenapa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam melarang kita untuk mengerjakan sholat pada waktu-waktu tersebut, sebagai bentuk sikap menyelesihi orang kafir, dan sebagai penutup celah perbuatan syirik dan beribadah kepada patung.

    Ada satu kelompok lagi di kalangan mereka yang membikin sebuah patung yang mereka dedikasikan untuk bulan kemudian menyembahnya, mereka mengklaim jika bulan berhak untuk diagungkan dan di ibadahi, dan baginya disandarkan kekuasaan untuk mengatur alam semesta yang berada dibawah. Diantara bentuk syariat dalam peribadatannya ialah mereka membikinkan untuk bulan sebuah patung berbentuk seekor anak sapi betina dengan empat tali kekang, dan ditangan patung tersebut diletakan perhiasan, lalu mereka menyembah dan sujud kepadanya, mereka juga melaksanakan ibadah puasa untuknya beberapa hari yang telah ditentukan setiap bulannya, kemudian mereka mendatanginya sambil membawa makanan dan minuman lalu bersenang-senang disisinya, jika mereka telah selesai, memakan perjamuan tersebut maka mereka langsung bersenang-bersenang sambil bernyanyi dan berjoged di iringi dengan alat-alat musik yang mereka pegang.

    Diantara mereka ada juga yang menyembah patung yang mereka bikin dengan bentuk bintang sesuai dengan rasi yang mereka bikin, selanjutnya mereka membikin tempat ibadah lalu meletakan patung-patung tersebut disana, bagi setiap bintang mempunyai tempat peribadatan khusus, dan patung khusus, serta peribadatan khusus yang mereka buat.[20]

    4. Ada lagi sekte Shabi'ah al-Hunafa'u (yang lurus).

    Mereka adalah kelompok yang mempunyai agama, kembali pada keyakinan kalau manusia sangat membutuhkan pada ketaatan serta pengetahuan wasilah dari kalangan manusia yang mempunyai kedudukan suci, terjaga dari dosa, mukjizat, dan hikmah diatas sukma. Dia sama dengan kita dari sisi kemanusiaanya, akan tetapi, dirinya mempunyai kelebihan rohani yang membedakan dengan kita, dia memperoleh wahyu dengan sebab amalan ruhaniyahnya, kemudian menyampaikan kepada manusia secara umum dengan sifat kemanusiaan yang dimilikinya.

    Kelompok ini mempunyai ritual ibadah semisal sholat dan puasa seperti yang dikerjakan oleh kaum muslimin, mereka juga memiliki hari raya tatkala turunnya lima bintang yang mereka anggap mulia yaitu bintang Zuhal (bintang Saturnus), al-Musytari (Jupiter), al-Miriikh (Mars), az-Zuharah (bintang vesper), dan 'Utharid (bintang merkuri).

    Mereka juga masih mengagungkan ka'bah di Makah, serta mempunyai kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji ke sana[21]. Dan dalam keyakinan mereka bahwa yang membangun Ka'bah adalah Hurmus atau nabi Idris 'alaihi sallam. Serta meyakini kalau ka'bah tersebut adalah rumah bagi bintang Saturnus yang merupakan bintang terbesar yang bergerak, dan di nukil dari orang yang paham tentang mereka bahwa mereka mengetahui sifat nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi sallam ketika membaca kitab suci mereka, yang mereka namakan nabi tersebut dengan Rajanya orang Arab[22].

    Mereka inilah kelompok yang masih lurus yang ada dikalangan mereka. Namun, ada ulama yang mengatakan, kelompok ini sudah musnah, dan yang tersisa tinggal kelompok Shabi'ah yang lainnya.[23] Lebih khusus kelompok Shabi'ah musyrikah yang paling mendominasi.

    Imam Abu Muhammad, Ibnu Hazm menyatakan, "Dan ajaran ini (musyrikah) merupakan keyakinan yang paling banyak dianut oleh kelompok Shabi'ah yang merupakan agama tertua yang pernah ada sepanjang sejarah, yang paling luas di muka bumi, hingga sampai pada inovasi-inovasi baru yang mereka bikin, mereka telah merubah dan mengganti dengan syariat baru.

    Maka pada waktu itulah Allah ta'ala mengutus kekasih –Nya nabi Ibrahim 'alaihi sallam dengan membawa agama Islam, agama yang kita sekarang ini berada diatasnya, beliau membersihkan segala kerusakan yang mereka buat, dengan agama lurus yang datang kepada kita seperti yang dibawa oleh nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam dari sisi Allah ta'ala. Dan mereka itulah yang ada pada zaman tersebut dan yang setelahnya yang dinamakan dengan kelompok Shabi'ah al-Hunafa'u (yang lurus)"[24].

    Dan mengacu pada kepercayaan-kepercayaan seperti tadi ada kelompok yang menamakan dirinya dengan nama tersebut di Baghdad, dan sumber agama mereka –tentunya dengan persangkaan mereka- mengambil serta merangkum seluruh kebaikan-kebaikan yang ada dalam setiap ajaran agama serta keyakinan yang ada diseluruh dunia. Mereka menyatakan keluar dari keburukan yang mereka kerjakan ataupun yang mereka ucapkan. Oleh karena itu, mereka dinamakan dengan Shabi'ah artinya keluar dari agama.

    Dimana mereka telah keluar untuk tidak terikat dengan agama tertentu secara keseluruhan atau secara terperinci, kecuali jika mereka berpendapat ada perkara yang benar baru mereka ambil, oleh sebab itu, orang kafir Quraisy menjuluki nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi sallam ketika itu dengan ash-Shabi'u dan menjuluki para sahabat yang mengimani beliau dengan ash-Shaba'ah.

    Maksud dari apa yang kami paparkan bahwa umat ini yakni Shabi'ah telah disamai hampir kebanyakan umat-umat yang ada beserta sekte-sektenya, adapun al-Hunafa'u diantara mereka telah disamai oleh pemeluk agama Islam dari sisi hanafiyahnya, adapun kelompok musyrik yang ada diantara mereka maka telah disamai oleh para penyembah patung yang mengklaim dirinya berada diatas kebenaran[25].

    Dan nabi Ibrahim 'alaih sallam sebagai imam panutan dalam kelurusan aqidah yang dimiliknya, telah mendebat tentang kebatilan, peribadatan yang mereka lakukan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla sebagaimana -Dia ceritakan kejadian tersebut didalam surat al-An'aam. Dengan perdebatan yang paling bagus, yang langsung membungkam lawan debatnya, sambil menunjukan hujah yang kuat serta menyanggah keyakinan batil mereka.

    Selanjutnya beliau menjelaskan tentang batilnya sesembahan bintang, bulan dan matahari karena benda-benda tersebut selalu terbenam dan terbit, sebab tuhan yang disembah tidak pantas untuk sesekali tenggelam dan muncul, namun, harus senantiasa terlihat tidak hilang, mempunyai madharat dan manfaat bagi hamba yang menyembahnya, mendengar ucapannya, tetap pada suatu tempat, mampu memberi hidayah dan petunjuk, menolak mara bahaya dan gangguan dari orang-orang yang menyembahnya, dan itu semua tidak mungkin bisa dilakukan kecuali oleh Allah azza wa jalla semata, sebab setiap peribadatan yang dikerjakan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah batil.

    Maka tatkala nabi Ibrahim 'alaihi sallam melihat matahari dan bulan serta bintang tidak sesuai dengan keyakinan tersebut maka beliau langsung melayangkan kepada pencipta yang hakiki, sebagai Dzat yang mencipta serta mengurusi makhluk. Seperti dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:

    ﴿ إِنِّي وَجَّهۡتُ وَجۡهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ حَنِيفاۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٧٩﴾ [ الأنعام: 79 ]

    "Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan". (QS al-An'aam: 79)[26].

    5. Shabi'ah al-Falasifah (filsafat).

    Mereka adalah kelompok yang tidak menyakini dengan suatu syariat tertentu, tidak pula memegang salah satu madzhab tertentu, mereka hanya mengimani dengan rohaninya bintang-bintang tersebut. Mereka menjadikan kebaikan-kebaikan yang ada sesuai dengan akal pikirannya, baik perkara tersebut sesuai dengan syariat agama ataupun tidak, dan hal itu hanya mereka tandai dengan efeknya, jika efeknya melahirkan keselamatan, rahmat dan mencegah dari perilaku buruk maka itulah kebenaran, jika melahirkan kerusakan, kelaliman maka itulah kebatilan[27].

    Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Dan kebanyakan keyakinan dari kelompok ini ialah filsafat, dan filsafat ini ialah kelompok yang penganutnya mengambil dari setiap agama –menurut persangkaan mereka- kebaikan-kebaikan yang sesuai dengan akal pikiran, dan para pembesar mereka mengharuskan untuk mengikuti para nabi dan syariatnya, dan sebagian mereka tidak sampai mewajibkan tidak pula melarangnya, apapun orang-orang pandir dan bodoh diantara mereka maka mencegah untuk mengikuti nabi dan syariat yang dibawanya".[28]

    Mereka adalah kelompok Dahriyah yang mengatakan, "Tidaklah kehidupan yang sedang kita jalani ini melainkan hanya hari-hari, dan yang akan membinasakan kita hanyalah waktu". Maka dari keyakinan yang dungu, melalui metode filsafat yang mereka anut inilah, muncul keyakinan menghilangkan ciptaan dari yang menciptanya, dalam hal ini ialah Allah tabaraka wa ta'ala[29].

    Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Maksud dari ini semua ialah bahwa agama Shabi'ah mempunyai berbagai macam firqoh, ada shobi'ah yang lurus, ada yang musyrik, ada pula shabi'ah filsafat, serta shabi'ah yang hanya mengambil kebaikan-kebaikan dari seluruh agama dan kelompok, tanpa mengikat pemeluknya dengan agama dan sekte tertentu, kemudian diantara mereka ada yang secara global menetapkan adanya kenabian, adapula yang secara rinci, dan diantara mereka ada juga yang meyakini adanya kenabian secara global dan rinci, ada juga yang sebaliknya mengingkari secara total dan rinci"[30]. Inilah hakekat kesyirikan yang terjadi dikaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam.

    [1] . Lihat penjelasannya dalam kitab Bidayah wa Nihayah 1/139 oleh Ibnu Katsir.

    [2] . Tarikh Thabari 1/233. al-Kamil fii Tarikh 1/53 oleh Ibnu Atsir.

    [3] . Lihat penjelasannya dalam kitab Bidayah wa Nihayah 1/140 oleh Ibnu Katsir.

    [4] . Tarikh Thabari 1/233. al-Kamil fii Tarikh 1/53 oleh Ibnu Atsir.

    [5] . Bidayah wa Nihayah 1/140 oleh Ibnu Katsir.

    [6] . HR Bukhari no: 3350.

    [7] . Tafsir Thabari 7/160.

    [8] . Tafsir Ibnu Katsir 1/313.

    [9] . Lihat penjelasannya dalam Bidayah wa Nihayah 1/140.

    [10] . ash-Shabi'u secara etimologi ialah yang meninggalkan agamanya lalu pindah ke agama lain. Dan sering diartikan secara bebas dengan para penyembah bintang dan benda-bendang langit yang besar. Lihat penjelasannya dalam kitab Lisanul Arab 7/267 oleh Ibnu Mandhur. Al-Milal wan Nihal 2/5-57 oleh asy-Syihristani. Dan dalam kitab I'tiqodaat Firaqil Muslimin wal Musyrikin hal: 9 oleh ar-Razi.

    [11] . Qawa'idu Jalilah fii Tawasul wal Wasilah hal: 22 dan kitab ar-Radd 'alal Manthiqiyin hal: 285-286, keduanya oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

    [12] . Bidayah wa Nihayah 1/140. oleh Ibnu Katsir.

    [13] . Tafsir ar-Razi 2/122.

    [14] . Qashashul Anbiyaa' hal: 81—92 oleh Abdul Wahab an-Najjar.

    [15] . Lihat penjabarannya dalam kitab Tariku al-Madzahib wal Adyaan hal: 22 oleh Abdul Aziz ats-Tsa'alibi. Ighatsatul Lahfan 2/663 oleh Ibnu Qoyim.

    [16] . Tarikhu al-Madzahib wal Adyaan hal: 22 oleh Abdul Aziz ats-Tsa'alibi. Ighatsatul Lahfan 2/663 oleh Ibnu Qoyim.

    [17] . Tarikhu al-Madzahib wal Adyaan hal: 22-24 oleh Abdul Aziz ats-Tsa'alibi.

    [18] . Ighatsatul Lahfan 2/661-662 oleh Ibnu Qoyim.

    [19] . Ighatsatul Lahfan 2/663-665 oleh Ibnu Qoyim.

    [20] . Ighatsatul Lahfan 2/627-628 oleh Ibnu Qoyim.

    [21] . Tarikhu al-Madzahib wal Adyaan hal: 28-29 oleh Abdul Aziz ats-Tsa'alibi

    [22] . Dakwatu Tauhid hal: 133 oleh D. Muhammad Khalil Haras.

    [23] . Seperti dijelaskan oleh ats-Tsa'alabi dalam Tarikhul Madzahib wal Adyan hal: 29.

    [24] . Lihat nukilannya oleh Imam Ibnu Qoyim dalam kitab Ighatsatul Lahfan 2/667.

    [25] . kitab Ighatsatul Lahfan 2/662-663. oleh Ibnu Qoyim.

    [26] . Ibid.

    [27] . Tarikhu al-Madzahib wal Adyaan hal: 29-30 oleh Abdul Aziz ats-Tsa'alibi

    [28] . Ighatsatul Lahfan 2/663. oleh Ibnu Qoyim.

    [29] . Ibid 2/667-669.

    [30] . Ighatsatul Lahfan 2/663. oleh Ibnu Qoyim.

    معلومات المادة باللغة العربية